Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Air Bersih Masih Terjadi di Kulon Progo

Kompas.com - 20/11/2019, 15:55 WIB
Dani Julius Zebua,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

KULON PROGO, KOMPAS.com - Warga Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, belum keluar dari persoalan kekeringan dan krisis air bersih.

Dusun Crangah di Desa Hargotirto, Kecamatan Kokap, merupakan salah satu daerah yang terdampak kekeringan ekstrem.

Warga tidak memiliki air bersih lagi sejak berbulan-bulan. Sumur-sumur dan sumber air lain sudah tidak mengeluarkan air.

Warga kini hanya mengandalkan air kiriman bantuan pemerintah, membeli atau mengambil sendiri di sungai yang belum kering benar. 

"Saat seperti ini, kami hanya bisa menunggu kayak begini. Kalau penting sekali, misal harus mencuci baju anak sekolah, turun sebentar (dari gunung) ambil air (di sungai) bawa pulang untuk cuci baju sekolah," kata Fatma, warga Crangah, Selasa (19/11/2019).

Baca juga: Kekeringan, Warga Berjuang Mengais Air dari Lubang Tanah

Fatma menceritakan, bantuan air bersih memang ada saja secara berkala.

Bantuan datang dari banyak pihak. Misalnya dari seorang warga Hargotirto yang baik hati menyuplai tiap 5 hari sekali sebanyak sekitar 5.000 liter air.

Pemerintah melalui Palang Merah Indonesia (PMI) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) kerap mengirimkan 5.000 liter air setiap 2-4 pekan sekali. 

Namun, kebutuhan warga memang cukup tinggi.

Ribuan liter air yang ditampung pada kolam darurat selalu habis dalam setengah hari. 

"Jam 06.00 diisi, tengah hari biasanya sudah habis," kata Fatma.

Crangah berada pada kontur terjal Bukit Menoreh. Jalan beton menuju ke dusun terbilang kecil dan tidak mulus.

Banyak jurang dan tebing di kanan kiri. Warga membangun rumah juga di antara jurang dan tebing itu.

Warga Crangah lain bernama Nartono (44) menceritakan, kondisi ini terasa sejak 8 bulan lalu.

Ia terpaksa mencari atau mengambil air dari lokasi yang lebih rendah.

Beda lagi dengan Seniyem (45). Ia mengalirkan air dari kedung air di pegunungan dengan menggunakan selang 0,5 inci.

Ia mengalirkannya secara gravitasi sejauh 1,2 kilometer. 

Seniyem mengatakan, cara ini lebih praktis karena air tetap bisa mengalir meski musim hujan maupun kering.

Kesulitan membuat jaringan selang hanya pada biaya pengadaan hingga minimal Rp 1 juta. 

Kesulitan lain, kata Seniyem, dirinya harus memeriksa setiap saat sambungan selang. 

"Ya seperti ini. Setiap mencari rumput saya periksa sambungan. Setiap hari. Apalagi kalau ada yang putus, malam pun saya cari," kata Seniyem.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com