Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Adhe, Mantan Napi yang Ubah Stigma Negatif dengan Keindahan Lampion Paralon

Kompas.com - 03/11/2019, 07:05 WIB
Agie Permadi,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Mantan narapidana kerap dipandang sebelah mata di lingkungan sosial masyarakat. Tak sedikit warga memandang sinis mereka.

Seperti halnya yang pernah dialami Adhe, warga Kampung Cijengjing, Desa Kertamulya, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

Sebagai mantan napi, ia kerap tersisihkan dari lingkungan sosial.

Pria yang bernama Adhe Abdul Rosid (48) ini sempat dipidana karena kasus narkotika jenis ganja. Meski hanya sebagai pemakai, Adhe harus mendekam di balik jeruji pada tahun 2001.

"Awalnya saya ikut proyek, cuma terjerumus. Akhirnya bersangkutan dengan hukum karena saya kena narkoba," kata Adhe, saat ditemui di kediamannya, Jumat (1/11/2019).

Baca juga: Kisah Zulkifli, Pengemudi Ojol yang Tak Ragu Gandeng Penumpang Tunanetra hingga Tempat Tujuan

Selama tiga tahun mendekam dipenjara, Adhe dipercaya untuk memberikan pelatihan keterampilan kepada warga binaan di Lapas Banceuy.

Ia bahkan membuat relief taman berupa kolam dengan bentukan naga yang dibangun di taman lapas.

"Di tempat warga binaan itu saya yang latih," ujar Adhe.

Dipandang sebelah mata

Tahun 2003, Adhe menghirup udara bebas. Namun, label mantan napi menjadi momok tersendiri bagi Adhe.

Pandangan negatif masyarakat kerap mengintainya, membuat Adhe tak percaya diri untuk kembali berbaur dengan warga.

"Kembali ke masyarakat, saya dipandang sebelah mata," ucap Adhe.

Stigma negatif sebagai mantan napi, bagaikan tembok besar yang menekan kehidupan adhe. Menghadangnya untuk bergaul dilingkungan sosialnya.

Adhe sempat melamar kerja ke beberapa perusahaan. Namun, latar belakangnya membuat Adhe ditolak.

Tak hanya di dunia kerja, tapi juga lingkungan masyarakatnya. Adhe sempat bingung untuk menghidupi keluarganya, keuangannya kembang kempis.

"Saya sempat melamar kerja tapi ditolak, mereka takut dengan latar belakang saya," ucap Adhe.

Dengan keterampilanya, Adhe kemudian berupaya keras untuk mencari penghasilan. Ia pun bangkit dan berupaya mengubah stigma diri dengan membuahkan sebuah karya produk.

Membuat lampion dari paralon

Pria yang hobi melukis sejak duduk di bangku SMP ini, kemudian melihat limbah pipa yang berserakan di tempat sampah.

Bagi sebagian orang mungkin benda itu tak berguna, tapi tidak bagi Adhe. Di tangannya limbah pipa itu disulap menjadi karya seni lampion indah yang memiliki nilai jual.

Rumah semi permanen yang ada di Kampung Cijengjing, Desa Kertamulya, menjadi bengkel sekaligus galeri bagi Adhe untuk mengembangkan bakat seninya.

Di dapur rumahnya, suara mesin gerinda atau mini gerinder nyaring terdengar. Tampak Adhe tengah memotong limbah pipa yang dipungutnya itu.

Tangan terampilnya sangat lihai membuat motif atau gambar di atas pipa putih tersebut. Tak butuh sketsa mentah untuk membentuk limbah pipa itu menjadi menarik.

Dengan bantuan lampu yang diselipkan di dalam pipa, Adhe memainkan mesin gerinda untuk menggambar motif yang diinginkannya.

Tampak mesin tersebut mengikis tipis kulit pipa. Serpihan kikisan itu pun berterbangan, menempel di tangan dan bajunya.

Tak butuh waktu lama bagi Adhe untuk menggambar motif, jari jemarinya seperti telah lihai memproyeksikan gambar dibenaknya. Motif pun selesai tergambar di atas pipa.

Dia kemudian melanjutkan membuat dasar agar lampion bisa berdiri, lalu ditempelkannya dudukan lampu, dan lampion pipa pun tercipta.

Bentukan unik itu semakin menarik dengan lampu warna warni yang terpasang di dalamnya. Memperkuat motif garis yang dibentuk dengan mesin gerindra tersebut.

Adhe mengaku tak ingin mewarnai pipa itu, karena hanya akan meresap cahaya lampu. Ia pun membiarkan warna alami pipa karena cahaya, bentukan, dan garis motif itu lah yang membuat karyanya menarik.

"Saya melakukan ini karena dipandang sebelah mata. Saya sempet lamar kerja tapi tak diterima mereka ketakutan dengan latar belakang saya. Kecurigaan dan penolakan itu memicu saya untuk semangat berkarya," kata Adhe.

Nampaknya, video yang disajikan di media daring sedikitnya berkontribusi bagi Adhe karena telah memberikan banyak inspirasi.

Ketika ia menyaksikan sesuatu yang menarik dan unik, Adhe kerap menguliknya sampai bisa dan berhasil menciptakan karyanya sendiri.

"Lihat di YouTube. Awalnya spekulasi, meski belum bisa tapi saya punya dasar melukis dan mematung," kata di.

Mata Pencaharian.

Karya yang ia beri nama "Lampion Paralon" itu pun akhirnya menjadi salah satu mata pencahariannya.

Adhe menjual karyanya itu dengan harga yang variatif, mulai dari Rp 50.000 hingga ratusan ribu, tergantung dari besaran dan motif pesanan.

Biasanya tetangga atau mereka yang tertarik bisa datang langsung memesan ke rumahnya atau via telepon.

Baca juga: Kisah Julius, Remaja 13 Tahun Lumpuh Sejak Lahir, Andalkan Mama yang Kerja Serabutan

Hanya saja, bisnis lampionnya itu belum berkembang begitu pesat. Sejauh ini Adhe hanya memasarkannya dari mulut ke mulut.

Pembeli sendiri belum begitu banyak, ia hanya bisa membuat lampion paralon ketika ada pesanan saja.

Pernah suatu ketika ia menjual produknya itu di pinggiran jalan, tapi hanya sedikit yang terjual.

Uang hasil penjualan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

"Ya untuk biaya sehari-hari lumayan lah, kan dibantu dengan kerja serabutan seperti ikut proyekan bikin relik taman, tapi itu juga gak setiap hari biasanya bulanan. Alhamdulilah kadang juga dibantu warung istri," ujar dia.

Modal memang menjadi kendala dalam mengembangkan produk lampion paralonnya itu.

Pasalnya, selama ini Adhe membuat lampion paralon dari limbah tak terpakai yang diambil di tempat sampah atau pun dibeli dari tukang loak.

"Itu pun kalau (limbah pipa) ada, kan tidak setiap hari ada. Jadi kalau ada saja, karena kalau beli yang baru cukup mahal juga," ucap Adhe.

Merangkul mantan napi

Dalam sehari, Adhe mampu memproduksi tiga produk lampion paralon dengan motif yang berbeda.

Ketika ada banyak pesanan, ia kadang mengajak rekan senasib untuk membantunya.

Saat ini, ada lima orang yang membantu membuat karyanya itu. Mereka memiliki lantar belakang yang sama yakni sebagai eks narapidana.

Adhe mengaku mengajak rekan senasib untuk memperbaiki kualitas hidup mereka dengan sesuatu yang positif. 

Dia melatih rekan-rekannya itu membuat lampion paralon ataupun membuat karya lainnya.

"Awalnya mereka enggak bisa, tapi saya coba latih, dan dua minggu mereka sudah bisa sendiri. Kalau ada pesanan mereka biasanya bantu, ada buat bawahannya, ada yang mengamplas," tutur Adhe.

Setahun berlalu, kini Adhe dan rekannya mulai berani berbaur dengan masyarakat. Stigma negatif eks napi pun seiring waktu terkikis.

Pandangan masyarakat mulai berubah, Adhe mulai percaya diri untuk kembali bersosialisasi.

"Setelah beraktivitas pandangan berubah. Bahkan ada karang taruna yang ikut merapat untuk dilatih di sini. Ada yang dititipkan biar enggak berkegiatan yang gak jelas," tutur dia.

Ade siap melatih warga apabila tertarik dengan keahliannya. Ia pun mengajak eks narapidana lainnya untuk datang ke rumahnya dan berlatih membuat sebuah karya yang bermanfaat.

"(Eks napi) saya rangkul, saya juga umumkan bagi siapa yang ingin bisa maka datang ke sini, dan galeri mah enggak punya, jadi di rumah saja," kata dia.

"Banyak yang datang merapat, tapi awal enggak digaji sementara, yang penting bisa dulu saja. Alhamdulilah ada yang sudah ke beli mesinnya," kata Adhe menambahkan.

Saat ini sudah ada sekitar 10 orang baik warga maupun eks napi yang ia latih.

Adhe menyenangi hobi barunya ini, pasalnya kegiatan itu juga berhasil mengalihkannya dari perbuatan negatif di masa silam.

Hidup berubah

Warman (26), yang juga eks narapidana, ikut membantu membuat lampion paralon bersama Adhe.

Pria yang sempat merasakan dinginnya penjara karena kasus jambret ini pun sudah berbulan-bulan belajar dengan Adhe.

Kini Warman bertugas membuat dasar lamapu lampion.

"Saya juga bantu pemasaran," tutur Warman.

Para eks napi ini di bawah binaan sebuah yayasan independent bernama Yayasan Batas Cakrawala.

Ketua Yayasan Iwan Setiawan mengatakan, saat ini pihaknya telah membina sekitar 50 orang yang terdiri dari eks narapidana, gepeng, hingga lansia.

Puluhan orang itu tersebar di beberapa daerah seperti, Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Cimahi dan Sumedang.

Yayasan yang dibentuk sejak tahun 2016 ini melakukan pendampingan pemberdayaan masyarakat dengan harapan bisa berfungsi kembali dilingkungan sosial.

"Kami hanya ingin mengentaskan stigma negatif terhadap mereka supaya betul bisa terangkat lagi," kata Iwan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com