Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jawa Diprediksi Kehilangan Sumber Air Bersih Tahun 2040: Segala Sesuatu Butuh Air...

Kompas.com - 30/10/2019, 06:06 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS,com - Indonesia merupakan salah satu negara terkaya dalam sumber daya air karena menyimpan 6% potensi air dunia, tapi Jawa sebagai pulau terpadat di negara ini terancam kehabisan air.

Sumber air melimpah Indonesia tercantum dalam laporan badan kerja sama lintas negara, Water Environment Partnership in Asia (WEPA).

Namun kajian resmi pemerintah memprediksi Jawa bakal kehilangan hampir seluruh sumber air bersih tahun 2040.

Baca juga: Kekeringan Meluas di Banyumas, 73.377 Jiwa Andalkan Bantuan Air Bersih

Ini adalah salah satu alasan di balik wacana pemindahan ibu kota, bahwa 150 juta penduduk di pulau terpadat Indonesia akan kekurangan air, bahkan untuk sekadar makan atau minum.

Para peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebut sejumlah faktor pemicu krisis air, dari perubahan iklim, pertambahan penduduk hingga alih fungsi lahan.

Pemerintah mengklaim proyek bendungan serta revitalisasi waduk dan danau yang terus berjalan dapat mencegah krisis air, walau akademisi menilai upaya itu belum cukup membendung bencana yang bakal datang.

BBC News Indonesia bertemu komunitas warga di Jakarta dan Pacitan, Jawa Timur, yang saat ini merasakan hidup dengan sumber air terbatas.

Baca juga: Kisah Relawan Jelajahi Gua Vertikal untuk Cari Air Bersih: Puluhan Tahun Akhirnya Kami Tidak Kekeringan Lagi

Pemerintah Pacitan mengirim bantuan air bersih ke kawasan yang kekeringan pada musim kemarau tahun 2019. BBC NEWS INDONESIA Pemerintah Pacitan mengirim bantuan air bersih ke kawasan yang kekeringan pada musim kemarau tahun 2019.

Pagi itu di akhir Juli lalu, Miratin melakukan aktivitas yang ia jalani sejak kanak-kanak. Warga Desa Klepu, Kecamatan Donorojo, Pacitan itu berjalan kaki naik-turun lanskap berbukit, menuju sebuah gua vertikal yang berjarak satu kilometer dari rumahnya.

Miratin dan keluarganya terbiasa mandi, mencuci baju, lalu membawa sebakul air bersih ke rumah.

Rumahnya adalah satu dari 85 rumah di Desa Klepu yang tidak tersambung pipa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

Baca juga: Kekeringan di Karawang Meluas, Hujan Diperkirakan Baru Turun Desember

"Kadang saya juga beli air, biasanya 20 liter seharga Rp 500. Itu untuk masak dan mencuci. Sorenya saya beli lagi atau ambil ke gua."

"Sebenarnya berat setiap hari harus ke gua. Tapi mau bagaimana lagi? Saya juga sudah terbiasa," ujarnya.

Sekitar 100 meter dari rumah Miratin sebenarnya terdapat satu sumur. Namun saat kemarau, tak ada air yang bisa ditimba dari sumur tersebut.

Baca juga: Lahan di Ponorogo Kekeringan, Kementan Sarankan Pompanisasi

Sebagian warga Pacitan yang tak terlayani pipa leding PDAM harus mengambil air bersih dari gua vertikal. BBC News Indonesia Sebagian warga Pacitan yang tak terlayani pipa leding PDAM harus mengambil air bersih dari gua vertikal.

Merujuk pemetaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jawa Timur termasuk provinsi yang paling terdampak kemarau panjang tahun 2019.

Puluhan desa di Pacitan disebut bakal mengalami kekeringan akut Agustus hingga September.

Hujan yang semakin jarang turun juga mempengaruhi suplai air penduduk Desa Klepu di Pacitan yang telah terhubung leding, salah satunya Katini.

"Sulit sekali mendapat air bersih di musim kemarau ini. Ada jaringan PDAM tapi airnya tidak keluar," tuturnya.

Baca juga: Hadapi Kekeringan, Warga Boyolali Jual Sapi untuk Beli Air Bersih

Katini dan sebagian besar tetangganya kini bergantung pada bantuan air bersih dari pemerintah. Karena bantuan datang tak tentu hari, mereka terpaksa membeli satu tangki air berisi 6000 liter seharga Rp 330 ribu.

"Tidak (ada) air, hidup sulit, karena itu kebutuhan yang paling penting. Segala sesuatu butuh air," katanya.

Sementara itu di Jakarta, warga Kecamatan Tambora bernama Mamas kian bergantung pada pedagang air keliling pada musim kemarau ini. Pompa air manual miliknya semakin kepayahan menyedot air tanah dari sumur sedalam 14 meter.

Baca juga: Kekeringan di Gunungkidul, Sumber Air Mulai Habis, Anggaran Menipis

Mamas dan keluarganya adalah bagian dari 40% rumah tangga di Jakarta yang tidak tersambung pipa air bersih.

"Air yang keluar sedikit waktu kemarau, pompa perlu diistirahatkan dulu. Setelah setengah jam, baru air keluar lagi. Mungkin air sudah surut, padahal cukup dalam. Kalau musim hujan, setiap hari ada air," ujarnya.

Baca juga: Cerita Warga yang Kekeringan, Terpaksa Mandi ke Sungai yang Airnya Bercampur Kotoran


Apakah krisis air Jawa benar-benar bisa terjadi?

Mamas, warga Tambora, Jakarta, bergantung pada pompa air tanah manual. Saat musim kemarau, ia terpaksa membeli lebih banyak air dari pedagang keliling. BBC News Indonesia Mamas, warga Tambora, Jakarta, bergantung pada pompa air tanah manual. Saat musim kemarau, ia terpaksa membeli lebih banyak air dari pedagang keliling.
Krisis air terjadi saat kebutuhan atas sumber daya ini lebih tinggi dibandingkan tingkat ketersediaannya, kata peneliti senior di Pusat Geoteknologi LIPI, Rachmat Fajar Lubis.

Persoalannya di Jawa, kata Rachmat, air selalu dipersepsikan sebagai sumber daya terbarukan karena Indonesia mengalami musim hujan setiap tahun.

Padahal, ia menyebut curah hujan Jawa tidak pernah bertambah, bahkan cenderung menurun dalam beberapa tahun terakhir.

Baca juga: Kekeringan Melanda Padang, 10.000 Liter Air Bersih Didistribusikan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com