Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mitigasi Bencana di Indonesia, Terbentur Keterbatasan Dana

Kompas.com - 12/10/2019, 05:30 WIB
Rachmawati

Editor

Empat tahun kemudian, tambah Lilik, warga juga merasakan erupsi besar Gunung Merapi, maka mereka semakin peduli terhadap upaya pengurangan bencana.

Baca juga: Pembangunan di Pesisir Selatan Jawa Diminta Taat pada Risiko Bencana


Masyarakat Yogyakarta membaca tanda alam

Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, DIY, adalah salah satu kawasan rawan bencana karena letaknya yang hanya berjarak sekitar 6 kilometer dari puncak Merapi.

Suroto (42), Kepala Desa Glagaharjo, mengaku tak pernah putus dalam mengingatkan warganya jika mereka berada di kawasan rawan bencana.

"Kami di sini itu berpotensi bencana kaitannya erupsi Merapi, jadi setiap saat kita mengingatkan semua warga terkait kesiapsiagaan bencana Merapi," kata Suroto kepada wartawan Furqon Ulya Himawan untuk BBC News Indonesia.

Baca juga: Cerita Warga Lereng Merapi Jual Ternak untuk Beli Air Bersih Saat Kemarau

Kesadaran dan kesiapsiagaan warga lereng Merapi di Desa Glagaharjo sudah terbentuk, kata Suroto, karena mereka telah terbiasa dengan situasi dan kondisi alam setiap harinya.

Ketika ada gemuruh di Merapi, warga selalu keluar rumah dan langsung menengok ke arah utara, Gunung Merapi. Ketika ada lahar yang keluar, mereka dengan sendirinya akan bersama- sama melakukan proses evakuasi.

"Jadi kalau Merapi bergejolak, tidak diperintah pun mereka turun sendiri," ujar Suroto.

Tanda alam, kata Suroto, juga telah menjadi kearifan lokal tersendiri untuk mitigasi bencana.

Baca juga: Penjelasan BPPTKG mengenai Awan Panas Letusan Gunung Merapi Hari Ini

Membaca tanda alam adalah kebiasaan warga Merapi untuk mengetahui Merapi punya gawe atau tidak. Getty Images Membaca tanda alam adalah kebiasaan warga Merapi untuk mengetahui Merapi punya gawe atau tidak.

Seperti dengan cuca panas yang tidak seperti bisanya, dan adanya sejumlah hewan yang akan turun menuju ke perkampungan.

"Dan bagi orang-orang tua yang punya kedekatan dengan alam, biasanya ada tanda atau firasat lain yang mengingatkan kepada masyarakat sekitar merapi untuk menyingkir dulu," imbuh Suroto.

Warga lereng Merapi juga mengaku sering berkomunikasi dengan Asih (53), juru kunci Gunung Merapi yang bergelar Mas Wdono Suraksohargo (53).

Asih adalah anak keempat Mbah Marijan, mantan juru kunci Merapi dan Mbah Ponirah.

Asih selalu mengingatkan kepada warga lereng Merapi terus waspada, dan jangan sampai lalai dalam memperhatikan Merapi.

Baca juga: Gunung Merapi Keluarkan Awan Panas, Letusan Setinggi 800 Meter

"Namanya waspada itu bukan tergantung status Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), tapi waspada sendiri sebagai masyarakat jangan sampai lalai dan melupakan merapi," kata Asih.

Mereka juga biasa mengamati asap yang keluar dari kawah, apakah tipis dan berwarna putih bersih, atau tebal dan berwarna hitam, dan suara gemuruh dari gunung.

"Bisanya suhu agak naik, beda dengan biasanya dan asap menjadi keruh, tidak seperti biasanya. Itu salah satu tanda alam yang bisa dibaca warga," kata Asih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com