MAKASSAR, KOMPAS.com - Kaum milenial membutuhkan keintiman dengan masyarakat tradisi, termasuk di dalamnya tradisi lisan, tradisi yang diwariskan melalui tuturan.
Di zaman yang serba terkepung oleh teknologi informasi, milenial dan Generasi Z membutuhkan interaksi langsung dengan para pelaku tradisi di Nusantara, untuk membangkitkan memori kolektif mengenai berbagai hal baik yang ada dalam tradisi.
Kemajuan teknologi telah jauh berjalan dan menggeser kepentingan untuk berkomunitas dan bersosialisasi.
Akan tetapi, fakta memperlihatkan bahwa generasi muda juga menyadari, keintiman dan hal-hal yang mengikat perasaan itu tidak mungkin dipenuhi oleh seperangkat IT sebera pun canggihnya.
Demikian poin-poin sambutan Ketua Umum Asosiasi Tradisi Lisan Pudentia MPSS dan Bupati Wajo Sulawesi Selatan, Amran Mahmud dalam Pembukaan Seminar Internasional dan Festival Tradisi Lisan XI di Rumah Jabatan Gubernur Sulsel Makassar Sulsel, 24 Oktober 2019.
Baca juga: Asosiasi Tradisi Lisan Gelar Munas dan Seminar Internasional di Makassar
Pembukaan seminar juga dihadiri oleh Gubernur Sulsel HM Nurdin Abdulah dan Sekretaris Provinsi Sulsel Abdul Hayat Gani.
"Di era teknologi yang semakin maju, sepertinya tidak ada tempat memadai bagi tradisi lisan. Namun, mungkin ada di memori kita, mungkin di hati kita, atau mungkin di rumah kita," kata Pudentia.
Tradisi lisan ada di dalam UU Pemajuan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2017, dan merupakan satu di antara sepuluh objek pemajuan kebudayaan. Oleh karena itu, karena menjadi amanat UU, maka tradisi lisan harus dimajukan.
Pudentia mengatakan, selama ini ATL berdiri di dua kaki, dalam arti positif. Satu peran sebagai akademisi dan peneliti yang kerap bermitra dengan pemerintah, dan peran lain sebagai penggerak, NGO, yang melakukan langsung advokasi kepada pelaku dan pemilik tradisi.
Dorongan utama justru datang dari para pelaku tradisi yang mempercayakan masa depannya kepada ATL. Pemerintah juga meminta ATL untuk mementaskan pertunjukan-pertunjukan di berbagai kesempatan.
Bupati Wajo menegaskan, nilai-nilai budaya dan kearifan lokal harus kita pertahankan bersama. Kita semua harus mendorong kebudayaan yang inklusif.
Melindungi ekspresi dan nilai budaya daerah untuk memperkuat kebudayaan nasional, dengan mengikuti perkembangan zaman.
"Mengembangkan dan menguatkan budaya Indonesia dalam pergaulan budaya internasional. Memajukan kebudayaan yang melindungi keanekaragaman hayati dan melindungi ekosistem. Meningkatkan peran pemerintah sebagai fasilitator pemajuan kebudayaan," kata Amran.
Festival tradisi lisan
Seminar internasional hampir selalu dibarengkan dengan festival tradisi lisan, untuk memberi tempat bagi para pelaku tradisi dan masyarakat pendukungnya.