Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Nilai Permintaan Maaf Menpora Malaysia Lewat Twitter Tak Etis

Kompas.com - 27/11/2019, 00:14 WIB
Putra Prima Perdana,
Dony Aprian

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com – Komisi X DPR RI meminta kepada Pemerintah Malaysia untuk terus mengawal proses hukum pelaku penganiayaan terhadap suporter tim nasional sepak bola Indonesia.

Selain mengawal kasus hukum, Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda berharap pemerintah Malaysia meminta maaf secara terbuka kepada Pemerintah Indonesia.

"Kita akan pantau terus, kita akan lihat itikad baik dari pemerintah Malaysia. Kalau penanganannya tidak objektif, kita akan tuntut ini diselesaikan dengan baik,” kata Huda Kompas.com, Selasa (26/11/2019).

Masyarakat Indonesia, kata Huda, sangat menunggu dan terus memantau terhadap penyelesaian kasus penganiayaan suporter Indonesia.

Baca juga: Dua Suporter Sepak Bola Indonesia Dibebaskan dari Tahanan di Malaysia

Huda menilai permintaan maaf yang disampaikan Menteri Pemuda dan Olahraga Malaysia Syed Saddiq melalui twitter merupakan cara yang tidak tepat.

”Menyangkut tragedi kekerasan terhadap suporter di Malaysia, tidak etis kalau permintaan maaf itu disampaikan lewat Twitter. Kita menuntut supaya Pemerintah Malaysia mengajukan permintaan maaf secara terbuka, face to face kepada pemerintah kita,” tuturnya.

Di sisi lain, lanjutnya, Komisi X juga akan menindaklanjuti keinginan para suporter merevisi Undang-Undang (UU) Sistem Keolahragaan Nasional yang bisa melindungi para suporter.

”Kami diminta mengajukan UU baru atau revisi UU. Dari 11 RUU yang kami ajukan, di dalamnya kami akan revisi UU Sistem Keolahragaan Nasional,” imbuhnya.

Baca juga: Kesaksian Fuad Naji, Korban Pengeroyokan Suporter Malaysia

Senada dengan Huda, anggota Komisi X, Muhammad Khadafi mengatakan pihaknya akan melakukan rapat dengan PSSI agar permasalahan suporter bisa dicarikan solusi secara bersama.

”Ini jumlah korban semakin banyak. Berarti ada permalahan yang harus diselesikan. Apalagi 2021 kita menjadi tuan rumah Piala Dunia U-21. Bagaimana Indonesia nyaman sebagai tuan rumah dan negara-negara lain punya kesan bagi Indonesia,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Umum Paguyuban Suporter Timnas Indonesia Ignatius Indro mengatakan sejak 2016, jumlah suporter Timnas Indonesia yang meninggal dunia mencapai 17 orang.

Selama ini, kata dia, belum ada perhatian khusus dari berbagai pihak terhadap masalah yang dialami suporter.

”Suporter hanya menjadi subjek dan sapi perah stakeholder sepak bola. Sejauh ini tidak ada edukasi dari federasi sepakbola (PSSI). Perhatian terhadap suporter juga belum ada jaminan keamanan dan kenyamanan dalam menonton sepak bola,” tuturnya.

Baca juga: Satu Suporter Indonesia Masih Ditahan di Malaysia karena Tunggu Uji Forensik

Bahkan, kata Indro, dalam urusan pembelian tiket pertandingan hingga saat ini belum ada cara yang memudahkan suporter untuk mendapatkan tiket.

”Kadang ke stadion juga enggak ada penjualan tiket. Masalah keamanan juga belum terjamin. Gimana kita bicara keamanan, kita beli tiket di GBK, di-scan juga enggak," tuturnya.

Indro mengaku perlu adanya payung hukum bagi suporter sehingga persepakbolaan di Indonesia menjadi lebih baik.

”Dalam UU Sistem Keolahragaan Nasional, hanya ada satu pasal dan disebut penonton. Padahal suporter itu tidak sekadar penonton, tapi ada ikatan,” urainya.

Dia berharap dalam UU baru nanti bisa memaksa stakeholder seperti PSSI, pemerintah dan perusahaan yang selama ini mengambil keuntungan dari sepakbola, melakukan edukasi kepada suporter hingga akar rumput.

”Dengan regulasi itu kita juga bisa punya acuan ketika kita away ke negara tetangga. Banyak suporter yang datang menonton bola ke negara lain, tapi tidak mengerti kemana yang harus dituju, KBRI dulu atau gimana,” imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com