Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Derita Korban Gempa Maluku dari Tenda Pengungsian, Sampai Curhat ke Jokowi

Kompas.com - 04/11/2019, 17:55 WIB
Robertus Belarminus

Editor

KOMPAS.com - Hidup di tenda pengungsian terasa berbeda bila dibandingkan tinggal di rumah sendiri.

Namun, apa daya, ratusan ribu warga di wilayah Maluku, terpaksa harus bermalam di tempat pengungsian.

Mereka mengungsi setelah gempa memporakporandakan tempat tinggal mereka pada 26 September 2019 silam.

Berdasarkan data BPBD Provinsi Maluku per 9 Oktober 2019, gempa ini mengakibatkan 39 jiwa meninggal, 1.578 luka-luka dan 170.900 orang mengungsi.

Total pengungsi tersebut terdiri dari tiga daerah, yaitu Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, dan Kabupaten Seram Bagian Barat.

Baca juga: Masa Tanggap Darurat Gempa Ambon Diperpanjang 7 Hari, Ini Alasannya

Sementara, sebanyak 6.355 unit rumah dan 512 fasilitas umum dan sosial rusak.

Korban gempa yang memilih tinggal di pengungsi terus meningkat.

Banyak juga warga yang enggan kembali ke rumah karena kabar hoaks terkait dampak gempa yang berseliweran.

Apalagi, setelah gempa 6,8 magnitudo itu, ribuan gempa susulan juga terjadi setelahnya.

Di tenda pengungsian, ratusan pengungsi jatuh sakit. Mereka juga hidup dalam keterbatasan kebutuhan pokok dan lainnya.

Detik-detik bencana

Suasana bangunan Pasar Apung Desa Tulehu yang roboh akibat gempa bumi di Ambon, Maluku, Kamis (26/9/2019). Berdasarkan data BMKG, gempa bumi tektonik dengan kekuatan 6,5 SR tersebut akibat aktivitas sesar aktif lokal. ANTARA FOTO Suasana bangunan Pasar Apung Desa Tulehu yang roboh akibat gempa bumi di Ambon, Maluku, Kamis (26/9/2019). Berdasarkan data BMKG, gempa bumi tektonik dengan kekuatan 6,5 SR tersebut akibat aktivitas sesar aktif lokal.

Warga Desa Liang, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, yang mengungsi di hutan-hutan masih ingat betul detik-detik saat gempa bumi bermagnitudo 6,8 mengguncang desa mereka.

Warga tidak pernah mengira, jika Kamis pagi yang cerah pada 26 September 2019 lalu itu akan berubah menjadi petaka hingga seluruh warga desa menumpahkan air mata.

Dalam suasana panik, warga langsung memilih melarikan diri ke hutan-hutan dan perbukitan untuk menyelamatkan diri.

Namun, usaha warga saat itu tidaklah mudah, karena mereka harus berusaha menghindari muntahan lumpur di banyak tempat yang tersebar di desa itu.

“Saat itu semua baik-baik saja, tidak ada tanda apa-apa, tiba-tiba terjadi guncangan yang kuat sekitar jam 9 pagi,” kata Maryam Samual, di perbukitan Rahaban, Desa Liang, Kamis (24/10/2019).

Pagi itu, dia bersama ibunya, Halima Pary (73), sedang berada di dapur, sedangkan anggota keluarganya yang lain sedang berada di halaman rumah.

Seperti hari-hari biasanya, pagi itu dia harus menyiapkan sarapan pagi untuk ibunya.

Namun, gempa yang sangat kuat tiba-tiba mengguncang desanya hingga membuat rumah tempat tinggal Maryam dan keluarganya roboh seketika.

Baca juga: Cerita Warga Gempa Porak-porandakan Desa, Bumi Bergoyang Muntahkan Lumpur, hingga Derita di Pengungsian

Di saat kondisi yang sangat kritis itu, Maryam lalu menghampiri dan memeluk ibunya sambil berusaha keluar dari dalam dapur rumah mereka.

Takdir Tuhan tak dapat dihindari dan juga ditolak oleh siapapun.

Setelah berhasil keluar dari rumahnya, tiba-tiba saja, puing bangunan di dapur rumah itu ambruk dan seketika menimpa Maryam dan juga ibunya hingga keduanya terjatuh.

Ibunya meninggal dunia, sementara dirinya selamat.

Lokasi terparah gempa

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com