Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dedi Mulyadi: Pilkada Langsung Rawan Politik Uang, Memang Pilkada oleh DPRD Tidak?

Kompas.com - 18/11/2019, 19:41 WIB
Putra Prima Perdana,
Farid Assifa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi menilai kerawanan pilkada langsung dengan pemilihan kepala daerah oleh DPRD sama saja. 

Namun setidaknya, pilkada langsung memiliki kelebihan, yakni kepala daerah yang terpilih benar-benar hasil kehendak mayoritas rakyat.

Sementara, kepala daerah yang dipilih oleh DPRD belum tentu dikehendaki oleh masyarakat banyak.

Selain itu, kata Dedi, saat dipilih oleh rakyat, para calon kepala daerah berebut simpati dengan menunjukkan prestasi terbaik. Sementara ketika dipilih oleh DPRD, kepala daerah cukup loyal pada legislator saja. 

"Cukup menyenangkan anggota DPRD saja, kepilih tuh dua periode," kata Dedi dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Senin (18/11/2019).

Baca juga: Mendagri Ingin Ada Kategori Daerah Siap dan Tak Siap Gelar Pilkada Langsung

Terkait kerawanan dalam pilkada langsung, Dedi mengatakan, mestinya dicari jalan solusi, bukan mengubah sistem baik yang telah berjalan.

"Biasanya pilkada langsung rawan politik uang. Apa memang pilkada oleh DPRD juga tidak rawan politik uang?" kata Dedi.

 

Mantan bupati Purwakarta dua periode ini menyebut saat kepala daerah dipilih oleh DPRD, sengketa yang sampai menimbulkan pembakaran kantor wakil rakyat pernah terjadi.

"Karena ketika tidak sesuai dengan kehendak rakyat sasarannya jelas dan bisa dimobilisasi oleh calon yang kalah. Makin ke sini justru konflik semakin berkurang karena sengketa dibawa ke Mahkamah Konstitusi," ucap dia.

Perihal biaya yang mahal, Dedi menilai Mendagri tak bisa memukul rata. Karena ada karakteristik daerah yang berbeda-beda.

Selain itu tak menjamin pemilihan di DPRD juga akan minim biaya dan terbebas dari perilaku politik uang. Dia menegaskan dua-duanya sama-sama rentan.

"Begitu juga ketika dihubungkan dengan perilaku koruptif kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Banyak juga pejabat yang korupsi tapi bukan karena dipilih oleh rakyat," ucap dia.

Oleh karena itu, Dedi menilai hendaknya semua pihak menjunjung tinggi proses demokrasi yang saat ini sudah berjalan dengan baik.

Meski tak menampik banyak yang perlu dievaluasi, tetapi Pilkada langsung masih efektif, dan rakyat sudah mulai terbiasa.

Kandidat yang maju pun sudah teruji karena sebelum mencalonkan diri kapasitas mereka diukur oleh popularitas dan elektabilitas.

"Tidak juga faktor uang itu satu-satunya, elektabilitas yang penting. Kalau hanya faktor uang, punya uang enggak ada elektabilitas juga ya buang uang ke laut. Elektabilitas itu muncul dari kepercayaan publik. Kalau punya elektabilitas tanpa money politic pun bisa menang," ucap dia.

Proses ini pun cukup membuat penyaringan calon kepala daerah berjalan baik. Di Jabar misalnya, Dedi kokoh pada elektabilitas sebelum menentukan calon yang maju.

"Tidak ada yang ribut, tidak ada pendaftaran pun enggak apa-apa kalau elektabilitasnya baik. Sebaliknya kalau dari DPRD terjadi sentralisasi. Semuanya berebut pengaruh pusat," ucap dia.

Baca juga: Mendagri Tegaskan Pilkada Langsung Perlu Dievaluasi, Bukan Diwakilkan DPRD

Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian mempertanyakan apakah Pilkada langsung masih relevan saat ini. Dia menilai, pilkada langsung lebih banyak mudarat daripada manfaat. 

Ongkos yang dikeluakan calon kepala daerah dalam pilkada langsung sangat mahal. Hal itu menjadi penyebab banyaknya kepala daerah terjerat korupsi karena ingin mengembalikan modal pilkada yang sangat besar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com