BANDUNG, KOMPAS.com – Sebanyak 80-90 persen kejadian bunuh diri berhubungan dengan gangguan mental-emosional terutama depresi.
Jumlah penderita gangguan jiwa pun tinggi.
Riset Kesehatan Dasar Kemenkes 2018 mencatat, angka prevalensi depresi di Indonesia untuk kelompok usia lebih dari 15 tahun sebesar 6,1 persen atau 11.315.500 orang, dan Jawa Barat 2.310.000 orang.
“Mereka harus didampingi, dibantu, bila perlu mendapatkan pertolongan medis,” ujar Kepala Program Pelatihan Residensi Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad), Shelly Iskandar, saat dihubungi Senin (14/1/2019).
Baca juga: “20 Persen Mahasiswa di Bandung Berpikir Serius untuk Bunuh Diri...”
Shelly mengatakan, ada tiga hal yang bisa dijadikan ciri seseorang mengalami gangguan kejiwaan, yakni gangguan keseharian, fungsi pekerjaan, dan sosial.
Pertama, gangguan keseharian. Contohnya dalam hal perawatan diri, apakah orang tersebut mandi terlalu sering atau tidak mau mandi sama sekali.
“Apakah orang tersebut makan terlalu banyak atau tidak mau makan. Bisa juga tidur terus-terusan atau malah tidak mau tidur,” kata Shelly.
Kedua, gangguan fungsi pekerjaan. Orang yang mengalami gangguan mental-emosional biasanya mengalami gangguan fungsi pekerjaan.
Misalnya, bolos kerja, tugas tidak selesai, terlambat masuk, hingga prestasi di sekolah menurun.
Ketiga, gangguan fungsi sosial. Contohnya, menarik diri dan tidak ingin bertemu lagi. Ada pula yang sangat aktif di media sosial tanpa benar-benar bertemu dengan orang yang nyata.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan