Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Paidi, Pemulung Beromzet Miliaran berkat Porang, Kini Didatangi Banyak Orang yang Ingin Belajar (1)

Kompas.com - 29/10/2019, 07:27 WIB
Muhlis Al Alawi,
Khairina

Tim Redaksi

MADIUN, KOMPAS.com — Sejak cerita Paidi, mantan pemulung yang jadi miliader ramai dibicarakan, suasana Desa Kepel, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun, tak pernah sepi tamu dari luar daerah.

Saban hari, berbagai tamu dengan latar belakang profesi berbeda-beda berbondong-bondong mendatangi desa yang berada 22 kilometer dari Kota Madiun itu.

Paidi, seorang pemulung asal Desa Kepel, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, yang sukses bertanam porang banyak menginspirasi para petani di seluruh Indonesia.

Baca juga: Cerita Paidi, Mantan Pemulung Beromzet Miliaran Setelah Sukses Tanam Porang

Buku tamu yang disediakan di rumahnya penuh dengan tulisan nama dan asal-usul warga yang ingin berguru bertanam porang kepada Paidi.

"Sejak cerita saya viral, banyak yang berdatangan ke sini. Ada dari Sumatera, Lampung, Medan, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Bali, hingga NTT. Tak ketinggalan banyak yang datang dari kabupaten di wilayah pulau Jawa," ujar Paidi yang ditemui Kompas.com, Jumat (25/10/2019) siang. 

Kerepotan banyak aktivitas, Paidi didampingi beberapa karyawan menemui tamu-tamunya yang datang dari sejumlah daerah di Indonesia.

Kebanyakan tamu yang datang lantaran penasaran dengan cerita kesuksesannya bertanam porang hingga menjadikannya seorang miliader.

Selain itu, tamu yang datang juga bertanya bagaimana cara bertanam hingga prospek ke depan.

Ketenaran seorang Paidi tak hanya terangkat setelah viral di dunia maya. Paidi makin banyak dikenal orang setelah ia diundang menjadi narasumber dalam talkshow Kick Andy dan acara Hitam Putih milik Dedy Corbuzier. 

Setelah tampil di acara talkshow dua stasiun televisi swasta itu, Paidi tak pernah sepi tanggapan dan kebanjiran pesan di nomor WhatsApp yang tertera dalam akun YouTube. 

Sehari warga yang mengirim pesan di nomor WhatssApp tembus 10.000 setiap hari. Sementara dalam satu hari orang yang meneleponnya mencapai ratusan orang. 

Kewalahan menjawab ribuan pertanyaan yang dilontarkan warga lewat WhatssApp, ia merekrut satu warga di kampung halaman.

Satu karyawan ditugasi khusus menjawab pertanyaan dari orang yang mengirim pesan via WhatssApp. 

Tak puas dengan jawaban WhatsApp, banyak kelompok tani hingga pemerintah daerah yang memintanya menjadi pembicara dan motivator para petani di sejumlah daerah di Indonesia. 

Terakahir, ia diundang khusus Bupati Karanganyar, Jawa Tengah, Juliatmono menjadi pembicara di depan kelompok tani.  

Baca juga: 6 Fakta Mantan Pemulung Sukses Bisnis Porang, Omzet Miliaran Rupiah hingga Cita-cita Umrah Satu Desa

Paidi pun bercerita bagaiamana ia jatuh bangun merintis usaha hingga akhirnya sukses bertanam porang.

Tak hanya diundang pemerintah daerah, Paidi juga diajak kerja sama dengan perusahaan obat-obatan medis dan makanan.

Hanya, ia menolak bekerja sama bila perusahaan pupuk, obat-obatan, dan makanan memintanya mem-branding usaha mereka di media sosial.

Ia memilih membagikan ilmu bertanam porang secara gratis. Bagi yang tidak datang ke rumahnya, Paidi membuat link YouTube dengan nama Paidi Porang Official.

Saat ini pengikutnya sudah mencapai 59.000 subscriber dengan total video yang diunggah sebanyak 125 video. 

Di akun YouTube itu, Paidi banyak bercerita bagaimana cara bertanam porang hingga memasarkannya. Tak hanya itu ia juga menyuguhkan video-video wawancara dengan petani yang sukses bertanam porang. 

Paidi berharap ilmu bertanam porang yang disampaikan kepada setiap tamu yang datang dapat memotivasi petani. Dengan demikian, para petani bisa sukses seperti dirinya. 

Ia memimpikan, porang kelak akan menjadi ikon petani di Indonesia, apalagi tanaman porang yang menjadi komoditas dunia ini hanya bisa tumbuh di Indonesia, Thailand, Myanmar, dan Vietnam. 

Beruntungnya lagi, masa panen dan tanam porang di Indonesia, Thailand, dan Vietnam berbeda. Bila di Indonesia mengalami masa panen, di Thailand, Myanmar, dan Vietnam masa tanam. 

Kabar baiknya lagi, tanaman porang kini bisa ditanam di area terbuka setelah adanya revolusi tanam besutan Paidi.

Sebelumnya, tanaman porang hanya bisa hidup di bawah naungan pohon besar, seperti sengon, jati, dan mahoni.

Untuk itu, tanaman porang bisa menjadi salah satu komoditas andalan petani di Indonesia guna memenuhi kebutuhan pasar dunia, seperti China, Jepang, dan Inggris.

Tak hanya itu, makin naiknya harga porang setiap tahun juga bisa mengangkat kehidupan petani di Indonesia lebih baik. 

Satu hektar Rp 800 juta

Bukan tanpa alasan Paidi bercerita gampangnya menjadi petani sukses setelah bertanam porang.

Petani yang memiliki lahan satu hektar, bila ditanami porang semuanya, maksimal bisa memiliki menghasilkan uang Rp 800 juta dalam kurun dua musim (sekitar dua tahun). 

Omzet Rp 800 juta, bila dikurangi dengan biaya pengadaan bibit, pupuk, hingga pengolahan lahan sekitar Rp 100 juta, laba bersih mencapai Rp 700 juta. Fantastis bukan?

Hanya, untuk mencapai untung sebesar itu, bibit porang menjadi penentu. Setidaknya bibit porang bernama katak minimal sebesar kentang kecil. Sementara bila bibit porangnya besar kecilnya tidak merata, panen maksimal mencapai Rp 600 juta. 

Asumsinya, satu hektar bisa menghasilkan 60 ton porang. Bila dijual ke pasaran, porang basah dihargai Rp 10.000 per kilogram sehingga petani bisa mendapatkan uang Rp 600 juta.

Bila dikurangi dengan biaya bibit, pupuk, dan pengolahan lahan sebesar Rp 100 juta, seorang petani porang yang memiliki lahan satu hektar bisa meraup untung Rp 500 juta. 

Ditanya bagaimana semua petani menanam porang, Paidi mengatakan porang yang menjadi kebutuhan bahan makanan, kosmetik, hingga mesiu di dunia akan terus dicari banyak pihak. Ia mencontohkan, khusus di Jawa Timur saja dalam satu hari dibutuhkan 200 ton porang. 

Setelah lama malang-melintang di dunia perporangan, kini Paidi yang dahulu hanya pemulung menuai kesuksesan.

Selain omzet pemasukan yang besar, Paidi memiliki lahan di berbagai tempat hingga luar Jawa untuk pengembangan tanaman porangnya. 

Sementara itu, Stefhan Adati, warga Kotamabagu, Provinsi Sulawesi Utara, tertarik datang langsung ke rumah Paidi untuk berguru langsung tentang cara bertanam porang.

Harapannya, tanaman porang yang akan ditanam di lahannya kelak dapat mendongkrak pendapatan petani di kampung halaman. 

"Saya datang ke sini karena ada peluang bagi kami di Sulawesi Utara bertanam porang. Selama ini, petani di kampung kami hanya mengandalkan cengkeh, kelapa, hingga nanas," kata Stefhan kepada Kompas.com di rumah Paidi. 

Baca juga: Porang Madiun Menjadi Buruan Pengusaha Jepang dan China

Namun, kata Stefhan, banyak petani yang mengeluhkan hasil panen yang diperoleh tidak seimbang dengan biaya operasional yang dikeluarkan. Harga kelapa dan cengkeh sempat anjlok dan membuat protes. 

"Saat ini cengkeh di wilayah kami sementara panen raya. Tetapi kalau ditimbang harga panen dan biaya operasional, lebih banyak biaya pengeluarannya," kata Stefhan. 

Kondisi serupa dialami bila petani mengalami panen raya buah nanas. Harga buah nanas saat panen seperti tidak ada artinya, bahkan sampai dikasih ke banyak orang. 

Stefhan mengatakan tertarik datang jauh-jauh ke rumah Paidi setelah melihat acara Hitam Putih yang saat itu mendatangkan Paidi sebagai narasumber.

Penasaran dengan cerita Paidi, Stefhan lalu mencari video tayangan ulang Paidi saat dijadikan narasumber Kick Andy

Setelah menjelajah dunia maya, Stefhan mendapatkan nomor WhatssApp Paidi di YouTube, hingga akhirnya datang langsung ke rumah Paidi.

SelanjutnyaBaca juga: Warganya Jadi Miliarder Berkat Porang, Desa Ini Dirikan Pusat Studi Porang Indonesia (2)

 

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com