Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Guru Honorer di Samarinda, Ke Sekolah Jalan Kaki 2 Km, 10 Tahun Mengajar Digaji Rp 800.000

Kompas.com - 13/11/2019, 07:41 WIB
Zakarias Demon Daton,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

Satu murid duduk di kelas I. Tiga murid duduk di kelas II, III, IV, dan V, sedangkan kelas VI ada empat murid.

Baca juga: IGI: Gaji Guru Honorer Rp 100 Ribu per Bulan Menghina Profesi Guru

 

Mengajar di pedalaman memang makan hati...

Sekolah ini hanya satu gedung, dibagi tiga ruang sekat tripleks. Satu ruang guru, dua ruang sisanya untuk belajar mengajar.

Satu ruang diisi tiga kelas sekaligus, Kelas I, II, dan III. Satu ruang lagi diisi kelas IV, V, dan VI.

Tugas Bertha mengajar kelas I, II, dan III dalam satu ruang untuk semua mata pelajaran. Sedangkan Herpina mengajar kelas IV, V, dan VI. Tugas ini dijalani hingga bertahun-tahun.

Bertha dan Herpina tak banyak mengeluh dan harus menjalani rutinitas ini. Mengajar di sekolah di daerah pedalaman memang makan hati.

"Fasilitas kurang. Kami mau praktik susah. Sementara di buku kurikulum menganjurkan banyak praktik," kata Bertha.

Bagi Bertha, tenaga honorer dan PNS mempunyai beban kerja yang sama. Bahkan, tenaga honorer lebih terbebani jika menghadapi murid yang di daerah pelosok.

"Kami di sini walau murid sedikit, tapi ada murid yang diajar berulang-ulang tulis ABCD saja tidak bisa. Kami harus mengulang itu terus, sementara murid lain terabaikan," jelasnya.

"Kadang kami baru ajar cara pegang pensil/pulpen lalu baca tulis ABCD, sekolah lain sudah tengah semester. Kami selalu tertinggal di pelosok ini," tambah Herpina.

Baca juga: Alasan Guru Honorer Sugianti Juga Gugat Perdata Menteri PAN-RB

 

Fasilitas kurang, tak ada listrik

"Anak-anak di sini lambat. Mereka tidak pernah TK. Di rumah pun tidak diajarkan orang tua, jadi sangat kaku pegang pensil. Beda dengan anak-anak di kota," sambung Bertha.

Belum lagi keterbatasan fasilitas pendukung, seperti alat-alat praktikum. Dalam Pedoman Kurikulum 2013, ada banyak sesi praktik yang harus diajarkan kepada anak-anak, padahal SD Filial ini tak mempunyai alat yang memadai.

"Contoh sederhananya, alat timbang. Bagaimana anak-anak tahu ukuran ons, gram, kilogram, dan lain-lain kalau alat buat praktik saja tak ada," keluh Bertha.

Bahkan, aliran listrik saja tak ada di SD ini hingga saat ini. Setiap malam sekolah gelap gulita tanpa secuil penerangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com