Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Ruben dan Markus,12 Tahun Menunggu Hukuman Mati di Penjara

Kompas.com - 12/10/2019, 06:16 WIB
Rachmawati

Editor


Masalah struktural di lapas

Kapasitas berlebih dan minimnya anggaran dianggap menjadi penyebab minimnya pelayanan kesehatan dan makanan yang tidak layak.

Bagaimanapun, Kasubdit Pembinaan Kepribadian Ditjen Pemasyarakatan pada Kementerian hukum dan HAM, Zainal Arifin, mengungkapkan Ditjen Pemasyarakatan telah berusaha sebaik mungkin untuk memenuhi gizi dan pelayanan kesehatan di lapas.

"Kita sudah berusaha untuk memenuhi standar supaya mereka tidak kekurangan gizi. Sampai sekarang kami masih berhutang untuk makanan, karena peningkatan luar biasa untuk warga binaan," ujar Zainal.

"Anggaran perawatan kesehatan juga sama, kita sangat kekurangan anggaran kesehatan," imbuhnya.

Baca juga: Alasan Komnas HAM Tolak Sanksi Pidana Hukuman Mati dalam RKUHP

Data menunjukkan dalam enam tahun terakhir, populasi lapas meningkat lebih dari dua kali lipat. Jika pada 2013 jumlahnya hanya 160.064 orang, pada 2019 jumlahnya melonjak menjadi 261.294 orang.

Tingkat hunian tertinggi tercatat di Lapas Kerobokan di Bali, di mana empat terpidana mati sempat ditahan, yaitu 512%

Sementara Lapas Lowokwaru dan Cilacap yang masih menampung terpidana mati, memiliki hunian masing-masing 242% dan 196%.

Baca juga: Cabuli Anak di Bawah Umur, Seorang Mahasiswa di Aceh Dijerat Hukuman Cambuk

Rutan Bagansiapiapi adalah rutan terpadat di seluruh Indonesia. BBC INDONESIA/TITO Rutan Bagansiapiapi adalah rutan terpadat di seluruh Indonesia.

Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, atau KontraS, Yati Andriani, menilai kapasitas berlebih dan anggaran yang minim menjadi masalah struktural yang mendera lembaga permasyarakatan.

"Secara struktural memang ada problem besar dalam isu lembaga pemasyarakatan kita. Isunya beragam, mulai soal overcapacity, anggaran yang minim dan kapasitas sumber daya manusia di lapas," jelas Yati.

Pengambil keputusan, lanjut Yati, semestinya mengambil sikap terkait overcapacity dan konsep pemidanaan di Indonesia. Salah satu cara yang bisa ditempuh, adalah "tidak perlu lagi praktik hukuman mati karena dampaknya panjang juga.

"Nanti lapas yang akan menanggung itu sementara pemerintah tidak mau tahu apa yang terjadi di lapas," jelas Yati.

Baca juga: 5 Masalah RKUHP, dari Penerapan Hukuman Mati hingga Warisan Kolonial


'Efek jera sudah tidak relevan'

Penghuni yang melebihi kapasitas rutan dan LP merata terjadi di seluruh Indonesia BBC INDONESIA Penghuni yang melebihi kapasitas rutan dan LP merata terjadi di seluruh Indonesia
Zainal menjelaskan, saat ini ada 274 terpidana mati yang tersebar di seluruh Indonesia. Paling banyak berada di Jawa Tengah dengan jumlah 99 terpidana mati.

Sementara dari seluruh terpidana mati, 90 di antara mereka merupakan terpidana mati kasus narkoba, 68 terpidana kasus pembunuhan, delapan terpidana kasus perampokan, satu kasus terorisme, satu kasus pencurian, satu kasus asusila, dan sisanya adalah terpidana mati pidana lainnya.

Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta, Andika Prasetya, mengatakan, khusus di wilayah ibu kota, ada 26 terpidana mati, 92%-nya merupakan terpidana kasus narkotika.

"Dari 26 terpidana mati, dua kasus pembunuhan, sisanya 24 terpidana kasus narkotika," kata Andika.

Baca juga: Penerapan Hukuman Mati pada RKUHP Tuai Kritik

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com