Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Warga Kampung Purun, Hidup Sejahtera, Produk Tembus 4 Negara

Kompas.com - 12/11/2019, 06:01 WIB
Andi Muhammad Haswar,
Khairina

Tim Redaksi

BANJARBARU, KOMPAS.com - Kampung Purun adalah salah satu kampung yang terletak di Banjarbaru, Kalimantan Selatan (Kalsel).

Nama aslinya adalah Kelurahan Palam. Dijuluki Kampung Purun karena hampir seluruh warganya, terutama wanita pandai menganyam purun.

Purun dalam bahasa Banjar sejenis rumput yang tumbuh liar di rawa-rawa. Purun biasanya dijadikan bahan baku kerajinan anyaman.

Baca juga: Kisah Kampung Anyaman Bambu yang Mampu Bertahan hingga Tujuh Turunan

Sebelum dibuat anyaman, purun biasanya dikeringkan. Setelah kering, purun ditumbuk untuk memudahkan si penganyam mudah membuat anyaman.

Kebanyakan purun dibuat anyaman tikar dan tas.

Di Kampung Purun, Banjarbaru, terdapat 4 kelompok usaha pembuat anyaman purun. Satu kelompok terdiri 20 hingga 25 orang.

Hasil anyaman purun dari Kampung Purun, bahkan sudah menembus pasar 4 negara.

Salasiah, salah satu pembuat anyaman purun mengatakan, Kampung Purun baru dikenal sejak 3 tahun terakhir.

Itu setelah seluruh warga, terutama wanita banting setir menjadi pembuat anyaman purun.

Dulu, selain menjadi ibu rumah tangga, wanita-wanita di Kampung Purun berprofesi sebagai petani dan buruh lepas.

"Kampung ini dikenal sejak tahun 2016, itu setelah kami menganyam purun. Setelah produksi terus, akhirnya tempat kami dijuluki Kampung Purun. Sekarang kami tidak perlu lagi bekerja diluar, cukup di rumah saja sudah menghasilkan uang," ujar Salasiah kepada Kompas.com, Minggu (10/11/2019).

Sejak warganya pandai menganyam purun, pelan-pelan kesejahteraan warga meningkat.

Menurut Salasiah, saat ini penghasilan dari membuat purun cukup untuk kebutuhan sehari-hari, bahkan lebih.

Saat ini, beberapa warga Kampung Purun mampu menyekolahkan anak-anak mereka hingga ke jenjang perguruan tinggi. Dulu itu sesuatu yang mustahil.

"Dengan menganyam purun, warga di sini Alhamdulillah sudah mampu membantu suami untuk menghidupi keluarga. Anak-anak kami bisa sekolah hingga kuliah. Sisa keuntungan kami tabung," terang Salasiah dalam dialeg Banjar.

Seiring tingginya permintaan anyaman purun, Salasiah mengaku kewalahan.

Untuk memenuhi permintaan di Kalsel saja, Salasiah harus berbagi pekerjaan kepada kelompok-kelompok lain.

Belum lagi untuk memenuhi pasar internasional. Saat ini, menurutnya, sudah ada 4 negara yang rutin memesan anyaman purun dari Kampung Purun.

Negara-negara tersebut adalah Australia, Irak, Turki, dan Italia.

"Alhamdulillah kerajinan kami ini dilirik dan disukai. Kadang kami kewalahan memenuhi permintaan pasar. Apalagi saat ini sudah ekspor ke 4 negara," ucapnya bangga.

Untuk pasar lokal, anyaman purun yang paling banyak dipesan selain tikar adalah tas seminar. Selain itu ada juga polybag tempat botol minuman.

Harganya bervariasi, mulai dari Rp 2000 hingga Rp 35.000, tergantung motif dan besar kecilnya.

Baca juga: Spanduk Dirgahayu RI dari Anyaman Bekas Bungkus Kopi untuk Presiden RI

Selain Salasiah, ada juga Maimunah. Ibu rumah tangga ini juga berani banting setir menjadi penganyam purun.

Suaminya yang hanya buruh lepas membuatnya ikut belajar menganyam purun.

Maimunah mengatakan, sejak pandai membuat anyaman purun, ia bisa membantu mencari tambahan biaya hidup sehari-hari.

"Suami saya hanya buruh lepas, kalau saya tak bantu, hidup sulit. Tapi sekarang alhamdulillah karena purun kami tak risau lagi menyekolahkan anak-anak," ucap Maemunah.

Dalam sehari, baik Salasiah ataupun Maemunah mampu membuat anyaman purun sebanyak 30 buah.

Walaupun keuntungan membuat anyaman purun menggiurkan, ada kekhawatiran warga Kampung Purun.

Jika produksi anyaman purun warga terus berkembang, bukan tidak mungkin ketersedian bahan baku mulai menipis.

Kini, lanjut Maemunah bahan purun sebagai bahan baku tumbuh liar di lahan yang bukan milik mereka.

Apalagi, kini banyak lahan yang sudah berubah menjadi perumahan.

Untuk itu, Maemunah memohon kepada pemerintah daerah untuk secepatnya menyediakan lahan khusus untuk budidaya purun agar ketersediaan bahan baku tetap terjaga.

"Untuk saat ini, bahan baku masih lancar, tapi purun itu kan tumbuh dilahan orang, bisa saja lahan-lahan itu akan jadi perumahan kelak sehingga suatu saat kami kekurangan bahan baku," cemasnya.

"Pemerintah pernah janji akan menyediakan lahan khusus untuk purun, semoga bisa direalisasikan segera," lanjut Maemunah berharap.

Saat ini, bahan baku mereka dapatkan dari pengumpul yang memetik langsung purun di lahan-lahan rawa.

Setelah dipetik, purun-purun kemudian dijual kepada para penganyam purun. Oleh pengumpul, seikat purun dijual seharga Rp. 5.000.

Seikat purun bisa menghasilkan 8 hingga 10 anyaman.

"Bahan bakunya kami beli juga dari pengumpul, mereka yang memetik langsung dilahan-lahan," tandas Maemunah.

Semenjak terkenal, Kampung Purun kini banyak dikunjungi pengunjung, baik yang hendak membeli, maupun yang ingin belajar membuat anyaman purun.

Kini hampir setiap warga memajang anyaman purun di halaman rumah sebagai contoh hasil anyaman purun.

Warga Kampung Purun pun berharap agar anyaman purun tidak hanya dikembangkan di kampung mereka.Tetapi, anyaman ini juga dikembangkan di tempat-tempat lain demi kesejahteraan warga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com