Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asyiknya Sepak Bola Egrang, Olahraga Sekaligus Lestarikan Budaya

Kompas.com - 14/11/2019, 06:05 WIB
Dani Julius Zebua,
Khairina

Tim Redaksi

KULON PROGO, KOMPAS.com - Ricky Aji P. (15) lincah bermain egrang. Dengan bodi kekar dan tinggi kurang dari 160 sentimeter, egrang itu seperti kakinya sendiri. 

Ricky bisa mengejar bola dengan langkah cepat dan lebar. Mendadak berhenti, mengontrol bola, dan menendangnya keras. 

Anak pedagang sayur ini tidak pernah jatuh dari egrang sepanjang bermain sepak bola pada Lomba Budaya Kemataraman yang berlangsung di alun-alun Wates, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (13/11/2019).

"Harus bisa mengontrol bola dan menendang. Karena sudah biasa, hasilnya bagus," kata Ricky usai timnya menang 2-0 dalam salah satu babak penyisihan. 

Baca juga: Kendal Siap Masyarakatkan Dagongan dan Egrang untuk Tarik Wisatawan

Sebanyak 25 tim asal SMP dan MTs se-Kulon Progo ambil bagian dalam pertandingan sepak bola pakai egrang ini. Semuanya tim putra.

Ricky pelajar SMP Negeri 1 Panjatan. Bersama belasan teman sebaya di sekolah itu, mereka latihan sepanjang 6 minggu untuk ikut lomba ini. 

Egrang dikenal juga sebagai enggrang atau jangkungan. Sejatinya ini permainan tradisional berupa berdiri dan berjalan menggunakan galah bambu.

Beberapa tahun belakangan, egrang kembali banyak dimainkan dalam kegiatan HUT RI tiap 17 Agustus di kampung-kampung. 

Egrang dengan galah bambu dikenalkan di dunia pendidikan Kulon Progo sebagai kegiatan ekstra kulikular sekolah.

Permainan ini dan banyak permainan tradisional lain merupakan bagian dari budaya kemataraman yang penuh nilai-nilai budaya Jawa.

Permainan egrang tidak cuma berjalan dan berdiri pada galah. Beberapa sekolah mengemasnya menjadi olahraga sepak bola. 

"Kami berlatih di sekolah pakai bola keras (bola kulit seperti dalam sepak bola)," kata Tino Aminudin, pelajar SMP 1 Panjatan.

Sepak bola egrang mulai dikenal masyarakat Kulon Progo ketika digelar sebagai sport exhibition pada HUT Kulon Progo pada tahun 2018. Setahun tidak terdengar kabarnya, kini muncul dalam dalam pertandingan antar sekolah. 

Koordinator Lomba, Suwando menceritakan, sepak bola egrang sendiri terinspirasi permainan futsal. Maka dibikinlah lapangan kecil ukuran 25x18 meter.

Di sana berhadapan dua tim  yang masing-masing terdiri lima orang pemain utama dengan 5 cadangan. Mereka bertanding sepanjang 2x10 menit. 

Peraturannya mirip futsal. Mereka yang mencetak gol paling  banyak sepanjang permainan dinyatakan sebagai pemenang. Bila berakhir seimbang, kemenangan ditentukan adu penalti.

"Setelah dicoba ternyata permainan ini asyik," kata Suwando.

Baca juga: Egrang, Salah Satu Nomor yang Dipertandingkan di Tafisa Games 2016

Penampilan pelajar ketika bermain sepak bola egrang menarik perhatian. Suwando mengungkap, peserta wajib mengenakan baju adat Jawa. Penampilan ini mendukung nilai-nilai budaya. 

Mereka memakai celana cinde atau panji yang selutut, kain batik yang dilipat secara khas terikat sabuk pada pinggang. Mereka mengenakan baju surjan. Mereka tidak lupa memakai ikat kepala atau blangkon. 

"Penampilan jadi seperti prajurit Jawa. Mereka pakai sapit urang supaya memudahkan bergerak," kata Suwando.

Guru Olahraga SMP Negeri 2 Pengasih, Budiman mengaku optimis perkembangan permainan seperti ini di Kulon Progo.

Pasalnya, pemerintah terus mendorong kearifan lokal dimasyarakatkan, termasuk budaya kemataraman di kalangan pelajar, sebagai bagian dari keistimewaan Provinsi DIY. 

Pelajar sebagai generasi penerus berpotensi menyebarkan, mengembangkan, maupun mempertahankan, setidaknya di Kulon Progo dan DIY pada umumnya.

"Ke depan, permainan seperti ini akan terus berkembang, setidaknya di Kulon Progo," kata Budiman.

Ricky mengungkapkan harapan serupa. Ia mengenal egrang sejak duduk di bangku sekolah dasar, 3 tahun silam, sebagai permainan mengasyikkan dan menantang. Ia ingin permainan ini terus ada di waktu depan.

"Saya berharap (terus lestari) ada dan tidak punah. (Lewat permainan ini) saya ingin membanggakan sekolah," katanya. 

Karenanya persiapan Ricky sangat berbeda dibanding yang lain. Ia membuat sendiri egrang yang khusus menunjang permainan bolanya.

Ia melilitkan karet ban dalam pada galah sebagai pegangan tangan dan pijakan kaki agar bambu tidak melukai.

"Apalagi kalau pecah bisa bahaya," kata Ricky.

Persiapan Ricky tidak hanya soal membuat pengaman pada bambu egrang. Ia juga memberi pelindung pada kedua lututnya, yang menurut dia kalau pun terjatuh tidak seberapa cidera.

Tim SMP asal Panjatan ini juga menyiapkan puluhan egrang cadangan, baik disediakan sekolah maupun pribadi pelajar. 

 

Lestari budaya

Pendidikan Budaya Kemataraman di Kulon Progo punya banyak cabang. Olahraga tradisional atau juga disebut krida kemataraman merupakan salah satunya. 

Cabang lain, menurut Suwando, ada sastra, kriya, hingga seni kemataraman. Cabang-cabang itu berkembang di sekolah dalam ekstra kulikular dan ada yang dipertandingkan dalam Lomba Budaya Kemataraman.

Khusus krida kemataraman sebenarnya terdapat 9 nomor olahraga. Selain sepakbola egrang ada pula balap lari pakai egrang, bentik lompat tali, keraton keratonan yang membebaskan tawanan, gobak sodor, dan lainnya. 

Dinas Pendidikan dan Olahraga Kulon Progo mendorong pelaksanaan tiga nomor di antaranya dipertandingkan pada Lomba Budaya Kemataraman 2019 ini. Ketiganya yakni balap lari egrang, sepak bola egrang dan gobak sodor. 

Sebanyak 2006 pelajar SM dan MTs se-Kulon Progo ikut serta. "Ini pertama kali berlangsung di Kulon Progo," kata Suwando yang guru olahraga dari SMPN 2 Kalibawang. 

Suwando menyatakan, ini bagian dari upaya pemerintah dalam melestarikan budaya dan tradisi.

Mereka meyakini olahraga tradisional dan cabang lain akan terus mengakar dan berkembang di masyarakat di hari depan lewat pelajar sebagai generasi penerus.

"Ini nguri-uri kabudayan atau melestarikan budaya lewat pelajar. Kenapa pelajar. Karena mereka adalah aset masa depan di mana mereka akan terus melatih diri," kata Suwando.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com