Kemudian, pemberian keterangan dilakukan sesuai dengan hukum acara pidana (vide Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981).
Pemberian keterangan tersebut dapat didampingi Biro Hukum Setdaprov Sumut serta melaporkan hasil permintaan keterangan kepada gubernur Sumut Cq kepala biro hukum.
"Kami sudah berkoordinasi dengan jaksa tinggi. Dalam waktu dekat ini juga seluruh pimpinan OPD di Sumut akan diberi pembekalan oleh jaksa tinggi,” katanya lagi.
Respons penegak hukum
Kejaksaan Tinggi Sumut telah membalas surat edaran tersebut pada 9 Oktober 2019 lalu. Isi surat menegaskan bahwa surat edaran gubernur dapat dikategorikan sebagai perbuatan dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap para saksi dalam perkara korupsi.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumut Sumanggar Siagian menilai, surat edaran itu bisa menghambat percepatan penanganan perkara, baik pada tahap penyelidikan maupun penyidikan hanya karena masalah administrasi.
Surat edaran itu akan menjadi alasan para ASN untuk tidak memenuhi panggilan.
"Mereka bisa beralasan kalau surat tugas belum keluar atau belum diteken gubernur,” katanya.
Kapolda Sumut Irjen Agus Andrianto juga mengatakan hal sama. Ia menilai, surat edaran itu berpotensi menghambat upaya penegakan hukum.
Baca juga: ASN Pemkot Padang Terjaring OTT Saber Pungli Terkait Pengurusan BPHTB
Polda Sumut akan tetap berpedoman pada prosedur penegakan hukum yang dilakukan selama ini.
“Tetap ada surat pemanggilan pertama dan kedua, kalau masih mangkir, dijemput paksa," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.