Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hutan Larangan, Kampung Adat Cireundeu, dan Ancaman Pembangunan

Kompas.com - 20/11/2019, 09:57 WIB
Agie Permadi,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Gemerisik dedauan kala itu menjadi latar perjalanan kami meniti jalur menuju Gunung Puncak Salam di wilayah Kampung Adat Cireundeu, Kelurahan Lewigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, beberapa waktu lalu.

Leweung (hutan) tutupan yang asri berubah gersang akibat kemarau panjang.

Sebulan kebelakang, api membakar pepohonan di sekitarnya. Puluhan hektar lahan hutan terbakar dan menyisakan arang pepohonan.

Belum diketahui penyebab kebakarannya, karena tangan jahil ataukah terbakar secara alami.

Kompas.com mencoba menjajal Gunung Puncak Salam yang berada di wilayah leweung Larangan.

Perjalanan kami tak lain untuk melihat leweung larangan yang di sakralkan kampung adat Cireundeu.

Perjalan kami ini ditemani Kang Entri (35) dan anaknya, yang merupakan warga kampung adat Cireundeu yang masih memegang teguh adat budaya setempat.

Kampung Adat Cireundeu diketahui merupakan kampung yang sebagian warganya memeluk dan memegang teguh kepercayaan Sunda Wiwitan sampai saat ini.

Awal perjalan kami dimulai dari "Bale Saresehan". Tas dan peralatan yang kami bawa dititipkan di imah panggung, termasuk alas kaki atau sepatu.

Pasalnya, berdasarkan aturan adat setempat bagi siapapun yang hendak mendaki gunung itu harus menanggalkan alas kaki.

Masyarakat adat percaya bahwa alam dan manusia itu satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan.

Menurut Entri, ada dua ibu di dunia ini, yakni ibu yang mengandung dan ibu yang tidak mengandung.

Baca juga: 14 Rumah di Kampung Adat Lebak Terbakar

Alam merupakan perwujudan dari ibu yang tidak mengandung, yang memiliki peran sama yakni memberikan kehidupan.

Menanggalkan alas kaki merupakan suatu perhormatan masyarakat ada terhadap ibu atau hutan yang memberinya penghidupan.

"Alam ini kalau di adat mah ibu yang tak mengandung. Dia memiliki peran sama memberi air susu, menyediakan makanan dan minuman. Di adat, kita mendekatkan dan merekatkan diri dengan ibu yang tak mengandung atau alam," ujar Entri.

Hanya berbekal kamera, perjalanan pun dimulai. Entri kemudian mengarahkan kami menuju jalur pendakian.

Memasuki leweung baladahan, tampak lahan bercocok tanam warga yang ditanami pohon singkong dan sejumlah pohon umbian lainnya.

Singkong merupakan makan pokok masyarakat kampung adat Cireundeu. Mereka mengolahnya menjadi rasi (beras singkong). Kebiasaan itu sudah dilakukannya sejak puluhan tahun silam.

Kang Entri (35) dan anak lelakinya memasuki hutan tutupan di Gunung Puncak Salam di wilayah Kampung Adat Cireundeu, Kelurahan Lewigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi. Tampak petunjuk memasuki jalur gunung.KOMPAS.COM/AGIE PERMADI Kang Entri (35) dan anak lelakinya memasuki hutan tutupan di Gunung Puncak Salam di wilayah Kampung Adat Cireundeu, Kelurahan Lewigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi. Tampak petunjuk memasuki jalur gunung.
Tiba pada sebuah jembatan bambu kecil yang menghubungkan ke hutan selanjutnya. Entri mengatakan, jembatan ini menjadi penanda bagi siapapun untuk menanggalkan alas kaki ketika memasuki leweung.

"Nah, di sini batasnya, alas kaki harus dilepas," Kata Entri seraya menunjuk jembatan kecil terbuat dari bambu yang merupakan batas memasuki hutan.

Tanpa alas kaki, kami pun berjalan menyusuri jalur yang ada. Cukup sulit bagi mereka yang tak biasa berjalan tanpa alas kaki, Rasa nyeri sesekali terasa ketika menginjak bebatuan, kerikil, dan ranting kering di sepanjang jalur.

Namun, hal itu merupakanb sensasi tersendiri yang dirasakan, bagaimana perjuangan ke puncak tanpa alas yang melindungi kulit kaki.

Jalan menanjak dan cukup terjal, di kanan dan kiri tumbuh pepohonan dan bambu.

Hanya saja saat itu tampak gersang, karena pengaruh cuaca kemarau dan sempat terjadi kebakaran hutan.

Ranting dan dedaunan gugur menutupi jalan setapak yang kami lalui. Tampak tumbuh tunas baru di sekitar serakan daun kering itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com