Mereka menari sambil membawa nampan anyaman bambu yang di atasnya terdapat helm atau pelindung kepala yang juga terbuat anyaman bambu.
Para pria berbaju pangsi yang sudah dilengkapi dengan pelidung tubuh, tameng dan pelindung kepala dari anyaman bambu kemudian berbaris berlawanan.
Bak gladiator mereka bersiap melakukan tarian kecil perang tomat dari jarak dekat.
Selang beberapa menit kemudian, tembang karawitan semakin kecang, saat itulah perang tomat pun pecah.
Ribuan tomat busuk berterbangan menghujani tak hanya para gladiator itu, tapi juga warga dan masyarakat sekitar pun dilibatkan dalam gelaran rutin tahunan ini.
Warga yang antusias, tampak bergembira saat ikut peperangan ini. Tua muda tumplek saling lempar dua ton tomat busuk yang telah disediakan.
Sesepuh masyarakat Kampung Cikareumbi, Abah Nanu Muda mengatakan, kegiatan ini berkaitan dengan pertumbuhan perkembangan budaya saing dalam perekonomian.
Ia berharap dengan adanya perang tomat ini dapat meningkatkan seni-budaya dan nilai ekonomi hasil pertanian di daerah Kampung Cikareumbi, Desa Cikidang.
"Pemerintah harus memberikan perhatian terhadap petani tomat saat ini, harganya jatuh. Mengapa mereka mengatakan perang tomat aneh? Dari penderitaan harga yang jatuh itulah mereka bangkit dan ingin meningkatkan perekonomiannya dengan kegiatan tradisi budaya supaya terdengar oleh pemerintah pusat bahwa petani layak dihargai," ujar Bah Nanu.
Baca juga: Kisah Desa Menari di Lereng Telomoyo
Dijelaskan, tujuan rempug tarung adu tomat atau perang tomat ini sebagai ungkapan membuang sial segala macam hal buruk atau sifat tak baik dalam masyarakat ataupun dengan tanaman.
"Dalam artian rempug tarung adu tomat tersebut adalah miceun rereged, geuleuh keukeumeuh', menyucikan diri," kata dia.
Setelah perang selesai, tomat yang berserakan di jalan kemudian dikumpulkan kembali untuk dijadikan bahan kompos pupuk tanaman tomat dan sayuran lainnya.
Sementara itu, seorang warga, Gina, mengaku suka dengan gelaran tahun perang tomat tersebut karena menjadi salah satu hiburan bagi warga sekitar.
"Seru saja, asyik buat nonton kalau warga mah," ujar dia.
Baca juga: Kisah Penyandang Disabilitas Berbagi Kaki Palsu Gratis, Dibuat dari Besi Rambu Lalu Lintas
Meski telah beberapa kali digelar, Gina mengaku belum pernah ikut turun untuk peran, karena ia lebih suka menikmati perang tersebut dengan menontonnya. Saat perang tomat terjadi, Gina berlindung dibalik terpal plastik bening yang menutupi rumah warga disekitarnya.
"Gak ah, gak ikut, nonton saja saya mah," kata Gina.
Di sisi lain, sejumlah warga pun memanfaatkan keramaian tersebut untuk berdagang di sepanjang jalan masuk menuju arena.
Sebagian lagi menimba hasil dari parkir kendaraan warga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.