Tampak mesin tersebut mengikis tipis kulit pipa. Serpihan kikisan itu pun berterbangan, menempel di tangan dan bajunya.
Tak butuh waktu lama bagi Adhe untuk menggambar motif, jari jemarinya seperti telah lihai memproyeksikan gambar dibenaknya. Motif pun selesai tergambar di atas pipa.
Dia kemudian melanjutkan membuat dasar agar lampion bisa berdiri, lalu ditempelkannya dudukan lampu, dan lampion pipa pun tercipta.
Bentukan unik itu semakin menarik dengan lampu warna warni yang terpasang di dalamnya. Memperkuat motif garis yang dibentuk dengan mesin gerindra tersebut.
Adhe mengaku tak ingin mewarnai pipa itu, karena hanya akan meresap cahaya lampu. Ia pun membiarkan warna alami pipa karena cahaya, bentukan, dan garis motif itu lah yang membuat karyanya menarik.
"Saya melakukan ini karena dipandang sebelah mata. Saya sempet lamar kerja tapi tak diterima mereka ketakutan dengan latar belakang saya. Kecurigaan dan penolakan itu memicu saya untuk semangat berkarya," kata Adhe.
Nampaknya, video yang disajikan di media daring sedikitnya berkontribusi bagi Adhe karena telah memberikan banyak inspirasi.
Ketika ia menyaksikan sesuatu yang menarik dan unik, Adhe kerap menguliknya sampai bisa dan berhasil menciptakan karyanya sendiri.
"Lihat di YouTube. Awalnya spekulasi, meski belum bisa tapi saya punya dasar melukis dan mematung," kata di.
Mata Pencaharian.
Karya yang ia beri nama "Lampion Paralon" itu pun akhirnya menjadi salah satu mata pencahariannya.
Adhe menjual karyanya itu dengan harga yang variatif, mulai dari Rp 50.000 hingga ratusan ribu, tergantung dari besaran dan motif pesanan.
Biasanya tetangga atau mereka yang tertarik bisa datang langsung memesan ke rumahnya atau via telepon.
Baca juga: Kisah Julius, Remaja 13 Tahun Lumpuh Sejak Lahir, Andalkan Mama yang Kerja Serabutan
Hanya saja, bisnis lampionnya itu belum berkembang begitu pesat. Sejauh ini Adhe hanya memasarkannya dari mulut ke mulut.
Pembeli sendiri belum begitu banyak, ia hanya bisa membuat lampion paralon ketika ada pesanan saja.
Pernah suatu ketika ia menjual produknya itu di pinggiran jalan, tapi hanya sedikit yang terjual.
Uang hasil penjualan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
"Ya untuk biaya sehari-hari lumayan lah, kan dibantu dengan kerja serabutan seperti ikut proyekan bikin relik taman, tapi itu juga gak setiap hari biasanya bulanan. Alhamdulilah kadang juga dibantu warung istri," ujar dia.
Modal memang menjadi kendala dalam mengembangkan produk lampion paralonnya itu.
Pasalnya, selama ini Adhe membuat lampion paralon dari limbah tak terpakai yang diambil di tempat sampah atau pun dibeli dari tukang loak.
"Itu pun kalau (limbah pipa) ada, kan tidak setiap hari ada. Jadi kalau ada saja, karena kalau beli yang baru cukup mahal juga," ucap Adhe.
Merangkul mantan napi
Dalam sehari, Adhe mampu memproduksi tiga produk lampion paralon dengan motif yang berbeda.
Ketika ada banyak pesanan, ia kadang mengajak rekan senasib untuk membantunya.