Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tangannya Menggantung-gantung Patah Belasan Tahun, tapi Sonto Wiryo Tetap Semangat Bekerja

Kompas.com - 20/11/2019, 09:10 WIB
Dani Julius Zebua,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

Penyembuhan pada luka dalam itu membuat Sonto terlambat untuk mengembalikan tangannya yang patah jadi dua. Awalnya tangan itu hanya digibs. Tulang malah tidak menyambung secara sempurna. 

Akibat kecelakaan kerja itu, Sonto juga sampai kehilangan suaranya. "Yang tersisa adalah suaranya yang parau," kata Nartono.

Lebih 19 tahun berlalu, Sonto mengaku tidak perlu lagi ada kesembuhan dan pemulihan pada tangan kanannya. Ia akan membiarkannya seperti apa adanya.

"Mboten. Ora (tidak mau/tidak perlu disembuhkan)," katanya sambil geleng-geleng. Lagi-lagi ia menjawab sambil tersenyum simpul. Ia juga memastikan patahan itu tidak lagi sakit, ngilu, kram, atau pedih. 

Ia bahkan diam saja ketika lengan patah itu diraba, dipegang bahkan ditekan. Hanya orang lain yang memandang terbelalak seolah ikut  merasa ngilu. 

Lagipula tangan kiri sudah bisa menjadi andalan baik untuk menyabit, memacul, memanggul. Tangan kanan memang masih bisa digunakan meski tidak sempurna. Ia hanya memakai tangan kanan untuk menahan dengan tekanan ringan saja.

"Lengan kanan ini hanya untuk nglawehi atau membantu. Kiri yang utama. Kalau mau salaman, yang kiri mengangkat dan membantu tangan kanan," kata Nartono.

Nartono menilai, Sonto mungkin sudah merasa nyaman dengan keadanya sekarang sehingga tidak perlu lagi ada rekayasa tulang padanya.

Baca juga: Derita Rosma, Bocah Penderita Lumpuh yang Ditelantarkan Ibu Kandung

Tinggal di dusun ekstrem, terima PKH

Dusun Crangah berada di kemirigan lereng Bukit Menoreh. Jalan menuju dusun terbilang ekstrem karena terjal dan banyak semenisasi yang rusak berat. Jalan semen itu sempit dengan jurang dan tebing di kanan kiri. Dusun ini beberapa kali jadi langganan longsor saat musim hujan. 

Rumah terlihat jauh di bawah jurang maupun di atas tebing. Satu rumah ke lainnya terpisah kebun lebar. Rumah Sonto juga berada di tebing yang curam. 

Sonto dan Sajikem tinggal di sana sejak awal. Keduanya ditemani anak dan cucunya kini.

Mereka tinggal di rumah sederhana dari dinding kayu dan asbes. Semuanya tertata baik. Kandang kambingnya juga terlihat rapi di halaman depan rumah yang bersih.

Lantainya separuh sudah semen halus. Semua terlihat rapi juga bersih. "Rumah bikin sendiri. Dinding sendiri. Membangun sendiri. Lantai ini (semen) dibantu anak-anak," kata Sajikem.

Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) untuk Desa Hargotirto, Rina Rohman Iyati mengungkapkan, kehidupan Sonto dan Mujikem mendapat perhatian pemerintah lewat bantuan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia.

Lansia ini memperoleh bantuan tunai yang disalurkan 4 kali dalam satu tahun dengan total Rp 5.000.00 untuk tahun 2019. Bantuan lain, kata Rina, juga mengalir dari pemerintah daerah. 

Terdapat 596 keluarga penerima manfaat PKH di desa ini, baik untuk kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan bagi penyandang disabilitas dan lansia. Masing-masing punya latar belakang iba sebagai keluarga miskin.

Khusus untuk lansia, menurut Rina, bantuan pemerintah sejatinya untuk menjaga kualitas kesehatan dan gizi lansia agar mereka bisa terus beraktivitas secara baik di usia senja. 

"Salah satunya bisa rutin cek kesehatan atau ke posyandu (lansia). Dengan harapan, mereka tetap bisa hidup secara terawat dan tidak tersia-sia," kata Rina via telepon, Selasa (19/11/2019). 

Baca juga: Kisah Fendi, Derita Penyakit Misterius 4 Tahun Terbaring Kaku Seperti Kayu

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com