Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Guru, 7 Kisah Pendidik di Indonesia, Gaji Rp 75.000 Per Bulan hingga Nyambi Jadi Tukang Foto Keliling

Kompas.com - 25/11/2019, 15:35 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Peringatan Hari Guru di Indonesia setiap 25 November ditetapkan melalui Keputusan Presiden No 78 Tahun 1994.

25 November dipilih karena pada tahun 1945, Kongres Guru pertama kali dilakukan di Surakarta tepatnya pada 24-25 November 1945.

Dalam kongres tersebut organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dibentuk dan dijadikan sebagai Hari Guru Nasional.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim mengatakan merdeka belajar dan kehadiran guru penggerak menjadi poin terpenting dalam peningkatan pendidikan di Indonesia.

Baca juga: Upacara Hari Guru Nasional, Nadiem Bicara Soal Merdeka Belajar dan Guru Penggerak

“Ada dua poin yang terpenting (dari pidato), satu adalah merdeka belajar dan kedua guru penggerak,” kata Nadiem saat upacara Hari Guru Nasional 2019 di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Senin (25/11/2019),

Ia mengatakan Kemendikbud akan membantu sekolah, guru, dan murid untuk bisa merdeka dalam belajar serta mendukung keberadaan guru penggerak di masing-masing sekolah.

“Guru penggerak ini beda dari yang lain dan saya yakin di semua unit pendidikan, baik di sekolah maupun di universitas ada paling tidak minimal satu guru penggerak,” ujarnya.

Selain itu pihaknyanya juga mendorong para guru melakukan inovasi.

Baca juga: Gubernur Edy Rahmayadi: Gaji Naik Jadi Rp 90.000 Per Jam, Guru Honorer Masih Belum Sejahtera

Sementara itu cerita para guru di beberapa wilayah di Indonesia cukup beragam. Di Papua, seorang guru menceritakan bahwa gajinya hanya cukup untuk membeli bensin dan air minum.

Sementara di Flores, seorang guru hanya digaji Rp 75.000 per bulan. Selama 7 tahun ia mengajar di sekolah dengan bangunan darurat.

Berikut 7 kisah para guru di beberapa wilayah di Indonesia:

 

1. Guru pedalaman di Papua tulis surat terbuka

Kondisi anak-anak di Kampung Kaibusene, Mappi, Papua.IRSUL PANCA ADITRA Kondisi anak-anak di Kampung Kaibusene, Mappi, Papua.
Diana Cristian Da Costa Ati (23), seorang Guru Penggerak Daerah Terpencil (GPDT) menulis surat terbuka untuk Menteri Nadiem.

Dalam surat terbuka yang diunggah di lama facebooknya, Cristian bercerita bahwa gaji yang diterima Rp 3,8 juta habis untuk beli air dan minta tanah.

Diana mengajar di SD Inpres Kaibusene, Distrik Haju, Kabupaten Mappi, Papua.

Harga minta tanah di wilayahnya Rp 50.000 per 5 liter dan bensin Rp 150.000 per 5 liter.

Sementara air mineral dibeli dengan harga Rp 100.000 per karton. Kondisi medan yang berawa membuat merka kesulitan mendapatkan air bersih.

Para guru di wilayah tersebut juga memilih mengambil gaji dua bulan sekali karena untuk menyewa perahu ke kota harganya sangat mahal.

"Biasa kita beli air mineral gelas perkartonnya Rp 100 ribu, biasa kita beli 10 dus untuk bertiga selama satu bulan. Kalau pas jalan kaki itu kita bawa satu-satu karton, lalu kita sewa anak murid dua orang untuk bantu kita," kata Diana.

Baca juga: Kisah Guru di Pedalaman Papua, Gaji Habis Beli Air dan Minyak Tanah

 

2. Di Flores, gaji guru honorer Rp 75.000

Foto : Siswa-siswi dan guru saat melakukan aktivitas pembelajaran di bangunan darurat SDN Kepiketik, Desa Persiapan Mahe Kelan, Kecamatan Waigete, Kabuapaten Sikka, Flores, NTT, Jumat (8/11/2019).KOMPAS.COM/NANSIANUS TARIS Foto : Siswa-siswi dan guru saat melakukan aktivitas pembelajaran di bangunan darurat SDN Kepiketik, Desa Persiapan Mahe Kelan, Kecamatan Waigete, Kabuapaten Sikka, Flores, NTT, Jumat (8/11/2019).
Sejak 2013 Maria Marseli (27) menjadi guru honorer di salah satu SD di Desa Persiapan Mahe Kalen, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, Flores, NTT.

Pertama kali mengajar ia mendapatkan gaji Rp 50.000 per bulan.

Kala itu SD tersebut masih berstatus kelas jauh dari SDN Pigang Bekor. Baru pada tahun 2014, status sekolah itu menjadi definitif SDN Kepipetik.

Setelah tujuh tahun berjalan, Maria masih setia melakoni profesinya sebagai seorang guru.

Saat ini ia menerima gaji Rp 75.000 per bulan dan gaji tersebut baru ia terima 3 atau 6 bulan sekali.

"Saya mengabdi dengan tulus di sini. Satu hal yang paling penting adalah masa depan anak-anak. Kalau tidak ada yang mengajar di sini, masa depan anak-anak pasti suram. Anak-anak adalah generasi penerus bangsa ini," kata Maria.

Baca juga: 7 Tahun Jadi Guru di Flores dan Digaji Rp 75.000 Per Bulan: Saya Mengabdi dengan Tulus

 

3. Guru honorer di Samarinda jalan kaki dan nyambi bertani

Guru honorer Bertha Buadera saat mengajari anak muridnya di SD Filial 004 Samarinda Utara di Kampung Berambai, Selasa (12/11/2019).KOMPAS.com/ZAKARIAS DEMON DATON Guru honorer Bertha Buadera saat mengajari anak muridnya di SD Filial 004 Samarinda Utara di Kampung Berambai, Selasa (12/11/2019).
Bertha Bua'dera (56) guru honorer di SD Filial 004 Samarinda Utara harus jalan kaki setiap berangkat mengajar di salah satu kampung di pedalaman.

Bertha sudah 10 tahun mengajar di kampung kecil itu di bagian timur Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Bersisian dengan Desa Bangun Rejo (L3), Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara (Kukar).

Tak jarang dia menemukan ular saat melintasi jalan setapak menyusuri hutan.

Rutinitas itu dijalani Bertha selama 10 tahun sejak 2009.

Saat jadi guru honor pertama kali, Bertha menerima gaji Rp 150.000. Setiap berganti tahun, gaji Bertha naik Rp 100.000.

Hingga kini, ia memperoleh gaji Rp 800.000 setiap bulannya.

Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Bertha dan suaminya bertani dan berjualan di pasar malam,

"Biasa pulang sekolah saya jualan pisang, ubi, dan sayur-sayuran di pasar malam," kata Bertha kepada Kompas.com saat menyambangi sekolah tempat dia mengajar, Selasa (12/11/2019).

Bertha kadang mengeluhkan penghasilannya kepada kepala sekolah SD 004, tetapi diminta bersabar.

Baca juga: Cerita Guru Honorer di Samarinda, Ke Sekolah Jalan Kaki 2 Km, 10 Tahun Mengajar Digaji Rp 800.000

 

4. Guru honorer di Ende, 11 bulan tak digaji

Foto : Sejumlah guru honorer mengadu nasib di ke hadapan DPRD Kabupaten Ende, Flores, NTT, Kamis (21/11/2019).KOMPAS.COM/NANSIANUS TARIS Foto : Sejumlah guru honorer mengadu nasib di ke hadapan DPRD Kabupaten Ende, Flores, NTT, Kamis (21/11/2019).
Pada tahun 2018, Samiyati salah seorang guru honorer di Kabupaten Ende masuk dalam daftar nama Guru Tidak Tetap (GTT).

Ia mendapatkan insentif tambahan dari pemerintah melalui biaya operasional sekolah daerah ( Bosda) selama 4 bulan.

Bosda adalah janji politik pemerintah daerah terhadap guru honorer yang dimulai pada 2018.

Sesuai kebijakan tersebut, guru honorer di pedalaman mendapatkan Rp 1.500.000, guru honorer di wilayah terpencil mendapatkan Rp 1.100.000, dan guru honorer yang ada dalam kota mendapatkan Rp 700.000.

Pada Februari 2019, Samiyati diminta pihak Dinas Pendidikan untuk memasukkan data guru tidak tetap (GTT).

Namun, ternyata nama Samiyati dan beberapa guru lain yang terdaftar sebagai GTT dicoret dari daftar penerima Bosda dalam tahun anggaran 2019.

"Saya baru diberi tahu oleh kepala sekolah bahwa nama saya tiba-tiba tidak dimasukkan dalam daftar GTT yang akan menerima insentif tahun 2019. Ke manakah kami yang tidak digaji selama 11 bulan ini. Nama kami tidak muncul di daftar penerima Bosda 2019, bagaimana sudah nasib kami ini pak," kata Samiyati sambil menangis.

Baca juga: Kisah Samiyati, Guru Honorer di Ende, 11 Bulan Mengajar Tanpa Digaji

 

5. Guru honorer di Pandeglang tinggal di toilet

Nining Suryani (44) menunjukkan isi rumahnya yang menempati bagian toilet sekolah di SDN Karyabuana 3, Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang, Banten, Senin (15/7/2019)KOMPAS.com/ ACEP NAZMUDIN Nining Suryani (44) menunjukkan isi rumahnya yang menempati bagian toilet sekolah di SDN Karyabuana 3, Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang, Banten, Senin (15/7/2019)
Nining Suryani (44), guru honorer di SDN Karyabuana 3, Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang, Banten, terpaksa harus tinggal di toilet sekolah setelah rumahnya roboh karena ambruk.

Bersama suaminya, Ebi Suhaebi (46), dia memodifikasi ruangan toilet sekolah menjadi tempat tinggal sejak dua tahun lalu.

Nining mengaku tidak bisa menyewa rumah dengan kondisi keuangan yang minim. Gaji sebagai guru honorer sebesar Rp 350 ribu tidak cukup untuk menyewa rumah.

Bahkan, untuk memenuhi kehidupan sehari-hari saja masih kurang.

Sementara, suaminya hanya bekerja serabutan dengan penghasilan tidak menentu.

"Gaji saya sebagai guru hanya Rp 350 ribu, cair tiga bulan sekali," kata ibu anak dua ini pada Senin (15/7/2019).

Baca juga: Cerita Guru Honorer di Pandeglang, Dua Tahun Tinggal di Toilet Sekolah karena Rumah Roboh

 

6. Di Bekasi, guru tetap mengajar 2 muridnya

SMP swasta di Bekasi Selatan berusaha bertahan dengan jumlah siswa baru yang hanya 1 digit pada tahun ajaran 2019/2020.KOMPAS.com/VITORIO MANTALEAN SMP swasta di Bekasi Selatan berusaha bertahan dengan jumlah siswa baru yang hanya 1 digit pada tahun ajaran 2019/2020.
Guru SMP swasta di Bekasi tetap mengajar walaupun hanya hanya ada 2 murid di sekolah yang berusia 36 tahun tersebut.

"Karena jumlah siswa menurun, tahun ajaran baru ada 3 guru mundur. Tadinya ada 9 guru, jadinya tinggal 6. Kan mereka mengejar sertifikasi," ujar wakil kepala SMP swasta tersebut saat dijumpai Kompas.com di sekolahnya, Senin (15/7/2019) pagi, bertepatan dengan hari pertama sekolah tahun ajaran 2019/2020.

Enam guru yang bertahan mengajar di sekolah swasta adalah guru-guru senior.

"Guru-guru sudah senior semua, karena ya di situlah jiwanya. Saya paling muda, 23 tahun mengajar di sini. Namanya juga sudah mendarah-daging," ujar wakil kepala sekolah ini.

"Yang lain sudah lama dari 1983. Zaman kelasnya banyak sampai surut kayak sekarang," kenang sang wakil kepala sekolah.

SMP swasta itu dikepung enam sekolah lain di satu komplek. Ada 2 SMP negeri, tiga sekolah swasta, dan satu sekolah berbasis agama di Komplek Perumnas 1 Kayuringin.

"Kita mencoba memberikan yang terbaik saja. Berapa pun yang masuk, kita hantarkan dia sampai selesai," tutup wakil kepala sekolah

Baca juga: Guru SMP Swasta di Bekasi Tetap Bertahan walau Hanya Mengajar 2 Murid

 

7. Bertahan, guru honorer di Jember jadi tukang foto keliling

Inilah SDN Darsono 4, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Ketika Diambil Dari Foto Udara.KOMPAS.com/ DOK SDN DARSONO 4 Inilah SDN Darsono 4, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Ketika Diambil Dari Foto Udara.
Arif Harimardi, seorang guru tidak tetap (GTT) di SDN Darsono 4, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, Jawa Timur harus menempuh perjalanan 10 kilometer untuk mengajar.

SDN Darsono 4 berada di lereng perbukitan curam, dan berada di daerah rawan terjadinya longsor, terutama setelah hujan lebat.

“Biasanya kalau hujan cukup lebat di pagi hari, anak-anak dipulangkan lebih awal, karena khawatir terjadi longsor,” ungkapnya.

Setiap bulan, Arif hanya dibayar Rp 350 ribu, itupun sudah 11 bulan gajinya belum dibayarkan.

“Bagi saya, menjadi guru merupakan panggilan jiwa, sebab mendidik seorang anak merupakan sebuah kewajiban untuk menyiapkan generasi penerus bangsa, honor itu bonus. Jadi, dibayar tidak dibayar, saya tetap mengajar,” cerita Arif pada Rabu (28/11/2018).

Arif menjadi seorang GTT sudah 18 tahun, namun tidak ada kejelasan terkait pengangkatannya sebagai PNS.

“Saya ini sebenarnya masuk pegawai K2, namun kemarin mau ikut ujian CPNS, akhirnya tidak bisa karena usia saya sudah lebih dari 35 tahun,” tambahnya.

Untuk menutupi kebutuhan hidupnya sehari-hari, Arif mengaku nyambi sebagai fotografer keliling.

“Kalau boleh jujur, gaji segitu tidak cukup, apalagi hampir satu tahun saya belum bayaran. Ya, saya akhirnya nyambi jadi fotografer kayak mantenan, wisuda,” katanya.

Baca juga: Kisah Guru Honorer di Daerah Terpencil, Jadi Tukang Foto Keliling demi Bertahan Hidup

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Wahyu Adityo Prodjo, Ariska Puspita Anggraini,
Dhias Suwandi, Nansianus Taris, Zakarias Demon Daton, Acep Nazmudin, Vitorio Mantalean, Ahmad Winarno | Editor: Yohanes Enggar Harususilo, Inggried Dwi Wedhaswary, Dony Aprian, Aprillia Ika, Khairina, Irfan Maullana, Farid Assifa)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com