Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Shauqi, 15 Tahun Alami Kelumpuhan Akibat Cerebral Palsy

Kompas.com - 10/11/2019, 15:37 WIB
Hamzah Arfah,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

GRESIK, KOMPAS.com - Indahnya dunia tidak bisa dirasakan oleh Shauqi Ahsanan Nasid (15), warga Desa Banyutengah, Kecamatan Panceng, Gresik, Jawa Timur. Shauqi divonis mengidap cerebral palsy atau kelumpuhan otak besar sejak dilahirkan.

Beban terasa semakin berat bagi Nur Azizah (48), sang ibu, karena harus mengurus Shauqi seorang diri. Hal itu setelah Poniman yang tidak lain merupakan suami dan juga ayah dari Shauqi, meninggal dunia sejak dua tahun lalu.

"Sejak bapaknya meninggal dua tahun yang lalu, saya sendiri yang mengurus Shauqi. Kadang saya juga harus bagi waktu, sebab saya juga harus bekerja untuk menghidupi keluarga," ujar Nur Azizah, saat ditemui di tempat tinggalnya, Sabtu (9/11/2019).

Nur memang harus menguatkan diri untuk dapat menjadi kepala keluarga. Apalagi, masih ada Farah Kamelia (18), kakak kandung dari Shauqi yang juga masih harus dipenuhi kebutuhannya oleh Nur Azizah.

Baca juga: Apa Itu Cerebral Palsy? Kenali Gejala dan Penyebabnya

"Orang tua mana yang tidak sedih melihat anaknya seperti ini, tidak pernah merasakan bangku sekolah sejak lahir, sedih rasanya," tutur dia sambil menyeka air mata yang keluar perlahan.

"Tapi bagaimanapun saya harus kuat, karena Allah tidak akan menguji hamba-Nya di luar batas kemampuan," ucap Nur Azizah.

Ketika ditanya lebih lanjut mengenai penyakit yang dialami oleh Shauqi, Nur Azizah mengatakan penyakit Shauqi sudah diketahui sejak anak keduanya itu lahir.

"Sejak lahir, dokter memang sudah bilang, jika Shauqi mengalami cerebral palsy dan harus dioperasi. Waktu itu kami disuruh bayar Rp 50 juta untuk biaya operasi Shauqi, tapi kami tidak punya uang sebanyak itu (untuk operasi). Makanya saya bawa pulang, dan belum pernah dioperasi hingga kini," kata dia.

Tempat tidur Shauqi Ahsanan Nasid, yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa untuk menjaga keselamatan ketika ditinggal oleh Nur Azizah bekerja.KOMPAS.COM/HAMZAH ARFAH Tempat tidur Shauqi Ahsanan Nasid, yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa untuk menjaga keselamatan ketika ditinggal oleh Nur Azizah bekerja.

Kerja Tukang Laundry

Guna menghidupi keluarga, Nur Azizah bekerja sebagai tukang laundry. Kebetulan, salah seorang adiknya yang tinggal bersebelahan dengan rumahnya, membuka jasa laundry pakaian bagi warga sekitar.

"Meski hasilnya tidak seberapa, tapi masih lumayan buat menyambung hidup, buat biaya keperluan Shauqi dan kakaknya yang kini sudah kuliah," kata dia.

Baca juga: Mengenal Gangguan Tumbuh Kembang Cerebral Palsy

"Saya sendiri 12 bersaudara, yang buka laundry itu Hakam Mubarok, adik saya yang nomor 11. Alhamdulillah bisa untuk cari uang, meski hasilnya juga tidak seberapa," ucap Nur Azizah.

Kerap Sakit-sakitan

Sejak suaminya meninggal dunia, Nur Azizah harus mengurus kebutuhan Shauqi seorang diri. Kondisi yang kadang terasa kurang optimal, mengingat dirinya juga harus bekerja di tempat jasa laundry milik adik kandungnya.

"Memang sejak Jamkesmas hingga PKH (Program Keluarga Harapan) kami dapat, Shauqi periksa di puskesmas juga gratis. Tapi memang untuk kendaraan (mobil), kami tidak punya, apalagi sekarang saya seorang diri yang merawat Shauqi setelah bapaknya meninggal," kata Nur Azizah.

Lantaran biaya sewa mobil sekali jalan untuk mengantar Shauqi berobat ke rumah sakit menghabiskan dana sekitar Rp 300.000-Rp 350.000. Hal ini yang membuat Nur Azizah  terpaksa merawat Shauqi di rumah meski dalam keadaan sakit.

"Sering sakit panas, kadang kejang sampai semalam lima kali. Tapi karena tidak punya uang untuk membawanya ke rumah sakit, akhirnya sering saya rawat sendiri di rumah. Selain sakit panas, paling sering Shauqi itu susah kalau buang air besar," tutur dia.

Atas keterbatasan yang dimiliki, membuat Shauqi yang saat ini berusia remaja harus diperlakukan 'layaknya bayi', seperti diberikan popok serta makan-makanan khusus ditambah susu.

Kondisi itu juga yang membuat Shauqi hanya bisa terbaring di tempat tidur, dan terkadang digendong oleh Nur Azizah layaknya balita.

"Kalau saya bekerja, bantu setrika atau mencuci pakaian, Shauqi ya saya taruh di tempat tidurnya yang sudah dimodifikasi seperti boks bayi ini. Biasanya kalau dia sudah menangis saya gendong, biasanya itu sudah capek kelamaan tiduran dan kepengen digendong," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com