UNGARAN, KOMPAS.com - Kualitas udara di Kabupaten Semarang mulai dikeluhkan lantaran mulai mengganggu kesehatan dan aktivitas warga.
Selain karena polusi, kondisi menurunnta kualitas udara ini diperparah dengan kemarau panjang.
Seorang warga, Nurdiansyah, mengatakan dirinya menderita batuk kurang lebih sudah seminggu.
Pekerja pabrik ini pun harus mengenakan masker.
"Ya sudah seminggu batuk. Sekarang udaranya terasa berat dan panas," ucapnya, Kamis (10/10/2019).
Dia mengaku sudah berobat ke puskemas meski belum pulih sepenuhnya.
Baca juga: Kado HUT ke-248 Kota Pontianak: Krisis Air Bersih dan Kualitas Udara Buruk
Terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Semarang Nurhadi Subroto, mengatakan pihaknya tidak bisa menyamaratakan kualitas udara di Kabupaten Semarang.
Namun saat ini, pemerintah terus melakukan kontrol terhadap kualitas udara.
Bahkan, saat ini ada 16 alat pengontrol indeks kualitas lingkungan hidup yang tersebar di berbagai wilayah.
"Ya memang karena luasan Kabupaten Semarang, kualitas udara tidak bisa disamakan. Daerah pegunungan tentu beda dengan yang di daerah industri dan jalan-jalan raya utama," ungkapnya.
Menurut dia, secara umum kualitas udara yang kurang baik di daerah industri seperti di Kecamatan Bawen dan Pringapus.
"Bawen itu ada terminal, pabrik, dan tol. Sehingga tingkat polusinya lebih besae dibanding daerah lain. Sementara Pringapus adalah kawasan industri, sehingga beban udaranya juga berat," kata Nurhadi.
Meski begitu, udara di kedua daerah tersebut tetap masuk kategori ambang udara baik dan layak.
Baca juga: Palembang Kembali Diselimuti Asap, Kualitas Udara Masuk Level Berbahaya
Menurutnya, meningkatan kualitas udara tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Peran serta masyarakat juga diperlukan.
"Paling mudah itu dengan menanam, merawat, dan menjaga pohon. Jika banyak pohon tentu hawanya sejuk dan teduh serta bisa menyimpan air tanah," jelas Nurhadi.