Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemindahan Ibu Kota Negara Ancam Eksistensi Kesultanan Kutai?

Kompas.com - 28/10/2019, 08:32 WIB
Zakarias Demon Daton,
Farid Assifa

Tim Redaksi

SAMARINDA, KOMPAS.com - Kerabat Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura tak khawatir pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur akan mengancam eksistensi budaya kesultanan.

Haryanto Bachroel, salah satu Kerabat Kesultanan Kutai di Tenggarong, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, mengatakan, masyarakat Kutai sudah berinteraksi dengan penduduk luar sejak zaman kesultanan Kutai dulu.

Kesultanan Kutai sering didatangi orang luar termasuk mancanegara karena dinilai sebagai kota emas selain Pulau Jawa.

"Jadi tidak masalah," kata dia, Sabtu (26/10/2019) saat dikonfirmasi.

Baca juga: Berkunjung ke Calon Ibu Kota Negara, Jangan Lupa Mampir ke Bangkirai

Kesultanan sudah memelihara budaya sejak 700 ratus lalu. Di Tenggarong, Kutai Kartanegara, setiap tahun digelar budaya Erau.

Erau berasal dari bahasa Kutai, eroh yang artinya pesta budaya yang ramai, riuh, ribut, suasana yang penuh sukacita.

Gelaran budaya ini selalu mendapat dukungan penuh dari masyarakat dan pemerintah daerah.

"Karena itu, dengan mempertahankan budaya Kutai adalah penghormatan terhadap kesultanan," ujarnya.

Menurut dia, hadirnya ibu kota negara justru memperkuat eksistensi kesultanan Kutai.

Selain itu, pemindahan ibu kota negara juga akan memajukan daerah-daerah penyangga dan memajukan ekonomi masyarakat. Seiring migrasi penduduk besar-besaran masuk ke Kaltim.

"Justru kita makin maju karena akan ada perubahan besar dari segala aspek," jelasnya.

Meski demikian, pemerintah diminta menjaga ciri khas kesultanan Kutai agar tak terhapus.

Karena itu, ciri khas lokal harus diabadikan ke ruang-ruang publik seperti kantor dan fasilitas umum lainnya.

"Jadi (kesultanan) tidak musnah. Karena pasti terjadi perkembangan kota yang luar biasa karena itu ciri khas kesultanan jangan sampai hilang," harapnya.

Lebih jauh, penghargaan negara kepada budaya lokal juga bisa digunakan dengan penggunaan nama jalan bagi tokoh lokal.

Pun, nama ibu kota negara. Jika memang dibutuhkan, maka pihak kesultanan Kutai juga akan membantu membahas nama ibu kota negara yang terbaik.

Baca juga: Proyek Palapa Ring Lewati Lokasi Ibu Kota Negara Baru, Ini Harapan Bupati PPU

Kesultanan harus dilibatkan karena wilayah Penajam Paser Utara (PPU) dan Kutai Kertanegara merupakan bekas wilayah kesultanan Kutai, termasuk daerah penyangga lain seperti Balikpapan dan Samarinda.

"Soal nama yang cocok, apakah pakai suku-suku masyarakat asli di sana atau sejarah perjuangan mereka, bisa dipertimbangkan," jelasnya.

Karena itu Haryanto berharap agar pemerintah daerah maupun pusat melibatkan kesultanan dalam hal pembahasan ibu kota negara. Menurutnya, pelibatan ini penting karena merupakan tokoh lokal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com