Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fakta Upacara Piodalan di Bantul "Dibubarkan" Warga: Umat Hindu Butuh Rumah Ibadah

Kompas.com - 15/11/2019, 06:36 WIB
Rachmawati

Editor

Warga, klaimnya, sempat mengambil kesimpulan mereka melakukan kegiatan ritual "yang tidak jelas". Karena itulah, timbul kecurigaan apa yang dilakoni Utiek dan puluhan orang tersebut adalah sesat.

"Kalau itu [doa] masuk aliran yang tidak jelas, dikhawatirkan misalnya ada aliran yang sesat."

Baca juga: Ini Wacana Bupati Bantul Cegah Kasus Intoleransi Kembali Terulang di Wilayahnya


'Umat Hindu butuh rumah ibadah'

Ketua Parisada Hindu Dharma (PHDI) di Provinsi Yogyakarta, Made Astra, mengatakan umat Hindu di Bantul terpaksa beribadah maupun berdoa di rumah karena ketiadaan rumah ibadah.

Padahal semestinya segala kegiatan peribadatan termasuk doa kepada leluhur seperti yang dilakukan Utiek Suprapti, dilakukan di pura.

"Sebaiknya itu di pura supaya sesuai dengan peruntukkannya," kata Made Astra.

Akan tetapi jumlah umat Hindu di Bantul tak mencukupi syarat mendirikan rumah ibadah.

Dalam catatan PHDI, di Kabupaten Bantul setidaknya ada 150 penganut Hindu. Tapi di tiap desa, jumlahnya tidak sampai sepuluh orang, sementara Peraturan Bersama Menteri mensyaratkan pendirian rumah ibadah minimal didukung 90 penganut sesuai tingkat batas wilayah.

Baca juga: Buya Syafii: Tangkal Intoleransi dan Radikalisme, Pelajaran Agama Jangan Cuma Penuhi Ranah Pengetahuan

"Ya tentu jadi sulit. Karena itu ingin mendirikan rumah ibadah karena kebutuhan umatnya. Sekarang terbentur dengan jumlah umat yang tidak memenuhi persyaratan di undang-undang."

Karena itu, menurutnya, permasalahan ini bisa selesai jika umat Hindu diberi kemudahan mendirikan rumah ibadah. Dengan begitu, tak lagi berdoa di rumah dan menimbulkan kecurigaan.

"Kalau sudah ada pura, tidak perlu memberitahu dan meminta izin. Solusinya harus ada rumah ibadah.

"Kalau kita sembahyang minta izin atau beritahu, kan repot. Sehari harus berapa kali?"

Baca juga: Cabut Izin Mendirikan Gereja, Bupati Bantul Digugat

 

Wakil bupati Bantul: Tidak ada kasus intoleransi

Anggota Bhabinkamtibmas dan Babinsa bersama rombongan mendengarkan penjelasan tokoh agama Buddha di vihara saat berkeliling mengunjungi tempat ibadah di kampung toleransi di Temanggung. ANTARA FOTO/Anis Efizudin Anggota Bhabinkamtibmas dan Babinsa bersama rombongan mendengarkan penjelasan tokoh agama Buddha di vihara saat berkeliling mengunjungi tempat ibadah di kampung toleransi di Temanggung.
Wakil Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, mengklaim apa yang terjadi pada Utiek Suprapti hanyalah persoalan miskomunikasi, bukan intoleransi. Menurutnya, kecurigaan warga adalah wajar karena setiap desa memiliki aturan yang berbeda.

"Kalau kampung digunakan dan tiba-tiba ada acara begitu warga tidak mengerti kan. Jadi soal komunikasi saja, jangan dibesar-besarkan, seolah-olah kasus intoleransi," kata Abdul Halim kepada BBC News Indonesia, Rabu (13/11/2019).

Kendati demikian catatan Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI) DIY menemukan, kasus intoleransi kebebasan beragama lebih sering terjadi di Bantul dibanding dengan kabupaten lainnya di Provinsi D.I. Yogyakarta.

Baca juga: Siswa SMK di Bantul Ciptakan Inovasi Alat Deteksi Dini Longsor

Lembaga itu menyebut sepanjang tahun 2016-2018 terjadi delapan kasus intoleransi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com