Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Organisasi Kepemudaan di Kaltim Pasca-Sumpah Pemuda 1928

Kompas.com - 28/10/2019, 14:13 WIB
Zakarias Demon Daton,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

"Pada Kongres Pemuda 1928 turut menjadi pesertanya," jelas Sarip yang juga Koordinator Lembaga Studi Sejarah Lokal Komunitas Samarinda Bahari (Lasaloka-KSB).

Artinya, ada peserta dari Kaltim walaupun tidak secara langsung mengatasnamakan perwakilan Kaltim.

Sangaji kemudian menjelang Perang Pasifik kembali ke Kaltim dan berdomisili di Samarinda. Ia membina para pemuda pergerakan.

Baca juga: Momentum Sumpah Pemuda, Polres Cianjur Luncurkan Kang Bhabin

 

Lahirnya Rupindo

Satu dari murid terbaik Sangaji ialah Abdoel Moeis Hassan, yang mendirikan Rupindo 1940 dan Balai Pengajaran dan Pendidikan Rakyat (BPPR) 1942.

Mei 1940, usia Moeis Hassan belum genap 16 tahun.

Kala itu, ia dan kawan-kawannya antara lain Badroen Tasin, Chairul Arief, Syahranie Yusuf, menggagas pembentukan organisasi kepemudaan lokal yang berhaluan kebangsaan.

Namanya, Rukun Pemuda Indonesia, diakronimkan Rupindo.

Baca juga: Mohammad Yamin, Salah Satu Sosok Penting di Balik Sumpah Pemuda

Perkumpulan ini bertujuan menghimpun dan membangkitkan semangat kaum muda serta menanamkan kesadaran berbangsa, berbahasa, dan bertanah air Indonesia. Organisasi ini eksis hingga 1945.

"Polisi Belanda sering mengintimidasi dan menginterogasi Moeis dkk. Tapi para pengurus Rupindo cerdik berkelit," kata Sarip.

Kelak pada masa Revolusi Kemerdekaan, Moeis Hassan tampil sebagai pemimpin perjuangan diplomasi kemerdekaan di Kaltim dalam wadah Ikatan Nasional Indonesia (INI) dan Front Nasional.

Moeis Hassan juga menjadi gubernur Kaltim periode 1962–1966.

Baca juga: Pengendara Terjaring Razia Disuruh Ucapkan Sumpah Pemuda, Banyak Tidak Hafal

 

Berdirinya Surya Wirawan

Seiring itu, di Samarinda berdiri pula Surya Wirawan. Organisasi ini merupakan perkumpulan pemuda kepanduan, yang sekarang mirip dengan Pramuka.

Ketuanya adalah Bustani HS, yang kemudian pernah dipenjara Belanda selama dua tahun pada 1940–1942.

Landraad atau pengadilan kolonial di Samarinda memvonis Bustani H.S. melakukan subversif atau makar dari sebuah orasinya dalam rapat umum.

Kala itu, Samarinda menjadi pusat pergerakan di Kaltim.

Baca juga: Tonjolkan Keberagaman, PNS Gresik Upacara Sumpah Pemuda dengan Pakaian Adat

 

Karena menjadi pusat pergerakan di Oost Borneo—nama Kaltim tempo dulu—karena Samarinda kala itu adalah pusat pemerintahan kolonial sekaligus pusat pendidikan dan perdagangan di timur Kalimantan.

Sedang Balikpapan hanya menjadi kota minyak bagi kolonial.

Sementara Tenggarong merupakan ibu kota Kerajaan Kutai Kertanegara yang tenang, relatif sepi dari hiruk-pikuk pergerakan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com