Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesultanan Kutai Protes Lahan Calon Ibu Kota Diklaim Milik Negara

Kompas.com - 21/10/2019, 12:03 WIB
Zakarias Demon Daton,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

SAMARINDA, KOMPAS.com - Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura di Tenggarong Kalimantan Timur, menyoal lahan ibu kota negara yang disebut sebagai lahan negara.

Ketua Pengelola Tanah Perwatasan Grant Sultan Enam Pemangku Hibah, Pengeran Ario Jaya Winata mengatakan, lahan tersebut adalah adalah milik Kesultanan kutai, bukan milik negara.

Sebelumnya, Presiden Jokowi telah mengumumkan sebagian lahan di Kabupaten Kutai Kartanegara menjadi ibu kota negara bersama sebagian wilayah di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU). Keduanya terletak di Kalimantan Timur.

Karena wilayah Kesultanan Kutai di masa itu meliputi Kutai Kartanegara, Samarinda, Balikpapan, PPU, Mahakam Ulu, Kutai Barat, dan Bontang.

"Itu semua disebut Kutai di bawah kekuasaan kesultanan. Hanya saja tanahnya yang dibagi-bagi, tapi hak penguasaan tetap di Kesultanan Kutai. Mereka pakai hak garap. Kami merasa sedih kalau pemerintah mengatakan itu tanah negara," ungkap Ario di Kraton Kesultanan Kutai, Sabtu (19/10/2019).

Baca juga: Moeldoko Sebut Pemerintah Dalami Kerusuhan di Calon Ibu Kota Baru

Pengeran Ario menjelaskan, Kesultanan Kutai Ing Martadipura baru bergabung dengan RI pada 1959 setelah kemerdekaan Indonesia tahun 1945.

Sebelum bergabung, Kerajaan Kutai berkuasa penuh atas seluruh wilayah Kutai sejak 1902 dan itu ada dalam arsip sejarah nasional.

Setelah bergabung dengan RI, dibuat beberapa kesempatan antara pihak kesultanan dan negara RI bahwa seluruh aset kesultanan tanah swapraja hanya dijadikan kantor pemerintahan Kaltim maupun kabupaten kota di dalamnya.

"Bukan berarti kesultanan menghibahkan kepemilikan tanah. Ini yang mestinya pemerintah bijaksana mengeluarkan statement. Kami juga cinta dan memiliki kebanggaan terhadap negara ini, tapi hak kami jangan diabaikan," ujar dia.

Atas dasar itu, pihaknya meminta agar negara memberi pengakuan dan penghargaan atas eksistensi kesultanan maupun kerabat yang mempunyai kuasa sebagai pemangku hibah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com