Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mitigasi Bencana di Indonesia, Terbentur Keterbatasan Dana

Kompas.com - 12/10/2019, 05:30 WIB
Rachmawati

Editor

Tri Komara mengatakan tahun ini saja, di Cilacap hanya akan membentuk dua desa tangguh bencana, karena keterbatasan dana.

Ia mengatakan BPBD memprioritaskan desa-desa di pesisir yang rawan bencana gempa dan tsunami.

Baca juga: Sejak Januari-September 2019, 2.829 Bencana Terjadi di Indonesia

"Di Cilacap ada 55 desa di 10 kecamatan yang masuk dalam zona merah tsunami. Dari jumlah tersebut yang terbentuk Destana baru 10 desa," jelasnya.

Keterbatasan dana juga dirasakan oleh BPBD Cilacap terutama dalam pemeliharaan 26 peralatan early warning system (EWS) berupa sirine yang tersebar di pesisir Cilacap.

"Sementara ini sudah ada sejumlah peralatan yang rusak akibat korosi terkena angin laut. Sehingga peralatan menjadi berkarat dan kemudian rusak," ujarnya.

Di sisi lain, jumlah peralatan EWS belum ideal sebab, ada 55 desa yang masuk zona merah tsunami.

"Kalau mengacu pada jumlah desa, maka setidaknya ada 55 peralatan EWS," kata Tri Komara.

Baca juga: Gelar Tumpengan, Warga Sekitar Semburan Minyak Surabaya Berharap Bencana Lapindo Tidak Terulang


'Gunakan Dana Desa'

Deputi Pencegahan, BNPB, Lilik Kurniawan, mengatakan pemerintah pusat memang tidak memiliki alokasi anggaran pencegahan bencana di tiap-tiap desa.

Namun, kata Lilik, setiap desa sebetulnya bisa menggunakan Dana Desa yang diberikan pemerintah pusat untuk melakukan kegiatan pencegahan risiko bencana.

"Penggunaan dana desa yang kita soroti lebih sering digunakan untuk kegiatan yang bersifat fisik, seperti untuk pembangunan jalan atau jembatan. Sebenarnya dana desa juga bisa digunakan kegiatan Desa Tangguh Bencana, termasuk simulasi," ujar Lilik kepada wartawan BBC News Indonesia, Callistasia Wijaya.

Baca juga: Awal Oktober, Kawasan Puncak Bogor Rawan Bencana Longsor, Angin Kencang hingga Puting Beliung

BNPB telah melakukan kegiatan Ekspedisi Desa Tangguh Bencana (Destana) di 512 desa rawan bencana, mulai dari Banyuwangi hingga Serang sejak bulan Juli hingga Agustus 2019.

Di akhir ekspedisi di Agustus lalu, Lilik mengatakan umumnya warga belum siap menghadapi bencana tsunami, dilihat dari segi tata ruang juga faktor sosial.

Di Selatan Jawa, kata Lilik, sejumlah jalur evakuasi tsunami berada sejajar dengan pantai, sehingga warga tidak dapat berlari ke tempat yang lebih tinggi.

Ada pula desa yang sudah memiliki jalur evakuasi, tapi belum efektif karena keterbatasan dana.

Baca juga: Wali Kota Ambon Tetapkan Masa Tanggap Darurat Bencana Gempa Selama 14 Hari

"Jalur evakuasi ada tapi harus lewat sungai, tapi jembatan tidak ada. Mereka tidak punya kemampuan untuk membangun jembatan," ujar Lilik.

BNPB sudah memberikan rekomendasi terkait evaluasi kegiatan itu kepada kepala daerah yang daerahnya dilewati ekspedisi Destana.

Meski begitu, Lilik mengakui sejumlah daerah sudah lebih tanggap bencana dibanding daerah lainnya.

Di Yogyakarta, misalnya, kewaspadaan bencana gempa bumi, tsunami, bahkan letusan Gunung Merapi sudah lebih baik.

Hal itu terjadi di antaranya, karena di tahun 2006, Yogyakarta mengalami gempa parah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com