“Karenanya perlu pelibatan difabel dan organisasinya untuk cek langsung apakah ini bisa digunakan atau tidak,” katanya.
Baca juga: Bupati Hasto: Sultan Tidak Keberatan Ada Tol Pendukung YIA, Tapi...
Sri Lestari mengungkapkan, banyak sarana khusus difabel yang dirasa kurang nyaman untuk digunakan.
Sebagai penyandang cacat yang lumpuh separuh tubuh ke bawah lumpuh (parapelgi) seperti dirinya, ia melihat beberapa kekurangan tidak hanya soal pemasangan handrail hingga penempatan wastafel dalam toilet difabel.
Ia mendapati bagaimana jalan khusus difabel kursi roda terasa terlalu curam, licin, belum tersedia handrail, hingga belum ada parkir khusus roda 3.
“Parkir ini harus dengan gambar atau tulisan sebagai rambu bahwa di sana tidak boleh dipakai orang yang tidak sesuai haknya,” kata Sri.
Baca juga: 2020, Semua Maskapai Direncanakan Sudah Beroperasi di Bandara YIA
Ia juga menemukan masih ada pintu belum otomatis yang membuat dirinya terpaksa mendorong kaca itu dengan kursi roda. “Itu bisa merusak kaca,” katanya.
Penyandang cacat tubuh yang menggunakan kursi roda, Bahrul Fuad menyorot tentang kebiasaan orang yang tidak memberi penghargaan pada para penyandang cacat.
Ini terlihat dari banyak ditemui baik kursi, tempat parkir, bahkan toilet khusus difabel malah dipakai orang yang tidak cacat atas alasan tertentu.
Fuad berharap AP I terus mendorong edukasi dan sosialisasi kepada publik soal pengguna fasilitas difabel. Dengan demikian, semua orang bisa merasakan manfaat keseluruhan jasa bandara tanpa mengabaikan yang lain.
“Perlu ada edukasi dan sosialisasi publik tentang penggunaan fasilitas penyandang disabilitas. Jangan sampai ada priority seat atau tempat duduk (gambar) kursi roda, atau yang sudah ada tandanya untuk anak, lansia, ibu hamil, dan difabel, tapi tetap digunakan oleh orang yang tidak punya hak di situ,” kata Fuad.
“Kalau toilet sudah jelas kursi roda ya jangan sampai dipakai oleh orang lain dengan alasan kebelet,” katanya.
YIA menggandeng Indonesia Caring untuk menyusun apapun yang bisa melayani kaum difabel lebih nyaman dan leluasa saat menjadi pengguna jasa bandara.
Komunitas ini gabungan dari Association of The Indoneisan Tours and Travel (ASITA), Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum (YAKKUM), United Celebral Palsy (UCP), Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (GERKATIN), dan Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB).
Baca juga: Transportasi Dari dan Ke YIA, Bisa Pakai KA Bandara, Damri, hingga SatelQu
Koordinator Indonesia Caring, Meyra Marianti mengungkapkan ada banyak ragam disabilitas. Namun, semuanya terpilah dalam 4 besar, yakni disabilitas mental, sensorik, intelektual, dan fisik.
Ia berharap, asesmen nanti bisa mewujudkan bandara nan ramah pada pada kebutuhan dasar difabel dari masing-masing kategori tersebut.
“Paling tidak mereka bisa mandiri tanpa asistensi, sehingga tidak harus dipegang,” kata Meyra.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.