Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan Lengkap soal ASN Sumut Harus Dapat Izin Gubernur Sebelum Diperiksa KPK

Kompas.com - 19/10/2019, 12:42 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha,
Farid Assifa

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menerbitkan surat edaran Nomor 180/8883/2019 tanggal 30 Agustus 2019 tentang Pemeriksaan ASN terkait Pengaduan Masyarakat.

Surat edaran itu berisi perintah bahwa ASN yang akan diperiksa KPK dan penegak hukum harus melapor dan mendapat izin dari gubernur.

Surat yang ditandatangani Sekda Provinsi Sumut Sabrina itu berisi bahwa Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Sumut melakukan pendampingan dalam proses penyelidikan dan penyidikan perkara pidana yang dilakukan oleh gubernur, wakil gubernur, dan CPNS serta PNS Provinsi Sumut.

Untuk itu, apabila ada yang menerima surat permintaan keterangan, surat panggilan dari penyelidik atau penyidik kepolisian, kejaksaan, atau KPK, sebelum memenuhi maksud surat tersebut agar melapor ke gubernur melalui kepala biro hukum setda Provinsi Sumut.

Baca juga: Soal OTT Wali Kota Medan, Gubernur Sumut Prihatin, Wakil Wali Kota Minta Maaf

 

Tidak diperkenankan menghadiri permintaan keterangan atau panggilan tanpa izin gubernur Sumut yang dibuktikan dengan surat perintah tugas ditandatangani Sekretaris Daerah Provinsi Sumut. Pelanggaran terhadap instruksi tersebut akan diberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.

Surat itu langsung memicu reaksi di masyarakat. Bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi langsung bereaksi.

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pihaknya belum mendapatkan informasi resmi terkait surat tersebut. Dia mengingatkan agar surat-surat semacam itu tidak bertentangan dengan hukum acara yang berlaku dan aturan yang lebih tinggi.

Febri menjelaskan, hadir sebagai saksi atau tersangka adalah kewajiban hukum. Jika ada pihak-pihak yang menghambat penanganan kasus korupsi bisa terancam pidana.

Pasal 21 Undang-Undang Tipikor menyatakan bahwa setiap orang yang sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan terhadap tersangka, terdakwa, atau saksi dalam perkara korupsi dipidana minimal tiga tahun dan maksimal 12 tahun penjara atau denda sebesar Rp 600 juta.

Sementara itu, Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Sumut Andy Faisal mengatakan, munculnya surat edaran itu bukan berarti Pemprov Sumut menghambat atau menghalangi proses hukum, melainkan hanya untuk tertib administrasi.

“Tidak ada menghambat atau menghalangi, kita justru mendukung setiap upaya penegakan hukum di daerah ini,” kata Andy di kantor gubernur Sumut, Jumat (18/10/2019).

Dia menjelaskan, mengacu pada Pasal 13 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, tidak ada keharusan bagi aparatur sipil negara untuk meminta izin ketika dipanggil untuk diperiksa penyelidik dan penyidik kepolisian, kejaksaan, dan KPK terkait perkara pidana.

Pemprov Sumut menyadari bahwa untuk menghindari perbuatan yang dikategorikan sebagai sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan penyidikan terhadap para saksi dalam perkara korupsi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, memerintahkan kepada seluruh ASN di lingkungan Pemprov Sumut untuk mengikuti beberapa ketentuan.

Di antaranya, sebelum menghadiri permintaan keterangan, terlebih dahulu melapor kepada Sekretaris Daerah Provinsi Sumut Cq Kepala Biro Hukum untuk seterusnya diterbitkan surat perintah tugas kepada ASN yang diminta keterangan.

“Untuk mewujudkan tertib administrasi dan pengawasan terhadap ASN, dipandang perlulah menerbitkan surat aquo itu,” ucap Andy.

Kemudian, pemberian keterangan dilakukan sesuai dengan hukum acara pidana (vide Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981).

Pemberian keterangan tersebut dapat didampingi Biro Hukum Setdaprov Sumut serta melaporkan hasil permintaan keterangan kepada gubernur Sumut Cq kepala biro hukum. 

"Kami sudah berkoordinasi dengan jaksa tinggi. Dalam waktu dekat ini juga seluruh pimpinan OPD di Sumut akan diberi pembekalan oleh jaksa tinggi,” katanya lagi.

Respons penegak hukum

Kejaksaan Tinggi Sumut telah membalas surat edaran tersebut pada 9 Oktober 2019 lalu. Isi surat menegaskan bahwa surat edaran gubernur dapat dikategorikan sebagai perbuatan dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap para saksi dalam perkara korupsi.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumut Sumanggar Siagian menilai, surat edaran itu bisa menghambat percepatan penanganan perkara, baik pada tahap penyelidikan maupun penyidikan hanya karena masalah administrasi.

Surat edaran itu akan menjadi alasan para ASN untuk tidak memenuhi panggilan. 

"Mereka bisa beralasan kalau surat tugas belum keluar atau belum diteken gubernur,” katanya.

Kapolda Sumut Irjen Agus Andrianto juga mengatakan hal sama. Ia menilai, surat edaran itu berpotensi menghambat upaya penegakan hukum.

Baca juga: ASN Pemkot Padang Terjaring OTT Saber Pungli Terkait Pengurusan BPHTB

 

Polda Sumut akan tetap berpedoman pada prosedur penegakan hukum yang dilakukan selama ini.

“Tetap ada surat pemanggilan pertama dan kedua, kalau masih mangkir, dijemput paksa," ujar dia.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com