“Kemudian juga kami lapis dengan UU TPPU pasal 3,4 dan 5 tentang pencucian uang,” ujarnya.
Firman menjelaskan, alasan penyidik menggunakan UU TPPU dalam kasus itu lantaran dari hasil penyelidikan, ada upaya tersangka mencoba untuk mengaburkan hasil kejahatannya dengan cara membeli beberapa aset dan properti serta mengembangkan usaha lainnya.
Dalam kasus tersebut sebanyak 25 orang saksi telah dimintai keterangan baik saksi dari internal BNI maupun dari luar BNI.
Sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam kasus itu pun juga akan diperiksa lebih lanjut.
“Kita akan periksa sesuai dengan ketentuan hukum dan prosedur yang berlaku, kalau terdapat bukti keterlibatan maka tentu akan dikenakan Undang-Undang TPPU,” katanya.
Modus
Adapun modus yang dilakukan FY untuk menguras dana nasabah senilai Rp 58.9 miliar dengan cara menawarkan produk imbal hasil kepada para nasabah.
Para nasabah yang tergiur dengan produk yang ditawarkan tersangka itu kemudian menyetor uang melalui tersangka.
Adapun uang yang disetor itu secara administrasi memang tercatat di buku rekening, namun uang para nasabah itu tidak masuk ke dalam sistem perbankan.
Uang yang disetor ke FY itu kemudian ditransfer ke rekening milik SP dan selanjutnya dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi.
“Dana itu digunakan untuk menutupi dana-dana nasabah yang dijanjikan, tidak dimasukan ke dalam sistem perbankan kenapa karena uang tersebut digunakan untuk usaha dia,” kata Firman kepada waratwan di aula kantor Polda Maluku, Selasa (22/10/2019).
Firman menjelaskan, kepada sejumlah nasabahnya, FY beralasan bahwa uang yang diinvestasikan untuk mengikuti program imbal hasil lewat inisiatifnya itu sedang digunakan untuk investasi hasil alam, namun itu hanyalah kamuflase untuk memperdaya para nasabah.
Baca juga: Fakta Baru Penggelapan Dana Nasabah BNI Ambon, Amankan 3 Buah Ponsel hingga FY Ditetapkan Tersangka
Sementara untuk menutupi permintaan uang nasabah potensial yang menginvestasikan dana dalam jumlah yang jauh lebih besar, FY memerintahkan lima kantor cabang pembantu (KCP) yakni KCP Dobo, Tual, Masohi, Mardika dan KCP Universitas Pattimura Ambon untuk membantu mentransfer uang ke rekening milik SP.
“Jadi secara administrasi ada nominal uang yang masuk ke rekening-rekening para nasabah padahal uangnya itu nol, fiktif saja dan uang itu justru diambil oleh FY dan ditampung di rekening SP,” katanya.
Firman menuturkan, aksi kejahatan tersangka FY itu akhirnya tercium setelah tersangka SP menarik uang senilai Rp 5,2 miliar di KCP BNI Mardika pada 4 Oktober lalu.
Uang itu kemudian ditransfer lagi rekening miliknya dan kembali ditarik dan diserahkan ke FY.
“Uang tunai Rp 5,2 miliar itu diabwa oleh SP untuk diserahkan ke FY di rumahnya, sebagian uang itu ditransfer lagi ke sejumlah nasabah dan sebagian dipakai untuk kepentingannya,” katanya.
Menurut Firman dari hasil investigasi internal yang dilakukan pihak BNI, ada indikasi transaksi dan investasi tidak wajar yang dilakukan tersangka FY.
Dari hasil penyelidikan, aksi kejahatan tersebut telah dilakukan tersangka dalam rentang April hingga Oktober 2019.
“Jadi semua ini bisa terungkap karena ada transaksi tidak normal, dan itu ditemukan pihak BNI setelah melakukan investigasi internal,” katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.