KOMPAS.com - Pemkot Semarang resmi menutup Lokalisasi Argorejo atau yang lebih dikenal dengan Lokalisasi Sunan Kuning pada 18 Oktober 2019.
Lokalisasi tersebut resmi dibentuk Pemerintah Kota Semarang sekitar tahun 1966 agar wanita pekerja seksual tidak bekerja di sudut-sudut Kota Semarang.
Saat ditutup pada 18 Oktober 2019, ada 400 lebih wanita pekerja seksual yang bekerja di lokalisasi terbesar di Kota Semarang.
Baca juga: Pascapenutupan, Sunan Kuning Akan Dijaga Ketat Agar Tak Ada Lagi Praktik Prostitusi
Tidak banyak yang tahu bahwa Sunan Kuning adalah tokoh penyebar agama Islam yang dimakamkan di Bukit Pekayangan, Jalan Sri Kuncoro I, Kelurahan Kalibanteng Kulon, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang.
Sunan Kuning hidup sekitar tahun 1740 M.
Selain aktif sebagai pendakwah, Sunan Kuning juga dikenal pandai ilmu pengobatan.
Kemampuannya mengobati orang sakit membuat banyak masyarakat tertarik dan memeluk Islam.
Baca juga: Sunan Kuning Tutup, Pekerja di Lokalisasi Depresi, Masuk RSJ
Dilansir dari Tribunnews.com, nama asli Sunan Kuning adalah Soen An Ing. Beliau juga memiliki nama lain yakni Raden Mas Garendi atau Amangkurat V.
Sunan Kuning adalah keturunan China. Ia merupakan cucu raja Amangkurat III di Mataram, putra dari Pangeran Tepasana.
Tahun 1742, Sunan Kuning diangkat sebagai raja Amangkurat V oleh pemberontak yang menantang kekuasaan Susuhunan Pakubuwana II dan VOC.
Baca juga: Lokalisasi Sunan Kuning Semarang Resmi Ditutup
Arsitektur khas negeri tirai bambu akan menyambut pengunjung pada gerbang makam. Begitupun cungkup dan pusara. Bergaya Cina dengan warna serba merah dan kuning.
Di makan Sunan Kuning terdapat tiga bangunan bergaya China, yakni cungkup makam Sunan Kuning, cungkum makam tiga pengikutnya, dan satu musala.
Di samping makan Sunan Kuning, ada dua makan pengikutnya yakni makam Sunan Kali dan makan Sunan Ambarawa.
Baca juga: Pengakuan Pekerja Lokalisasi Sunan Kuning Sebelum Penutupan
Peziarah bisa memanfaatkan musala di kawasan pemakaman jika ingin bermalam.