Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Warga Gempa Porak-porandakan Desa, Bumi Bergoyang Muntahkan Lumpur, hingga Derita di Pengungsian

Kompas.com - 24/10/2019, 21:50 WIB
Rahmat Rahman Patty,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

Ayahnya La Nai, yang saat itu sedang tidur meninggal dunia setelah tertimpa bangunan rumahnya yang roboh.

Menurut Rony, saat gempa terjadi dia sedang berada di kebunnya. Saat itu juga dia langsung kembali ke perkampungan dan melihat banyak rumah yang telah roboh di dusun itu.

Tubuhnya pun bergetar, air matanya tumpah manakala dia menyaksikan rumahnya telah menjadi puing-puing dan mendapati sosok ayahnya telah tertimbun material bangunan.

Rony saat itu langsung berusaha untuk mengangkat puing bangunan yang menutupi sebagian jasad ayahnya.

Namun, dia tidak mampu melakukannya sendirian, dalam kondisi itu dia hanya dapat menatap wajah ayahnya yang telah pergi meninggalkannya.

“Saya bingung karena semua orang lari menyelamatkan diri, saya tidak bisa mengangkat puing bangunan yang menutupi jasad ayah saya dan saya hanya bisa memandangnya,” kata Rony.

Dia mengatakan, setelah menunggu sekitar 30 menit lamanya, sejumlah warga lainnya akhirnya mendatangi dusun dan kemudian membantunya untuk memindahkan puing bangunan yang menutupi jasad ayahnya.

Selain kehilangan sang ayah, Rony mengaku salah satu kerabatnya juga meninggal dunia karena tertimpa reruntuhan bangunan saat gempa mengguncang dusun tersebut.

“Jadi di sini ada dua orang yang meninggal dunia, ayah saya dan juga satu keluarga saya,” ujar dia.

Semburan lumpur

Dampak gempa di Desa Liang, tercatat yang paling terparah jika dibandingkan dengan desa-desa lain di Maluku.

Selain menimbulkan jatuh korban jiwa dan luka-luka serta menghangcurkan ratusan rumah warga, gempa yang terjadi di desa itu ikut menyebabkan semburan lumpur terjadi di beberapa tempat.

Warga menjadi panik setelah munculnya semburan lumpur di banyak lokasi. Banyak dari mereka berusaha menyelamatkan diri.

Apu, salah seorang warga Liang mengungkapkan, saat kejadian itu dia langsung membayangkan jika gempa yang terjadi akan disertai dengan tsunami.

Sebab, ia sempat mendengar suara gemuruh yang sangat kuat dari arah laut sebelum gempa merobohkan rumah-rumah warga dan menyemburkan lumpur di mana-mana.

Baca juga: Kisah Pengungsi Gempa Ambon, Takut Kembali ke Rumah hingga Tinggal Terpencar di Gunung

“Ada suara gemuruh yang sangat kuat, tiba-tiba gempa. Saya terpisah dari keluarga, masing-masing lari sendiri-sendiri,” kata dia.

Kondisi kepanikan warga yang terjadi saat itu sangatlah parah, hingga banyak orangtua dan anaknya terpisah, banyak warga yang berlari sambil menangis di jalan-jalan.

“Saya ceritakan kejadian ini saja, saya sampai trauma, jujur saja saya trauma kalau ingat kejadian itu,” kata dia.

Pengungsian  

Menjelang sebulan setelah gempa berlalu, ribuan warga di Desa Liang masih bertahan di lokasi-lokasi pengungsian yang tersebar di desa tersebut.

Mereka tinggal di tenda-tenda darurat dalam kondisi sangat memprihatinkan.

Kompas.com mendagangi sejumlah tenda pengungsian dan melihat langsung kondisi para pengungsi yang di desa tersebut.

Mereka yang rumah-rumahnya rusak, hanya tinggal di tenda darurat yang mereka dirikan sendiri sejak hari pertama mengungsi.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com