Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fakta Pelajar SD Anak Penjual Kerupuk Alami Depresi, 2 Tahun Di-bully Gara-gara Jam Dinding Pecah Saat Main Bola

Kompas.com - 09/10/2019, 09:09 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - RS, pelajar kelas 6 salah satu SD Negeri di wilayah Kecamatan Wonosari, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah menjadi korban perundungan oleh teman sekelasnya.

Perundungan dilakukan sejak RS masih duduk di kelas 4 SD.

Kepada orangtunya RS mengaku kerap disekap oleh temannya saat sekolah. Bahkan menurut RS, rambutnya di jambak, diludahi, dan disiram air oleh teman sekelasnya

RS adalah anak kelima pasangan Kasnawi (54) dan Masrikah (49). Sehari-hari Kasnawi bekerja sebagai buruh bangunan, sementara istrinya adalah penjual kerupuk.

Baca juga: 4 Fakta Kasus Perundungan Kakek Hamdan, Hidup Sebatang Kara hingga Diikat Sarung

Berikut fakta pelajar kelas 6 SD alami depresi karena dirundung di sekolah:

 

1. Berawal dari jam dinding yang pecah

IlustrasiThinkstockphotos.com Ilustrasi
Perundungan yang dialami RS dimulai saat dia duduk di bangku kelas 4 SD.

Kala itu, RS dan teman-temannya bermain sepak bola di dalam kelas saat pelajaran kosong.

Naas, bola yang ditendang RS mengenai jam dinding kelas hingga jatuh dan pecah.

Masrikah, ibu RS bercerita bahwa ia belum bisa bisa mengganti jam dinding yang pecah. Menurut pihak sekolah, jam dinding tersebut seharga Rp 300.000.

Sejak saat itu, RS sering dirundung oleh rekan-rekannya selama dua tahun terakhir.

Semenata itu Kepala Sekolah SDN 2 Wirosari, Ngadiman mengatakan kerusakan jam dinding tidak pernah dibebankan pada orangtua RS.

"Iya awal mula dari rusaknya jam dinding, namun sudah kami ganti kok dan tidak dibebankan ke orangtua," ujar Ngadiman.

Baca juga: Kisah Pelajar SD Anak Penjual Kerupuk Jadi Korban Bullying, Takut Sekolah hingga Depresi

 

2. Tak mau sekolah dan mengaji

Masrikah (49) saat berbincang dengan Kompas.com di rumahnya di Kelurahan Wirosari, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Selasa (8/10/2019) sore.KOMPAS.COM/PUTHUT DWI PUTRANTO NUGROHO Masrikah (49) saat berbincang dengan Kompas.com di rumahnya di Kelurahan Wirosari, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Selasa (8/10/2019) sore.
Sejak peristiwa pecahnya jam dinding, RS tidak mau berangkat bersekolah. Bahkan dia juga menolak untuk belajar mengaji.

Selain itu RS lebih banyak diam dan menutup diri. Dia juga sering mengeluh sakit kepala.

"Kalau sakit kepala akibat dijambak dengan keras. Saat ini kondisi anak saya lumayan membaik, kami bawa ke kiai dan medis. Meski demikian anaknya masih ketakutan untuk sekolah."

Menurut Masrikah, ibu kandung RS, sejak kelas 1 hingga 3 SD anaknya kelimanya sangat riang dan berperilaku normal seperti anak seusianya.

Namun sejak kelas 4 SD, setelah mengalami perundungan, orangtuanya melihat sikap anaknya berubah.

"Jadi bullying itu terus terjadi diluar sepengetahuan. Orangtua mana yang tega melihat anaknya diperlakukan seperti itu, meski kami ini orang tak punya. Kami hanya berharap RS kembali seperti dulu," kata Masrikah.

Baca juga: Kasus Bully Anak SD: Ibu Mana yang Tega Melihat Anaknya Diperlakukan Seperti Itu...

 

3. Depresi

Ilustrasishutterstock Ilustrasi
Perubahan perilaku RS membuat orangtunya khawatir. RS kemudian dibawa ke dokter syaraf hingga psikiater.

Menurut Masrikah, dari penjelasan dokter diketahui bahwa RS mengalami depresi setelah dirundung oleh teman dikelasnya.

Kepada Kompas.com, Masrikah menunjukkan bukti surat-surat pemeriksaan medis RS.

"Awalnya tak mengaku, setelah kami desak RS akhirnya mengaku telah dibully teman-temannya. Sejak saat itu RS sering tak masuk sekolah, apalagi harus periksa kesana kemari. Periksa ke dokter syaraf kepala hingga psikiater. Kata dokter depresi," kata Masrikah.

Baca juga: Cerita 2 Siswi SMK Desainer Muda Tembus Paris, Syok Di-bully Netizen Julid tetapi Memilih Tetap Tenang (2)

 

4. Hanya 3 kali masuk saat naik kelas 6 SD

Ilustrasi bullying.SHUTTERSTOCK Ilustrasi bullying.
Ngadiman, Kepala Sekolah SDN 2 Wonosari mengaku pihak sekolah sudah melakukan penedekatan dan pendampingan kepada RS.

Ia menjelaskan, setelah naik kelas 6, RS mulai tak masuk sekolah dengan alasan depresi akibat perundungan.

"Dua tahun lalu sudah kami damaikan, kami kawal hingga naik kelas 5. Ketika itu mulai aktif dan tak ada masalah. Namun sejak naik kelas 6, RS mulai tak masuk lagi dengan alasan di-bullying teman-temannya," kata Ngadiman.

Baca juga: Sering Di-bully, Pria Ini Bunuh Rekannya dan Buang Mayat Korban ke Sungai

Ia mengatakan sejak awal naik kelas 6, RS hanya masuk tiga kali. Ia juga membantah telah mengabaikan permasalahan RS.

"Ini orangtuanya artinya membuat permasalahan baru. Sejak awal kelas 6 masuk cuma tiga kali, kami pun fasilitasi dengan mengirim materi ke rumah hingga ujian di rumah. Intinya kami peduli, apalagi sekolah favorit."

Ngadiman juga meminta orangtua RS datang ke sekolah untuk mencari solusi terbaik.

"Silahkan dirembug ke sekolah. Kami siap mencarikan solusi. Jangan sampai ada masalah tanpa ketuntasan. Jadi kami terbuka dan tak pernah mengusir," pungkasnya.

SUMBER: KOMPAs.com (Puthut Dwi Putranto Nugroho)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com