Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Musim Hujan Datang, BNPB: Solusi Kekeringan tapi Bisa Berujung Banjir

Kompas.com - 04/11/2019, 14:04 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Musim hujan mulai melanda sebagian kecil wilayah Indonesia awal November ini dan akan segera mengguyur banyak daerah lainnya dalam beberapa pekan ke depan, menurut kajian Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Hujan yang akan turun ini disebut sebagai jawaban atas kebakaran hutan dan lahan di berbagai daerah serta kekeringan air ekstrem yang terjadi sejak triwulan pertama tahun 2019.

Di sisi lain, musim hujan juga berpotensi memicu bencana alam lainnya, jika pemerintah dan masyarakat tak tanggap menghadapinya.

Berikut ini adalah ringkasan pemaparan BMKG dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Baca juga: BBMKG Ingatkan Pemerintah Bali agar Waspada Potensi Bencana Saat Musim Hujan

 

Pancaroba dan hujan es

Awan hitam Cumulonimbus bergelayut di langit Lhokseumawe, Aceh, 22 Oktober lalu. BMKG menyebut mayoritas wilayah Aceh dan Sumatera Utara kini memasuki masa transisi peralihan musim. ANTARAFOTO/RAHMAD Awan hitam Cumulonimbus bergelayut di langit Lhokseumawe, Aceh, 22 Oktober lalu. BMKG menyebut mayoritas wilayah Aceh dan Sumatera Utara kini memasuki masa transisi peralihan musim.
Menurut data BMKG, baru 15% wilayah Indonesia yang masuk musim hujan pada pekan pertama November. Daerah itu antara lain sebagian besar Sumatera dan Kalimantan, sebagian kecil Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Di luar itu, seperti Jawa, Bali, NTB, dan NTT kini masih mengalami transisi perubahan musim alias pancaroba, kata Kepala Bidang Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Hary Tirto.

"Sebagian besar akan mulai masuk musim hujan November ini. Tapi ada yang sudah dilanda hujan sejak Oktober, misalnya Jabodetabek bagian selatan," kata Hary saat dihubungi, Jumat (01/11/2019).

Baca juga: Prakiraan Cuaca di Jabar dan Jatim Hari Ini, Potensi Hujan Besar di Sebagian Wilayah

Selama pancaroba, kata Hary, terdapat potensi turunnya hujan es. Selama Oktober lalu, hujan es tercatat terjadi di Lebak, Banten dan Kotamobagu, Sulawesi Utara.

Hary menerangkan, dua hal lain yang perlu diwaspadai masyarakat selama pancaroba adalah hujan lebat berdurasi singkat yang disertai petir dan angin kencang.

BMKG memprediksi, puncak musim hujan akan terjadi antara Januari hingga Februari 2020.

Musim hujan diperkirakan berakhir Maret 2019 dan Indonesia akan kembali kemarau setelahnya.

Baca juga: Kekeringan Ekstrem Landa NTT, Sumba Timur 229 Hari Tanpa Hujan


Cegah kebakaran dan ambrukan

Anak-anak bermain di depan rumahnya yang terendam banjir di Desa Blang Luah, Kecamatan Woyla Timur, Aceh Barat, 24 Oktober lalu. Intensitas hujan yang tinggi menyebabkan kawasan itu dilanda banjir. ANTARAFOTO/SYIFA YULINNAS Anak-anak bermain di depan rumahnya yang terendam banjir di Desa Blang Luah, Kecamatan Woyla Timur, Aceh Barat, 24 Oktober lalu. Intensitas hujan yang tinggi menyebabkan kawasan itu dilanda banjir.
Seiring potensi munculnya petir dan angin kencang selama pancaroba di sebagian besar wilayah Indonesia awal November ini, BMKG mengingatkan masyarakat bersiaga mencegah ekses.

"Saat ini sebaiknya sudah dilakukan pemeriksaan kelistrikan untuk menghindari sambaran petir. Terkait angin kencang yang menyerati hujan, ada baiknya pohon tinggi dan besar dirapikan," kata Hary.

Menurut Hary, pohon lebat di permukiman maupun yang berdiri di jalan umum tidak perlu seluruhnya ditebang.

Pemotongan disebut hanya perlu dilakukan untuk pohon yang ringkih dan rawan ambruk serta cabang-cabang pohon yang melintang ke badan jalan maupun area rumah.

"Periksa juga bangunan semipermanen, bagian mana yang harus diperkuat. Lalu cek juga konstruksi seperti baliho dan papan reklame," ujar Hary.

Baca juga: Hasil Panen Padi di Baubau Merosot Tajam akibat Kekeringan


Solusi kekeringan tapi bisa berujung banjir

Perahu milik nelayan terdampar di sekitar Sungai Jeneberang yang mengering di Desa Bili-Bili, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Rabu (30/10). ANTARAFOTO/ABRIAWAN ABHE Perahu milik nelayan terdampar di sekitar Sungai Jeneberang yang mengering di Desa Bili-Bili, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Rabu (30/10).
Pertengahan 2019 BMKG menyebut 60% wilayah Indonesia dilanda kekeringan akibat kemarau.

Persentase itu disebut pemerintah berdampak terhadap 48 juta penduduk.

Hingga akhir November ini, beberapa wilayah belum mampu lepas dari jerat kekeringan air bersih, terutama di Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, dan NTT.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, Agus Wibowo, menyebut musim hujan dapat menghentikan rantai kekeringan tersebut. Tapi syaratnya, kata dia, pemerintah dan masyarakat harus menampung air hujan yang turun.

Baca juga: Kekeringan di Trenggalek Meluas, 60 Desa Kesulitan Air Bersih

"Kami imbau pembuatan embung, danau kecil dan penanaman pohon dan pembuatan lubang biopori agar ada cadangan air yang bisa saat kemarau datang lagi," kata Agus.

Tanpa penampungan hujan, tutur Agus, air bakal langsung mengalir ke laut tanpa bisa dimanfaatkan.

Di sisi lain, ketiadaan penampungan air disebutnya juga dapat memicu banjir.

"Hampir 98% bencana alam merupakan bencana hidrometeorologi atau yang berhubungan dengan air. Saat musim hujan terjadi banjir, artinya air langsung terbuang ke laut. Berarti sudah tidak ada penyimpanan air lagi," ucapnya.

Baca juga: Kisah Relawan Jelajahi Gua Vertikal untuk Cari Air Bersih: Puluhan Tahun Akhirnya Kami Tidak Kekeringan Lagi

"Selama ini keliatannya kita memang belum siap, menganggap musim hujan normal, tidak ada kemarau panjang dan berharap musim hujan datang lagi. Ternyata kemarin kemarau panjang dan tidak ada antisipasi," kata Agus.

Dalam catatan BNPB, banjir adalah bencana alam kedua paling kerap terjadi di Indonesia pada tahun 2018 sebanyak 506 peristiwa.

Banjir berada di bawah puting beliung  yakni 605 peristiwa dan berada di atas karhutla yakni 353), longsor sebanyak 319, serta erupsi gunung api sebanyak 55 peristiwa.

Baca juga: Kekeringan di Karawang Meluas, Hujan Diperkirakan Baru Turun Desember


Karthutla 'bakal segera padam'

Relawan pemadam kebakaran berupaya memadamkan kebakaran lahan gambut di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, 21 Oktober. ANTARAFOTO/BAYU PRATAMA S Relawan pemadam kebakaran berupaya memadamkan kebakaran lahan gambut di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, 21 Oktober.
Musim hujan disebut BNPB juga bakal menjadi satu-satunya faktor yang akan menuntaskan karhutla di berbagai wilayah.

Alasannya, hujan buatan yang selama ini diupayakan untuk menghentikan kebakaran kerap terhambat ketersediaan awan.

"Hujan memang satu-satunya yang kami harapkan. Hujan buatan susah terjadi karena awan tidak ada," kata Agus Wibowo dari BNPB.

"Air tanah juga sulit diandalkan, ada tapi dalam sekali," ujarnya.

Baca juga: Usai Karhutla, Riau Bersiap Hadapi Banjir dan Langsor

Agus meminta para pemilik lahan gambut untuk bersiasat memanfaatkan hujan untuk menghentikan penyebaran titik panas.

"Di lokasi rawan kebakaran seperti lahan gambut, kami imbau agar sekat kanal segera diblok. Tujuannya, saat hujan air cepat naik dan lahan berair lagi sehingga tidak mudah terbakar," kata Agus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com