KOMPAS.com - Peringatan Hari Guru di Indonesia setiap 25 November ditetapkan melalui Keputusan Presiden No 78 Tahun 1994.
25 November dipilih karena pada tahun 1945, Kongres Guru pertama kali dilakukan di Surakarta tepatnya pada 24-25 November 1945.
Dalam kongres tersebut organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dibentuk dan dijadikan sebagai Hari Guru Nasional.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim mengatakan merdeka belajar dan kehadiran guru penggerak menjadi poin terpenting dalam peningkatan pendidikan di Indonesia.
Baca juga: Upacara Hari Guru Nasional, Nadiem Bicara Soal Merdeka Belajar dan Guru Penggerak
“Ada dua poin yang terpenting (dari pidato), satu adalah merdeka belajar dan kedua guru penggerak,” kata Nadiem saat upacara Hari Guru Nasional 2019 di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Senin (25/11/2019),
Ia mengatakan Kemendikbud akan membantu sekolah, guru, dan murid untuk bisa merdeka dalam belajar serta mendukung keberadaan guru penggerak di masing-masing sekolah.
“Guru penggerak ini beda dari yang lain dan saya yakin di semua unit pendidikan, baik di sekolah maupun di universitas ada paling tidak minimal satu guru penggerak,” ujarnya.
Selain itu pihaknyanya juga mendorong para guru melakukan inovasi.
Baca juga: Gubernur Edy Rahmayadi: Gaji Naik Jadi Rp 90.000 Per Jam, Guru Honorer Masih Belum Sejahtera
Sementara itu cerita para guru di beberapa wilayah di Indonesia cukup beragam. Di Papua, seorang guru menceritakan bahwa gajinya hanya cukup untuk membeli bensin dan air minum.
Sementara di Flores, seorang guru hanya digaji Rp 75.000 per bulan. Selama 7 tahun ia mengajar di sekolah dengan bangunan darurat.
Berikut 7 kisah para guru di beberapa wilayah di Indonesia:
Dalam surat terbuka yang diunggah di lama facebooknya, Cristian bercerita bahwa gaji yang diterima Rp 3,8 juta habis untuk beli air dan minta tanah.
Diana mengajar di SD Inpres Kaibusene, Distrik Haju, Kabupaten Mappi, Papua.
Harga minta tanah di wilayahnya Rp 50.000 per 5 liter dan bensin Rp 150.000 per 5 liter.
Sementara air mineral dibeli dengan harga Rp 100.000 per karton. Kondisi medan yang berawa membuat merka kesulitan mendapatkan air bersih.
Para guru di wilayah tersebut juga memilih mengambil gaji dua bulan sekali karena untuk menyewa perahu ke kota harganya sangat mahal.
"Biasa kita beli air mineral gelas perkartonnya Rp 100 ribu, biasa kita beli 10 dus untuk bertiga selama satu bulan. Kalau pas jalan kaki itu kita bawa satu-satu karton, lalu kita sewa anak murid dua orang untuk bantu kita," kata Diana.
Baca juga: Kisah Guru di Pedalaman Papua, Gaji Habis Beli Air dan Minyak Tanah
Pertama kali mengajar ia mendapatkan gaji Rp 50.000 per bulan.
Kala itu SD tersebut masih berstatus kelas jauh dari SDN Pigang Bekor. Baru pada tahun 2014, status sekolah itu menjadi definitif SDN Kepipetik.
Setelah tujuh tahun berjalan, Maria masih setia melakoni profesinya sebagai seorang guru.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.