Setelah ditimbang dan dipotong harga makanan, secara otomatis selisihnya akan menjadi tabungan para pemulung.
Pelanggan di warung makan bukan hanya dari pemulung, tapi juga supir truk pengangkut sawah. Mereka sering makan di warung sederhana tersebut.
Bahkan Sarimin bercerita bahwa Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi juga sempat bertandang ke warungnya karena penasaran.
"Pak Wali juga pernah makan di sini tapi enggak bawa plastik, bawanya uang," kata Sarimin sambil tertawa.
Selama membuka warung makan yang dibayar pakai sampah plastik, Sarimin mampu mendapatkan keuntungan sebesar Rp 100.000 per hari.
Jika dirata-rata, setiap bulan ia bisa mengantongi Rp 2 juta hingga Rp 3 juta,
"Buat bayar kuliah anak saya. Dua-duanya alhamdulillah bisa kuliah. Anak pertama sudah lulus dan kerja. Kalau yang kedua kuliah juga sambil bantu-bantu nyupir truk sampah," jelas Sarimin yang memiliki dua putra ini.
Sarimin juga langsung turun tangan memilah-milah sampah plastik untuk dimasukkan ke dalam karung yang terpisah.
Aktivitas tersebut ia lakukan di kawasan TPA Jatibarang.
Dari sampah plastik yang dikumpulkan, setidaknya dua sampai tiga minggu Sarimin mengirim 2 ton sampah plastik.
Sampah tersebut dikirim ke Rembang, Demak, Pati, Kudus, Solo, hingga Surabaya untuk diolah kembali.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Riska Farasonalia | Editor : Khairina)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.