Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Boros Kertas, Satu Guru Habiskan 2 Rim Hanya untuk Administrasi

Kompas.com - 25/11/2019, 21:25 WIB
Markus Yuwono,
Khairina

Tim Redaksi

YOGYAKARTA,KOMPAS.com-Arifin, Guru SMA N 2 Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta, yang menjuarai lomba guru berprestasi dan berdedikasi tingkat nasional Dit Pembinaan Guru Pendidikan Menengah dan Khusus 2019, menilai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim memiliki tantangan besar dalam mengubah kebiasaan guru di Indonesia.

"Mas Nadiem itu memberikan harapan, bagaimana menaikkan level kemampuan guru. Itu tantangan luar biasa se-Indonesia. Gunungkidul saja tantangannya luar biasa," kata Arifin saat ditemui di SMA N 2 Wonosari, Senin (25/11/2019).

Baca juga: Mengabdi 15 Tahun dan Tak Mungkin Jadi PNS, Guru Honorer Dapat Hadiah Motor dari Ganjar

Menurut dia, selama ini guru waktunya sering terbuang untuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Padahal, jika bisa disederhanakan akan lebih efektif.

Pengalaman Arifin memilih mengerjakan RPP pada awal tahun, akan memudahkan setahun ke depannya dalam mengajar. Namun, diakuinya, terlalu berat bagi guru yang berumur diatas 50 tahun.

"Kelemahan kedua adalah kita itu terlalu boros kertas. Bayangkan saja, kalau 3 juta guru di Indonesia, setiap awal tahun membuat administrasi dua rim kertas. Berapa banyak kertas yang dihabiskan," ucapnya. 

Untuk itu dia berharap ada penyederhanaan laporan administrasi, yang bisa dikirim melalui aplikasi atau email. Pekerjaan administrasi masih membebani guru yang membuat guru tidak bisa melakukan inovasi walaupun itu sifatnya inovasi kecil.

"Kita membuat rancangan pembelajaran saja itu tebalnya 20-30 lembar, energi kita sebagai guru habis terlebih dahulu untuk mengerjakan tugas administrasi," katanya. 

Dirinya saat ini sedang menunggu Menteri Pendidikan Nadiem Makarim apakah sambutan yang dibacakan tadi akan diikuti oleh sebuah kebijakan.

"Wacana ini sudah beberapa kali diutarakan tetapi kami masih menunggu apakah ada kebijakan lanjutan setelah ini. Guru Indonesia sebenarnya bis mencontoh guru-guru dari luar negeri yang membuat inovasi kecil, lalu berubah membuat metode pembelajaran, dari metode tersebut bisa dibukukan," ucapnya. 

Disinggung mengenai inovasi yang dilakukannya sehingga membawa menjadi juara nasional, Arifin mengatakan dirinya membuat sebuah model pembelajaran yang ia berinama Nalarku.

Nalarku sendiri adalah model pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan moral reasoning anak.

Moral reasoning ini sebuah analisis sebelum anak melakukan tindakan negatif, yang berawal dari munculnya permasalahan remaja di Gunungkidul.

Ide membuat model pembelajan tersebut awalnya dari keresahan dirinya melihat angka dispensasi menikah di Gunungkidul yang menurutnya cukup tinggi. 

Data dari pengadilan agama pada tahun 2018 lalu pernikahan dini di Gunungkidul ada sebanyak 79 anak itu di usia SMP hingga SMA.

"Nalarku sebenarnya menitikberatkan pada moral reasoning pada anak, maksudnya jadi anak akan berpikir dua kali ketika akan melakukan hal-hal negatif. Moral reasoning ini lah yang masih kurang di anak-anak Gunungkidul," ucapnya.

Baca juga: Kisah Sri dan Budi, Guru SLB Puluhan Tahun Mengajar Siswa Disabilitas

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com