Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Limbah Plastik untuk Bahan Bakar Pabrik Tahu Sudah Berlangsung 20 Tahun

Kompas.com - 27/11/2019, 06:23 WIB
Ghinan Salman,
Farid Assifa

Tim Redaksi

SIDOARJO, KOMPAS.com - Penggunaan limbah plastik impor sebagai bahan bakar pembuatan tahu di sentra industri Desa Tropodo, Kecamatan Krian, Sidoarjo, Jawa Timur, sudah berlangsung selama bertahun-tahun.

Salah satu pengusaha tahu di Desa Tropodo, Gufron (52) mengakui bahwa pemanfaatan limbah plastik impor di sentra industri tahu sudah berlangsung lebih dari 20 tahun.

Alasan dirinya menggunakan sampah plastik sebagai bahan bakar untuk memasak kedelai menjadi tahu, salah satunya, harga tahu dapat bersaing karena produksi bahan bakar yang dikeluarkan tidak menguras biaya besar.

Selain itu, para pengusaha pabrik tahu di sana memang sudah banyak menggunakan limbah plastik.

"Saya punya pabrik tahu sudah berjalan tiga tahun dan sejak awal menggunakan sampah plastik. Kenapa menggunakan sampah plastik, ya karena lebih murah, lebih cepat panas, lebih kuat dan lebib lama habis," kata dia, Selasa (26/11/2019).

Baca juga: Pengusaha Tahu di Sidoarjo Janji Tak Lagi Gunakan Limbah Plastik, Asal...

Ia menyayangkan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo karena baru belakangan ini melarang penggunaan limbah plastik impor untuk pembuatan tahu.

Padahal, kata Gufron, sudah sejak dulu produksi pembuatan tahu memanfaatkan bahan bakar limbah plastik impor.

"(Penggunaan plastik impor) sudah sejak zaman dulu digunakan (sebagai bahan bakar pembuatan tahu). Siapa bisa melarang? Ya tidak bisa," ujar dia.

"Kenapa tidak dari dulu, kenapa baru sekarang dilarang?" kata dia.

Menurut dia, pemerintah harus memberikan solusi dengan mencari bahan pemgganti alternatif yang mudah didapat, murah, dan ramah lingkungan.

Adapun bahan bakar pengganti berupa wood pellet atau pelet kayu yang ditawarkan Pemkab Sidoarjo dinilai tidak memberikan solusi.

Bahan bakar alternatif itu dinilai terlalu mahal dan proses perapian tidak stabil.

"Bisa saja kita ganti, tapi kita minta bantuan (mesin ketel). Dulu aku pernah pakai sampahnya kopi, tapi sekarang sudah beralih karena mahal," ujar dia.

Bupati Sidoarjo Saiful Ilah sendiri baru mengetahui bahwa pemanfaatan limbah plastik impor untuk memasak kedelai menjadi tahu sudah berlangsung bertahun-tahun.

"Ya, 20 tahun kita enggak tahu. Tahu-tahu kita ada berita telur mengandung racun, masak kita teruskan. Apalagi nanti (pencemaran) sampai (menyebar) ke yang lain, makanan ternak yang lain," kata Saiful.

Saat ini, kata dia, semua pihak harus berbenah untuk membiasakan diri hidup sehat. Karena alasan itulah, Saiful meminta para pengusaha tahu untuk tidak lagi menggunakan limbah plastik impor sebagai bahan bakar pembuatan tahu.

"Sekarang ini kita mulailah untuk membenahi masyarakat kita supaya hidup sehat. Ya kita pakai bahan-bahan yang sehat dan ramah lingkungan," ujar Saiful.

Sebagaimana diketahui, sebuah mini report berjudul "Sampah Plastik Meracuni Rantai Makanan Indonesia" yang disusun Nexus3, Arnika, Ecoton, dan IPEN, pada November 2019 menjadi sorotan media.

Baca juga: 27 Kontainer Limbah Plastik di Batam Kembali Reekspor ke Negara Asal

Bahkan, sejumlah media internasional seperti New York Times, BBC, dan The Guardian memberitakan publikasi laporan itu.

Dua hal yang menjadi perhatian adalah proses pembuatan tahu yang menggunakan limbah plastik impor sebagai bahan bakar dan temuan kontaminasi dioksin pada telur sebagai dampaknya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com