Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terbitkan Ijazah Bodong, Pembina dan Ketua Yayasan Perguruan Tinggi di Palembang Ditangkap

Kompas.com - 31/10/2019, 18:07 WIB
Aji YK Putra,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

PALEMBANG, KOMPAS.com- Polda Sumatera Selatan menangkap SS yang merupakan Pembina Yayasan Perguruan Tinggi Harapan Palembang dan MS selaku ketua yayasan, karena diduga telah menerbitkan ijazah bodong.

Kejadian tersebut terungkap setelah salah satu alumni membuat laporan di Polda Sumsel.

Pelapor mengaku telah dirugikan karena ijazah yang dikeluarkan oleh pihak kampus ternyata tidak terdaftar di Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi.

Dirkrimum Polda Sumsel Kombes Pol Yustan Alpiani mengatakan, dari hasil penyelidikan, Perguruan Tinggi Harapan Palembang dibuka sejak tahun 1998 dan habis izin pendirian perguruan tinggi sampai tahun 2000. 

Sementara untuk izin program studi telah habis pada tahun 2009. Akan tetapi, perguruan tinggi tersebut baru berhenti melakukan kegiatan penerimaan mahasiswa pada tahun 2014,.

"Akibat ada 64 mahasiwa angkatan periode 2014-2017 yang menjadi korban karena ijazah mereka tidak terdaftar di Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi. Kemungkinan jumlah korban lebih banyak lagi karena izin perguruan tinggi ini telah habis sejak 2009," kata Yustan, konferensi persi, Kamis (31/10/2019).

Baca juga: Tabrak Kendaraan Roda Enam di Tol Ngawi, Sopir Truk Tewas

Perguruan Tinggi Harapan Palembang diketahui memiliki Program Studi Akademi Perekam dan Informatika dan Akademi Farmasi Harapan.

Atas perbuatannya, SS dan MS yang merupakan suami istri ini dikenakan Pasal 378 KUHP dan Pasal 71 juncto Pasal 62 ayat 1 undang-undang 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Pasal 42 ayat 4 UU RI Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yakni pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda Rp 1 miliar.

"Surat pernyataan dari Direktorat Jenderal IPTEK, Dikti, Kemenristekdikti No 3984/C.C5/KL 2017 yang juga menyebutkan, Yayasan Perguruan Tinggi Harapan Palembang tidak memiliki izin pendirian perguruan tinggi maupun izin membuka program studi," jelas Yustan.

Pengakuan korban

Mulyadi, salah satu korban yang membuat laproan mengaku baru mengetahui bahwa ijazah tersebut bodong setelah namanya tidak terdaftar di Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi dari Kemenristek Dikti. 

Mulyadi menjadi mahasiswa di perguruan tinggi tersebut pada 2014 dan dinyatakan lulus pada 2017.

"Selama kuliah tidak ada hal yang mecurigakan. Dosen juga mengajar seperti biasa ketika hendak mendaftar kerja saya baru tahu kalau ijaazah ini tidak terdaftar," kata Mulyadi.

Akibat kejadian itu, Mulyadi mengaku mengalami kerugian Rp 50 Juta. Selain itu, waktu tiga tahun menjalani masa kuliah menjadi sia-sia karena ijazahnya itu tidak dapat digunakan.

"Hanya ijazah SMA sekarang yang bisa saya gunakan," ujar dia.

Baca juga: Kompor Meledak Saat Dipakai Memasak, 65 Orang Tewas dalam Kebakaran Kereta di Pakistan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com