Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Penyintas Bencana Tanah Bergerak: "Ngeri, Waktu Hujan Deras Air Masuk Retakan Tanah..."

Kompas.com - 14/11/2019, 21:04 WIB
Budiyanto ,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

SUKABUMI, KOMPAS.com - Nasib warga penyintas bencana tanah bergerak di kaki perbukitan Gunung Walat, Kampung Benda, Desa Sekarwangi, Kecamatan Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat kondisinya memprihatinkan.

Kini dua keluarga penyintas itu sudah tidak menghuni tenda pengungsian yang didirikan di sekitar lokasi.

Satu di antara keluarga malah kembali ke rumahnya yang dalam kondisi terancam. Sedangkan satu keluarga menumpang di rumah keluarganya.

Padahal, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi yang menyelidiki dan mengkaji pada Rabu (9/10/2019) merekomendasikan dua rumah agar direlokasi ke tempat yang aman dari ancaman gerakan tanah.

Rekomendasi teknis ini tertuang dalam surat berkop Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral - Badan Geologi bernomor 1.643/45/BGL.V/2019 dengan hal laporan pemeriksaan gerakan tanah dii Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Surat tertanggal 21 Oktober 2019 itu ditujukan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Gubernur Jawa Barat dan Bupati Sukabumi yang ditandantangani Kepala PVMBG Kasbani.

Baca juga: Bencana Tanah Bergerak Kembali Terjang Sukabumi, 2 Rumah Rusak, Dalam Retakan Capai 5 Meter

Nekat kembali ke rumah

"Sudah tiga minggu kembali mengisi rumah, di tenda hanya seminggu karena istri saya sakit-sakitan dan kedinginan terus," ungkap Awan (50) saat berbincang dengan Kompas.com di halaman rumahnya, Minggu (10/11/2019) lalu.

Dia menuturkan terpaksa kembali ke rumahnya meskipun dalam kondisi terancam ambruk.

Di dalam rumah terdapat bekas retakan tanah memanjang dari depan rumah ke bagian belakang sekitar 8 meter, lebar 40 sentimeter dengan kedalaman mencapai 5 meter.

"Ngeri sih ngeri, apalagi waktu hujan deras turun,  airnya masuk ke dalam retakan tanah. Padahal semua retakannya itu sudah berkali-kali ditimbun tanah," tutur buruh pembuat batu bata di kampungnya ini.

Sebenarnya, dia melanjutkan berkeinginan memindahkan rumah berdinding bilik bambunya itu ke tempat lebih aman.

Namun tidak menpunyai biayanya untuk membeli lahan tanahnya. Dia pun menunggu dari pemerintah tapi belum ada.

"Jangankan beli tanah, penghasilan sehari-hari saja hanya cukup makan berdua sama istri. Apalagi lahan rumah ini juga tanah desa" kata Awan yang setiap harinya berpenghasilan rata-rata Rp 50 ribu.

Baca juga: Tanah Bergerak di Gunung Walat Sukabumi, Warga Mulai Mengungsi

Ingin pindah

Warga penyintas lainnya, Yaya (43) juga mengungkapkan hal sama ingin pindah ke tempat yang lebih aman. Namun tidak mempunyai biaya untuk membeli tanah dan membangun rumahnya.

"Ingin pindah dari sini tapi bagaimana, saya juga bingung. Uang gak ada tempat gak punya, rumah ini juga dibangun di tanah desa," ungkap Yaya istri dari Maman Sulaeman (76).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com