Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Rahasia Tahu Sumedang dari Sang Perintis, Ong Kino

Kompas.com - 03/11/2019, 18:12 WIB
Aam Aminullah,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

SUMEDANG, KOMPAS.com - Siapa tak kenal kuliner khas asal Kabupaten Sumedang, Jawa Barat yang satu ini.

Bahkan, saking tersohornya, nama kabupaten bekas Kerajaan Sumedanglarang ini pun turut terdongkrak popularitasnya.

Ya, berkat tahu sumedang yang melegenda dan sudah ada sejak tahun 1900-an ini pula, Kabupaten Sumedang lebih dikenal sebagai Kota Tahu.

Di balik nama, rasa, dan kekhasannya yang melegenda itu, ada sosok inovatif sehingga warga Indonesia pada umumnya bisa mengenal sekaligus mencicipi rasanya yang gurih dan nikmat hingga saat ini.

Tahu sumedang juga diyakini sebagai produk satu-satunya di Indonesia. Bahkan dunia, karena di negara asalnya sendiri, yaitu China, tak dijumpai tahu seperti layaknya bentuk dan rasa tahu sumedang.

Baca juga: Penjualan Tahu Sumedang Turun Drastis karena Tol Cipali, Pengusaha Ini Merintis Kafe Kopi

Menurut generasi keempat perintis tahu sumedang, yaitu Ong Che Ciang, atau Suriadi (52), tahu sumedang dikenalkan kali pertama oleh uyutnya, yaitu Ong Kino sekitar tahun 1900-an.

Ong Kino, kata Suriadi, merupakan keturunan China dan sejak tahun 1900-an itu sudah berada di Indonesia, menetap di Lingkungan Tegalkalong, Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang.

"Menurut cerita ayah saya, pertama kali Ong Kino mengenalkan tahu sumedang ini hanya sebatas untuk dikonsumsi keluarga. Karena katanya dulu ekonomi lagi sulit, tofu (tahu) yang saat itu ukurannya besar-besar dipotong kecil-kecil seperti sekarang," ujar Suriadi kepada KOMPAS.com di toko pusat tahu sumedang Bungkeng di Jalan Raya 11 April, Sumedang, Jumat (1/11/2019) siang.

Selain dinikmati oleh keluarga, kata Suriadi, tahu sumedang inovasi uyutnya, Ong Kino ini juga kerap disuguhkan kepada tetangga dan tamu yang datang.

Namun, tahu sumedang inovasi Ong Kino ini baru populer setelah dikenalkan oleh salah satu anak dari Ong Kino, yaitu Ong Bung Keng.

"Pada tahun 1917, kakek saya, Ong Bung Keng datang ke Sumedang dari China untuk menemui bapaknya, Ong Kino atau di sini lebih dikenal Babah Eno," tutur Suriadi.

Saat itulah, kata Suriadi, Ong Bung Keng tertarik dengan tahu buatan Ong Kino, yang dinilai bisa lebih mudah dipasarkan karena ukurannya kecil, rasanya gurih, berbeda dengan tahu kuning, tahu putih pada umumnya, yang saat itu sudah ada.

Baca juga: Satu Abad Tahu Sumedang, Olahan Ong Bungkeng yang Jadi Ikon Sumedang

Dengan ketekunannya, Ong Bung Keng kemudian belajar dari ayahnya dalam membuat tahu.

Mulai dari penguasaan resep, proses produksi, hingga tahap penggorengan, ia (Ong Bung Keng) kerjakan.

"Dulu proses produksi, penggorengan dan penjualannya juga di sini (toko pusat saat ini). Dulu itu namanya Jalan Tegalkalong, sekarang Jalan 11 April," kata Suriadi.

Pada awal tahun 1917 , kata Suriadi, meski baru mulai dijual secara umum, namun, citarasa dan kenikmatan tahu buatan Ong Kino yang dijual Ong Bung Keng ini telah diakui oleh Bupati Sumedang kala itu, Pangeran Aria Soeriaatmadja, yang memerintah Sumedang kurun tahun 1883-1919.

"Saat itu, Bupati Sumedang (Pangeran Aria) bilang tahunya enak, dan pasti laku. Ucapan itu terbukti hingga sekarang orang suka tahu sumedang," kata Suriadi.

Sejak saat itu, kata Suriadi, karen dijual dan diproduksi oleh Ong Bung Keng, tahu inovasi dari Ong Kino ini dikenal sebagai Tahu Bungkeng.

Dan hingga saat ini, nama tersebut terus dipakai sebagai nama dagang.

Tahu sumedang sendiri, kata Suriadi, menemui masa kejayaannya pada tahun 1980-an.

Di mana, di tengah tingginya permintaan, mulai banyak pula bermunculan produk serupa di pasaran. Hingga akhirnya tahu inovasi Ong Kino ini dikenal sebagai tahu sumedang.

"Jaya-jayanya tahu sumedang itu sekitar tahun 1980-an. Dan sampai tahun 2015-an permintaan masih tetap tinggi. Tapi sejak tahun 2016, penjualan mulai lesu. Penyebabnya apa kurang tahu juga, mungkin karena daya beli masyarakatnya turun atau karena apa kurang paham juga," sebut Suriadi.

Suriadi menuturkan, rahasia tahu sumedang, khususnya Tahu Bungkeng bertahan hingga 1 abad atau sudah mencapai 102 tahun pada 2019 ini adalah karena kualitas air di Kabupaten Sumedang yang baik.

Sebab, kata Suriadi, selain harus menggunakan kedelai yang bagus dan menghasilkan sari pati yang banyak, kualitas tahu akan baik jika air yang digunakan juga baik.

Dahulu, kata Suriadi, kualitas kedelai di Sumedang sangat baik, di mana Sumedang punya kedelai jenis lurik.

Kedelai jenis ini, kata Suriadi, menghasilkan sari pati yang baik dan banyak.

Sedangkan, air yang digunakan, sampai saat ini wajib menggunakan sumber mata air asli, langsung dari tanah.

"Rahasia utamanya air ya. Karena, kualitas air di Sumedang saat ini masih baik, pencemarannya (lingkungan) belum berpengaruh ke kualitas air tanahnya. Jadi kalau airnya baik, kualitas tahunya juga akan sangat baik, tahunya bisa bertahan hingga 1, 5 hari," kata Suriadi.

Suriadi menambahkan, Tahu Bungkeng sendiri, saat ini memiliki lima outlet di Sumedang dan satu outlet di Kota Bandung.

Perjalanan bisnis Tahu Bungkeng sendiri telah bertahan selama 102 tahun dan berlangsung secara estafet atau turun temurun.

Mulai dari sang pelopor uyut Ong Kino, sang kakek Ong Bung Keng, sang ayah Ong Yu Kim, hingga dirinya.

Ong Che Ciang atau Suriadi, sebagai penerus generasi keempat.

"Meskipun sekarang ini (penjualannya) lagi lesu karena daya beli masyarakat turun, tapi tahu sumedang akan tetap punya pasarnya. Dan saya yakin akan tetap bertahan. Rahasianya sederhana, pertahankan citarasa dan terus kontinyu memproduksi."

"Soal sepi, semua pengusaha tahu sumedang sekarang ini mengeluh sepi, itu artinya kita tidak sendirian, dan masalahnya bukan di kitanya (pengusaha tahu), jadi ya produksi harus tetap jalan, harus kontinyu," kata Suriadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com