KOMPAS.com - Pada 6 Februari 2019, Wali Kota Medan Dzulmi Eldin melantik Isa Anyari menjadi Kepala Dinas PUPR Kota Medan.
Setelah pelantikan tersebut, Isa diduga rutin memberikan sejumlah uang kepada Dzulmi sebesar Rp 20 juta setiap bulan.
Pemberian terhitung mulai Maret 2019 hingga Juni 2019. Pada 18 September 2019, Isa diduga kembali memberikan uang Rp 50 juta ke Dzulmi.
Baca juga: KPK Tangkap Wali Kota Medan
Sekitar Juli 2019, Dzulmi melakukan perjalanan dinas ke Jepang dalam rangka kerja sister city antara Kota Medan dan Kota Ichikawa di Jepang.
Kunjungan Dzulmi ke Jepang didampingi beberapa kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kota Medan.
Saat kunjungan, Dzulmi juga ditemani istri dan dua anaknya serta beberapa orang yang tidak memiliki kepentingan dengan kunjungan kerja tersebut.
Bahkan, keluarga Dzulmi memperpanjang waktu tinggal di Jepang selama 3 hari, di luar waktu perjalanan dinas.
Baca juga: Jadi Tersangka KPK, Berikut Profil dan Harta Kekayaan Wali Kota Medan
Di masa perpanjangan tersebut, keluarga Dzulmi didampingi Syamsul Fitri Siregar, Kepala Bagian Protokol Pemerintah Kota Medan.
Keikutsertaan keluarga Dzulmi dan perpanjangan waktu tinggal di Jepang membuat pengeluaran perjalanan dinas wali kota tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Pengeluaran tersebut tidak bisa dibayarakan dengan dana APBD.
Alhasil pihak tour and travel yang mengurusi perjalanan ke Jepang menagih sejumlah pembayaran tersebut kepada Dzulmi.
Dana yang harus dibayar Dzulmi untuk menutupi ekses dana nonbudget perjalanan ke Jepang mencapai Rp 800 juta.
Baca juga: Dzulmi Eldin, Wali Kota Medan Berprestasi Kini Jadi Tersangka Korupsi
Syamsul pun membuat daftar kepala dinas di wilayah Pemerintah Kota Medan untuk dimintai kutipan.
Yang masuk daftar bukan hanya kepala dinas yang ikut ke Jepang, kepala dinas yang tidak ikut pun dimintai uang oleh Syamsul.
Baca juga: Kasus Suap Wali Kota Medan, Biaya Pelesir ke Jepang hingga Ajudan Nyaris Tabrak Tim KPK