Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS DAERAH

Selamatkan Industri Padat Karya, Emil Terbitkan Kebijakan Tidak Populer

Kompas.com - 26/11/2019, 17:07 WIB
Inang Sh ,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

Saut berpendapat, kebijakan UMP yang sudah berjalan cukup efektif menekan peluang disparitas upah. Dengan penekanan perundingan bipartit, maka pemerintah daerah tinggal memastikan perundingan bisa berjalan dengan baik.

Baca juga: Ridwan Kamil Motivasi Anak Muda Jawa Barat agar Selalu Optimis

"Lalu adanya struktur dan skala upah ini bisa menjadi acuan dan transparansi yang membuat pekerja nyaman, pemerintah tetap mengawasi dengan fair dan memperhatikan kemampuan dari perusahaan," tutur mantan hakim ad hoc pengadilan industrial tersebut.

Untuk itu, kebijakan ini dinilai akan membuka harapan baru, khususnya pada industri sektor padat karya seperti garmen.

Masalah dalam usaha garmen

Perlu diketahui, selama ini kenaikan UMK tiap tahun dinilai menjadi salah satu faktor yang mencekik pengusaha garmen.

Hasil penelitian pusat studi pengembangan bisnis dan kelembagaan Universitas Padjadjaran (Unpad) tentang fakta dan kajian industri garmen orientasi ekspor di Jabar mengeluarkan hasil tak menggemberikan.

Dalam studi itu dipaparkan, selama kurang dari tiga tahun, sebanyak 45 pabrik garmen di Jabar tutup, tujuh pabrik pindah ke Jawa Tengah (Jateng), dua pabrik pindah ke kabupaten/kota lain di Jabar, serta empat pabrik terpaksa memangkas karyawan.

Baca juga: Ada Perang Dagang, Industri Garmen Diuntungkan?

Akibat kondisi itu, 83.192 orang di Jabar kehilangan pekerjaan. Padahal industri garmen di Jabar punya peran penting dalam penyerapan tenaga kerja.

Saat ini terdapat 351.132 orang berusia 18 - 45 tahun yang menggantungkan nasibnya di 966 pabrik garmen di Jabar.

Peneliti studi pengembangan bisnis dan kelembagaan Unpad Muhamad Rizal menuturkan, Jateng kini menjadi pusat padat karya setelah pabrik dari Jabar pindah ke sana

"Pada 2019 investasi ke Jateng mencapai Rp 212 triliun. Sementara itu, di Jabar setelah ada kenaikan UMK investasi industri ini menukik tajam,”ungkapnya, Selasa (26/11/2019).

Terkait manfaat kebijakan kepada pelaku usaha, kebijakan ini dinilai bisa memberi jaminan kepada buyer internasional agar tak kabur.

Sebab, faktor utama industri garmen gulung tikar adalah pencabutan pesanan dari buyer yang melihat tidak adanya iklim positif dari industri garmen yang kelimpungan menyikapi tekanan kenaikan UMK.

Baca juga: Peran Teknologi Diperlukan untuk Tingkatkan Efisiensi Manufaktur Garmen

"Salah satu penilaian buyer adalah perusahaan wajib memenuhi hak pekerja seperti membayar sesuai UMK, membayar BPJS, dan membayar uang lembur. Kalau itu tidak dipenuhi, mereka lari,” ungkap Rizal.

Dia menambahkan, meski UMK diberlakukan, hasil analisanya menunjukkan hanya 30 persen perusahaan yang patuh terhadap aturan itu.

Pengusaha garmen tetap optimistis

Sementara itu, David Hong, salah seorang pengusaha garmen di Purwakarta menilai kebijakan tersebut membawa optimisme baru dalam dunia garmen.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com