Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Surat dari Pedalaman Papua untuk Menteri Nadiem: Ibu Guru, Kami Takut Meja Patah

Kompas.com - 12/11/2019, 06:06 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Diana Cristiana Da Costa Ati, Guru Penggerak Daerah Terpencil (GPDT) di Kabupaten Mappi, mengirim surat terbuka kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.

Surat tersebut dia tulis di Facebook pada 7 November 2019.

Hingga Senin (11/11/2019) malam, tulisan tersebut telah dibagikan 313 kali dan direspons oleh 517 akun.

Dalam surat itu, Diana menceritakan tentang kondisi pendidikan di kampung tempatnya bertugas, yakni di Kaibusune, Kabupaten Mappi, Papua.

Kompas.com kemudian menghubungi Diana melalui telepon seluler untuk mengklarifikasi surat tersebut.

Diana membenarkan bahwa ia yang menulis surat terbuka itu untuk Menteri Nadiem.

Baca juga: Surat untuk Mendikbud Nadiem, dari Guru di Pedalaman Mappi, Papua

 

Bertugas dua tahun di Kabupaten Mappi

Kondisi anak-anak di Kampung Kaibusene, Mappi, Papua.IRSUL PANCA ADITRA Kondisi anak-anak di Kampung Kaibusene, Mappi, Papua.
Diana terpilih sebagai GPDT dalam program yang dibuat oleh Bupati Mappi terpilih, Kritosimus Yohanes Agawemu, yang bekerja sama dengan Gugus Tugas Papua UGM.

Diana tiba di Tanah Cenderawasih pada 3 Oktober 2019.

Dengan menggunakan perahu ketinting, Diana bersama dua teman guru GPDT, Antonius Tampani dan Inda Rovitha Meyok, menuju Kampung Kaibusene, Distrik Assue, dengan menempuh perjalanan selama sembilan jam.

Perjalanan yang cukup berat karena ia dan rombongan harus melewati rumpun tebu rawa yang menghalangi perahu yang mereka gunakan.

Pada 16 November 2018, Diana tiba dan Kampung Kaibusene.

Baca juga: 7 Fakta Kisah Wally Jadi WNI, 42 Tahun Tinggal di Papua hingga Dirikan 7 Sekolah

Dalam surat terbukanya, Diana bercerita bahwa sekolah tempatnya mengajar hanya memiliki tiga ruangan. Para siswa harus berbagi ruang untuk belajar.

Hanya dua orang guru yang mengajar 50 siswa. Satu guru PNS dan satu guru honorer.

Kepada Diana, para siswa bercerita bahwa sekolah akan libur jika kepala sekolah harus ke kabupaten untuk urusan kedinasan.

Jika libur sudah mencapai seminggu, maka para siswa akan berangkat ke hutan mengikuti orangtua mereka mencari gaharu. Bahkan sekolah pernah libur berbulan-bulan hingga setahun karena guru beralasan ada kegiatan kedinasan di kota.

Baca juga: 42 Tahun Tinggal di Papua dan Dirikan 7 Sekolah, Pria Asal Amerika Ini Resmi Jadi WNI

 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com