Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ngeri, Warga Suradita Sukabumi Hidup di Atas Bibir Jurang Kedalaman Ratusan Meter

Kompas.com - 11/11/2019, 21:19 WIB
Budiyanto ,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

SUKABUMI, KOMPAS.com - Selama puluhan tahun, sejumlah warga terpaksa bertahan bertempat tinggal di sekitar pinggiran bibir jurang ratusan meter di Kampung Balekambang, Dusun Suradita, Desa Ciengang, Kecamatan Gegerbitung, Sukabumi, Jawa Barat.

Informasi dihimpun Kompas.com, Dusun Suradita yang terletak pada ketinggian 1.000 m dpl ini dikenal sebagai daerah rawan bencana geologi.

Bencana tanah bergerak pernah beberapa kali terjadi pada 1996, 2000, 2006,  2010, 2014 dan terakhir 2018.

"Ya khawatir dan takut memang ada. Inginnya pindah, tapi gak punya biaya untuk beli lahan dan bangun rumahnya lagi," ungkap Wahyudin (34) saat ditemui di rumahnya Kampung Balekambang, Sabtu (9/11/2019).

Baca juga: Tanah Bergerak di Gunung Walat Sukabumi, Warga Mulai Mengungsi

Dia menuturkan hasil kerjanya setiap hari sebagai buruh tani serabutan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

"Itupun kadang ada kerjaan, kadang gak dapat kerjaan," tutur kepala keluarga dengan lima jiwa termasuk ibunya.

Menurut dia kondisi tanah di tempat tinggalnya dan di areal persawahan dan pertanian terus berubah setiap tahunnya. Jarak dari rumah hingga ke lokasi tebing longsor setinggi ratusan meter berjarak sekitar 100 hingga 150 meter.

Namun, lanjut dia, kalau ke pinggir jurang atau gawir paling terdekat sekitar 50 meter.

"Warga di sini sudah banyak yang pindah. Sekarang tinggal lima kepala keluarga yang bertahan di sini," ujar dia.

Baca juga: Bencana Tanah Bergerak Kembali Terjang Sukabumi, 2 Rumah Rusak, Dalam Retakan Capai 5 Meter

Hidup di bibir jurang

Mimin (65) salah seorang warga yang sudah pindah rumah dari pinggiran bibir jurang ke tempat lebih aman menuturkan lokasi rumah sebelumnya itu sudah mengkhawatirkan dengan tanah bergerak.

Selain itu memang runahnya tidak terlalu jauh dari pjnggiran lerengan yang curam.

"Di pinggiran runah yang lama sudah terlihat ada tanda-tanda retakan tanah, apalagi areal sawah hanya 20 meter kondisi tanahnya sudah tidak beraturan, ada yang ambles ada juga yang terangkat,'" tutur dia.

Makanya, dia memutuskan pindah rumah ke tempat yang terbilang aman, karena jauh dari lokasi tebing yang longsor beberapa tahun lalu.

Dia pun membongkar rumah lalu diangkut dan dibangunkan kembali di lahan yang baru.

"Kami pindah ke sini sudah tiga bulan. Namun saudara-saudara kami masih ada di lokasi belum pindah," ujar dia.

Baca juga: Tinggal di Huntara, Penyintas Bencana Tanah Bergerak di Sukabumi Kesulitan Air Bersih

Warga di kaki perbukitan takut tertimbun longsor

Sementara itu di dasar lerengan tebing  atau kaki perbukitan Suradita dengan kedalaman yang diperkirakan 300 hingga 500 meter terdapat Kampung Cisayang dan Cipari, Dusun Cisayang, Desa Cijurey, kecamatan setempat.

Di dusun ini terdapat kampung padat.penduduk.

Salah seorang warga Kampung Cipari, Adis (62) mengungkapkan bila dirinya beserta keluarga serta para tetangga selalu dihantui tanah longsor yang akan menimbun kampungnya dari perbukitan Suradita.

Apalagi bila sudah memasuki musim hujan.

Baca juga: Penghuni Huntara Penyintas Tanah Bergerak di Sukabumi Belum dapat Aliran Listrik

"Khawatir Pak, warga itu resah kalau sudah.musim hujan. Karena material bebatuan itu turun dari atas perbukitan dengan menimbulkan suara bernturan keras," ungkap Adis kepada Kompas.com di rumahnya, Senin (11/11/2019).

Makanya lanjut dia kalau hujan turun, apalagj turun dengan deras sebagian besar warga pada keluar rumah untuk bersiaga.

Karena di antara lerengan perbukitan yang panjangnya. mencapai ratusan meter pernah terjadi longsoran hingga menimbun areal persawahan.

"Sejak iru (tahun 2007) hingga saat ini tebing yang longsor itu membuat kami khawatir, belum lagi di pinggir-pinggirnya juga sudah ada yang tergerus" kata dia sambil menunjuk ke arah tanah longsor yang berada di belakang rumahnya.

Baca juga: Kisah Mak Tiyah, Bertahan Menempati Rumah Panggung di Zona Merah Tanah Bergerak

Tanah di Suradita aktif bergerak

Seorang warga menunjukan retakan tanah yang telah ditutup di perbukitan Gunung Batoa, Dusun Suradita, Desa Ciengang, Kecamatan Gegerbitung, Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu (9/11/2019).KOMPAS.COM/BUDIYANTO Seorang warga menunjukan retakan tanah yang telah ditutup di perbukitan Gunung Batoa, Dusun Suradita, Desa Ciengang, Kecamatan Gegerbitung, Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu (9/11/2019).
Ketua RW 8 Dusun Suradita, Iman Abdurohman mengatakan dia nendapatkan laporan mengenai adanya retakan tanah di kebun milik warga yang lokasinya berada di atas perkampungan, tepatnya di perbukitan blok Gunung Baros.

Setelah dicek, ada beberapa retakan dengan ukuran bervariasi.

Namun yang terpanjang mencapai 100 meter dengan lebar sekitar 20 sentimeter sedangkan kedalamannya mencapai 2 meter.

Retakannya sudah ditutup kembali dengan tanah.

Baca juga: Donatur Menghilang, Pembangunan Huntara Korban Bencana Tanah Bergerak Dihentikan dan Tinggalkan Hutang 133 Juta

"Tahun 2018 retakan tanah pernah terlihat di perkampungan dan sudah ditutup dengan tanah. Tahun ini (2019) kembali terlihat di atas perbukitan yang di bawahnya banyak runah-rumah, ada sekitar 100 kepala keluarga," kata Iman saat ditemui Kompas.com di rumahnya Sabtu (9/11/2019) petang.

Menurut dia retakan tanah yang saat ini membuat masyarakatnya mulai dihantui keresahan terjadinya bencana tanah bergerak.

Karena masyarakat di kampungnya ini mayoritas penyintas bencana tanah bergerak yang terjadi beberapa kali.

"Saya juga termasuk penyintas. Dulu orangtua saya tinggalnya di lokasi gerakan tanah lalu direlokasi. Setelah berkeluarga kami tinggal di sini," aku dia yang masih teringat kejadian beberapa tahun silam.

Baca juga: Syukur Penyintas Tanah Bergerak Sukabumi, Pindah ke Rumah Sementara Meski Hanya 4x4 Meter

1.000 jiwa terancam bencana tanah bergerak

Camat Gegerbitung Endang Suhermat mengakui dia sudah menerima laporan ditemukannya kembali retakan tanah dan adanya warga yang masih tinggal di bibir jurang di Dusun Suradita, Desa Cienngang.

Selain itu, dia juga mendapatkan laporan bila menasuki musim hujan, warga di kaki perbukitan tepatnya di Dusun Cisayang Desa Cijurey selalu dihantui tanah longsor.

"Saya sudah laporkan ke BPBD dan akan berkoordinasi dengan Badan Geologi. Juga akan dipasang alat early warning system (sistem peringatan dini) dalan waktu dekat," kata Endang saat dimonfirmasi Kompas.com melalui pesan WhatsApp, Senin (11/11/2019) petang.

"Kami juga sudah memohon lahan milik PTPN Goalpara di wilayah Gegerbitung seluas dua hektar untuk rencana relokasi," sambung dia.

Dia menyampaikan jumlah kepala keluarga (KK) dan jiwa yang terancam bencana tanah bergerak.

Masing-masing di Desa Cijurey sebanyak 435 KK dengan 1.400 jiwa. Sedangkan Desa Ciengang sebanyak 110 KK berjumlah 435 jiwa.

Baca juga: 233 Jiwa Mengungsi Akibat Tanah Bergerak di Nyalindung Sukabumi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com