Petani yang memiliki lahan satu hektar, bila ditanami porang semuanya, maksimal bisa memiliki menghasilkan uang Rp 800 juta dalam kurun dua musim (sekitar dua tahun).
Omzet Rp 800 juta, bila dikurangi dengan biaya pengadaan bibit, pupuk, hingga pengolahan lahan sekitar Rp 100 juta, laba bersih mencapai Rp 700 juta. Fantastis bukan?
Hanya, untuk mencapai untung sebesar itu, bibit porang menjadi penentu. Setidaknya bibit porang bernama katak minimal sebesar kentang kecil. Sementara bila bibit porangnya besar kecilnya tidak merata, panen maksimal mencapai Rp 600 juta.
Asumsinya, satu hektar bisa menghasilkan 60 ton porang. Bila dijual ke pasaran, porang basah dihargai Rp 10.000 per kilogram sehingga petani bisa mendapatkan uang Rp 600 juta.
Bila dikurangi dengan biaya bibit, pupuk, dan pengolahan lahan sebesar Rp 100 juta, seorang petani porang yang memiliki lahan satu hektar bisa meraup untung Rp 500 juta.
Ditanya bagaimana semua petani menanam porang, Paidi mengatakan porang yang menjadi kebutuhan bahan makanan, kosmetik, hingga mesiu di dunia akan terus dicari banyak pihak. Ia mencontohkan, khusus di Jawa Timur saja dalam satu hari dibutuhkan 200 ton porang.
Setelah lama malang-melintang di dunia perporangan, kini Paidi yang dahulu hanya pemulung menuai kesuksesan.
Selain omzet pemasukan yang besar, Paidi memiliki lahan di berbagai tempat hingga luar Jawa untuk pengembangan tanaman porangnya.
Sementara itu, Stefhan Adati, warga Kotamabagu, Provinsi Sulawesi Utara, tertarik datang langsung ke rumah Paidi untuk berguru langsung tentang cara bertanam porang.
Harapannya, tanaman porang yang akan ditanam di lahannya kelak dapat mendongkrak pendapatan petani di kampung halaman.
"Saya datang ke sini karena ada peluang bagi kami di Sulawesi Utara bertanam porang. Selama ini, petani di kampung kami hanya mengandalkan cengkeh, kelapa, hingga nanas," kata Stefhan kepada Kompas.com di rumah Paidi.
Baca juga: Porang Madiun Menjadi Buruan Pengusaha Jepang dan China
Namun, kata Stefhan, banyak petani yang mengeluhkan hasil panen yang diperoleh tidak seimbang dengan biaya operasional yang dikeluarkan. Harga kelapa dan cengkeh sempat anjlok dan membuat protes.
"Saat ini cengkeh di wilayah kami sementara panen raya. Tetapi kalau ditimbang harga panen dan biaya operasional, lebih banyak biaya pengeluarannya," kata Stefhan.
Kondisi serupa dialami bila petani mengalami panen raya buah nanas. Harga buah nanas saat panen seperti tidak ada artinya, bahkan sampai dikasih ke banyak orang.
Stefhan mengatakan tertarik datang jauh-jauh ke rumah Paidi setelah melihat acara Hitam Putih yang saat itu mendatangkan Paidi sebagai narasumber.
Penasaran dengan cerita Paidi, Stefhan lalu mencari video tayangan ulang Paidi saat dijadikan narasumber Kick Andy.
Setelah menjelajah dunia maya, Stefhan mendapatkan nomor WhatssApp Paidi di YouTube, hingga akhirnya datang langsung ke rumah Paidi.
SelanjutnyaBaca juga: Warganya Jadi Miliarder Berkat Porang, Desa Ini Dirikan Pusat Studi Porang Indonesia (2)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.