Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Abah Landoeng Guru Asal Bandung, Sosok Inspirasi Lagu Oemar Bakri Ciptaan Musisi Iwan Fals

Kompas.com - 25/11/2019, 17:47 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Pada tahun 1981, musisi Iwan Fals menciptakan lagu yang berjudul "Oemar Bakri".

Lagu tersebut menceritakan seorang guru yang mengabdikan diri sebagai pendidik sejak zaman penjajahan Jepang.

Pada tahun 1996, saat konser di Bali, Iwan Fals membuka sosok yang menginspirasi lagu "Oemar Bakri". Dia adalah Abah Landoeng guru Iwan Fals saat sekolah di SMP 5 Bandung.

Tahun 2019, Abah Landoeng berusia 94 tahun dan dia masih dengan hobinya bersepeda sepertinya yang dituliskan Iwan Fals dalam lirik lagunya.

"Laju sepeda kumbang di jalan berlubang ... Selalu begitu dari dulu waktu zaman Jepang...
Terkejut dia waktu mau masuk pintu gerbang...Banyak polisi bawa senjata berwajah garang"

Baca juga: Kisah Abah Landoeng Jadi Guru di Zaman Perang Kemerdekaan, Keliling Mengajar Pakai Sepeda Tanpa Digaji

 

Ajari membaca

Abah Landoeng, guru di zaman perang kemerdekaan yang mengajar keliling dengan sepeda tanpa digaji. KOMPAS.com/RENI SUSANTI Abah Landoeng, guru di zaman perang kemerdekaan yang mengajar keliling dengan sepeda tanpa digaji.
Abah Landoeng lahir di Bandung, 11 Juli 1926. Ia bisa menempuh pendidikan hingga lulus AMS/HBS (setara SMA), karena ayahnya bekerja sebagai mandor di pembangunan Gedung Sate.

Landoeng muda sudah biasa bekerja seperti pengambil bola di lapangan golf dan tenis. Dari pekerjaannya, ia mengumpulkan sen demi sen untuk membeli beras dan sembako.

Setelah lulus Algemeen Metddelbare School (AMS-setingkat SMA) sekitar tahun 1942, Landoeng muda berkeliling Kota Bandung dengan sepeda kumbangnya.

Ia akan bertanya kepada tukang panggul atau petani yang ditemuinya, apakah mereka bisa membaca.

Jika belum, Landoeng akan berhenti dan mengajar mereka membaca dengan papan tulis kecil dan kapur yang ia letakkan di sepeda kumbangnya.

Landoeng juga mengajari para saudagar kaya di Pasar Baru yang juga buta huruf. Dari para saudagar kaya ini lah, Landoeng biasanya mendapatkan makanan dan minuman.

Baca juga: Cerita Abah Landoeng, Kayuh Sepeda 7 Bulan ke Tanah Suci untuk Berhaji

“Abah tidak dibayar. Abah jadi sukarelawan saja. Terus seperti itu hingga zaman kemerdekaan. Karena sampai tahun 1950-1960an, Indonesia masih berperang melawan buta huruf. Hati abah tergerak,” tuturnya dilansir dari pemberitaan Kompas.com, Selasa (14/8/2019).

Ia juga mengajar anak-anak pemimpin pasukan Siliwangi Jenderal Ibrahim Adjie dan Gubernur Mohamad Sanusi Harjadinata yang dititipkan padanya.

Meski menjadi guru, Landoeng juga ikut berperang di masa penjajahan Belanda dan Jepang.

“Kalau masa Dwikora, abah angkat senjata beneran, bukan lagi bambu runcing,” tutupnya.

Baca juga: Hari Guru, 7 Kisah Pendidik di Indonesia, Gaji Rp 75.000 Per Bulan hingga Nyambi Jadi Tukang Foto Keliling

 

Diberangkatkan ke Malaysia untuk berantas buta huruf

Salah satu sudut Gedung Sate BandungKOMPAS.com/DENDI RAMDHANI Salah satu sudut Gedung Sate Bandung
Pada tahun 1950, Landoeng diangkat menjadi guru fisika di SMPN 4 Bandung. Ia juga mengajar olahraga seperti softnall.

Ia kemudian ditugaskan Presiden Soekarno ke Malaysia pada tahun 1963-1966, untuk membantu negara tetangga tersebut untuk memberantas buta huruf.

Pada tahun 1955, ia juga tercatat sebagai panitia Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955. Saat itu ia bertugas menyediakan kendaraan untuk para delegasi.

“Angkatan Abah dah pada ga ada. Tinggal saya dan Mang Ihin (Solihin GP),” ujarnya.

Solihin GP adalah mantan Gubernur Jabar dan Abah Landoeng masih sering berkunjung ke rumah sahabatnya tersebut.

Baca juga: Peringatan Hari Guru, Ridwan Kamil Hadiahi Guru SD-nya Umroh

Murid Abah Landoeng saat ini ada yang menjadi gubernur hingga artis.

“Murid abah ada yang jadi menteri, profesor, banyak yang jadi orang-orang hebat kaya Gubernur Ridwan Kamil,” ungkapnya.

Kalangan profesor, beberapa nama seperti Guru Besar Unpad, Prof Ina Primiana tercatat sebagai muridnya. Begitupun artis seperti Euis Komariah, Didi Petet, Iwan Fals, pernah menjadi muridnya.

Ia bercerita bahwa pola pendidikan dulu dan sekarang berbeda. Menurutnya para siswa yang dia ajar dulu lebih disiplin dan menghormati guru.

“Dulu anak-anak jenderal itu, (kalau nakal) Abah jitak. Orangtuanya gak apa-apa. Kalau sekarang, main lapor,” tuturnya.

Baca juga: Peringatan Hari Guru, Siswa di Parepare Cuci Motor Guru hingga Suapi Tumpeng

 

Bersepeda ke Tanah Suci

Ibu Sani dan Abah Landoeng memperlihatkan nasi dan mi goreng yang legendaris sejak zaman Presiden Soekarno.KOMPAS.com/RENI SUSANTI Ibu Sani dan Abah Landoeng memperlihatkan nasi dan mi goreng yang legendaris sejak zaman Presiden Soekarno.
Pada tahun 2002 saat usianya 76 tahun, Abah Landoeng bersepeda selama 7 bulan ke Tanah Suci untuk berhaji.

Saat itu ia membawa uang Rp 1,2 juta, paspor, dan makanan.

“Di perjalanan, kalau capek, saya istirahat di masjid. Tidur juga sering di masjid,” ungkapnya.

Selama di tanah suci, dia berkeliling Mekah dengan sepeda dan mendapatkan fasilitas hotel mewah dan dermawan. Ia juga mendapatkan donasi tiket pesawat untuk pulang ke Indonesia.

“Tentu banyak cerita yang menyenangkan, ada juga kesedihan. Tapi banyak menyenangkan,” ungkapnya.

Baca juga: Kisah Siti Komariah, Guru Perbatasan di Palembang 2 Tahun Mengajar Tanpa Digaji

Pada tahun 2004, ia kembali bersepeda ke Anceh saat tsunami menerjang kota tersebut. Di Aceh, ia membantu proses trauma healing salah satunya dengan kemampuannya pijat tradisional.

Ia juga beberapa kali menjadi relawan di lokasi bencana.

Saat ini ia tinggal di Cimahi dan memiliki warung kecil di Jalan Mangga No 26, Kota Bandung. Dari rumahnya ke warung, Abah Landoeng masih bersepeda.

Ia mengelola warung "Ibu Sani Landoeng" yang berjualan mi goreng dan nasi goreng legendaris yang disukai oleh Presiden Soekarno.

Hingga hari ini warung beralaskan tanah tersebut menjadi langganan mahasiswa hingga wali kota dan jendral.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Reni Susanti | Editor: Aprillia Ika)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com