Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan dan Klarifikasi Warga di Balik Video Polisi Bersimpuh yang Viral

Kompas.com - 13/11/2019, 14:28 WIB
Abba Gabrillin

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Aliansi Peduli Rakyat Salipolo- Bababinanga dan DAS Saddang Pinrang, Sulawesi Selatan, memberikan klarifikasi dan penjelasan mengenai persoalan di balik video viral polisi yang bersimpuh di hadapan warga.

Dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (13/11/2019), Aliansi menjelaskan bahwa berdasarkan fakta lapangan, warga Desa Salipolo awalnya mendatangi lokasi tambang untuk menghentikan aktivitas pertambangan.

Sebab, menurut warga, pertambangan itu saat ini masih menjadi polemik dan masih dalam proses peninjauan kembali.

Namun, saat tiba di lokasi, warga justru dihadang oleh oknum preman dan diserang dengan senjata tajam.

Perbuatan oknum yang diduga sebagai preman suruhan dari pemilik tambang itu mengakibatkan salah seorang warga bernama Hasbullah (55 tahun) mengalami luka tebasan di tangan dan di bagian paha.

Tebasan senjata tajam oleh pihak yang diduga preman itu menyulut kemarahan warga.

Akhirnya, warga membalas memukul preman tersebut dengan kayu yang mereka bawa.

Preman tersebut mencoba melarikan diri, sampai terjatuh dan dikerumuni oleh warga.

Menurut Aliansi, bukan hanya Iptu Akbar yang berusaha menenangkan situasi.

Warga yang berada di lokasi juga melerai warga yang lainnya, agar tidak melukai oknum preman tersebut.

Baca juga: Viral Video Kapolsek Bersimpuh di Hadapan Massa yang Bawa Golok

Merusak lingkungan dan mengancam keselamatan

Menurut Aliansi, warga menolak pertambangan bukan hanya karena pertambangan PT Alam Sumber Rezeki (ASR) yang dianggap ilegal, tetapi juga karena pertambangan di daerah aliran sungai (DAS) Saddang dapat merusak lingkungan dan menyebabkan ruang hidup masyarakat terancam.

Apalagi, warga Desa Salipolo, Kecamatan Cempa dan warga Desa Bababinanga, Kecamatan Duampanua, telah mengalami trauma akibat banjir besar.

Masyarakat khawatir pertambangan akan berdampak pada terjadinya banjir, abrasi, dan longsor yang dapat menenggelamkan kampung, seperti yang terjadi pada 1998 dan 2010.

Kondisi itu menyebabkan peristiwa besar yang menyebabkan tanah-tanah masyarakat, tambak, kebun, pemukiman dan fasilitas sosial hilang akibat arus sungai yang meluap.

Kerugian yang diderita warga saat itu mencapai puluhan miliar rupiah.

Penolakan sejak 2017

PT ASR pertama kali masuk dan melakukan aktivitas pertambangan di muara Sungai Saddang pada November 2017.

Aktivitas diawali dengan masuknya 6 buah kapal milik perusahaan melalui muara sungai di Desa Bababinanga, Kecamatan Duampanua. Hadirnya kapal tersebut mengagetkan masyarakat.

Berbagai penolakan dan mediasi terjadi selama kurun waktu 2017 hingga 2019. Proses tersebut melibatkan warga, kepolisian dan pemerintah daerah setempat.

Terakhir, pada 4 November 2019, PT ASR kembali memasukkan 2 unit alat berat ke lokasi pertambangan di Desa Salipolo.

Keesokan harinya, pukul 09.00 WITA, 2 unit alat berat tersebut melakukan aktivitas pertambangan (pengerukan pasir).

Warga pun mendatangi lokasi pertambangan untuk meminta kepada penambang agar menghentikan aktivitas pertambangan.

Namun, di lokasi, warga dihadang oleh oknum yang diduga preman suruhan PT ASR. Preman tersebut melukai seorang warga, sehingga menyulut kemarahan massa.

Oknum preman tersebut mencoba menghindari warga yang marah dengan melarikan diri dan akhirnya terjatuh.

Oknum tersebut kemudian dikerumuni oleh warga yang marah.

Sebagian warga mencoba menenangkan dan melerai warga lainnya yang marah atas kelakuan oknum preman tersebut.

Saat itu pula Iptu Akbar juga mencoba melerai warga yang marah dengan bersimpuh dan memohon.

Baca juga: Cerita Warga soal Terduga Teroris yang Ditangkap di Kampar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com