Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Bully Anak SD: "Ibu Mana yang Tega Melihat Anaknya Diperlakukan Seperti Itu..."

Kompas.com - 09/10/2019, 06:40 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

GROBOGAN, KOMPAS.com - "Ibu mana yang tega melihat anaknya diperlakukan seperti itu hingga menjadi berubah kepribadiannya. Anak saya jadi pendiam, penakut dan tak mau sekolah," tutur Masrikah, warga Kelurahan Wirosari, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah saat ditemui Kompas.com, Selasa (8/10/2019) sore.

"Saya hanya berdoa semoga anak saya bisa kembali seperti semula," tutur Masrikah yang tak kuasa menahan tangis.

Tatapan mata Masrikah lebih sering berkaca-kaca saat menceritakan insiden bullying yang menimpa putra bungsunya, RS yang berusia dua belas tahun. Sesekali Masrikah pun mengusap air matanya yang menetes.

RS, Bocah kelas 6 SD itu seketika berubah drastis kepribadiannya usai menerima kekerasan fisik dan verbal dari teman-teman sebangkunya.

Ya... sejak menerima perlakuan tak pantas itu, RS mulai menutup diri dari lingkungan sekitar. Bahkan RS tak mau lagi sekolah karena ketakutan.

Baca juga: Kisah Pelajar SD Anak Penjual Kerupuk Jadi Korban Bullying, Takut Sekolah hingga Depresi

 

"Ya sejak saat itu tak mau sekolah. Dia juga tak mau bermain dan mengaji. Padahal nilainya baik. Kami tak tahu harus berbuat apalagi," kata Masrikah.

RS adalah putra kelima dari pasangan Kasnawi (54) dan Masrikah (49). Sejak kecil dikenal periang dan aktif bersekolah. Namun, saat memasuki kelas 4 SD, peringai RS mulai menunjukkan gelagat yang tidak beres. 

Tak seperti biasanya, RS pun tiba-tiba merengek tak mau lagi bersekolah. Seakan tak punya gairah lagi untuk menuntut ilmu. Buruh bangunan dan penjual kerupuk itupun kebingungan dengan perubahan sikap putranya itu.

"Kami bingung dengan perubahan sikap anak kami. Setelah kami tanya dengan baik-baik, dia mengaku telah dibullying teman-temannya. Bahkan anak saya disekap di kelas, dijambak, diludahi, disiram air dan sebagainya. Kami menangis, marah mendengar pengakuan anak kami," ungkap Masrikah.

Duduk persoalan bullying

Dijelaskan Masrikah, persoalan awal hingga berujung anak bungsunya tersebut menjadi korban bullying terjadi pada saat RS duduk di bangku kelas 4 SD.

Ketika itu, saat jam pelajaran kosong, RS dan teman-temannya bermain sepakbola di dalam kelas.

Nahas, saat itu bola yang ditendang RS mengenai jam dinding kelas hingga terjatuh di lantai.

"Jam dinding pecah dan kami belum bisa ganti karena kata pihak sekolah harganya Rp 300 ribu. Sejak saat itu anak saya selalu dibully. Bahkan pernah disekap di kelas oleh teman-temannya sekelas. Rambutnya dijambak, diludahi, disiram air dan kekerasan lain. Kami sudah konfirmasi ke sekolah, namun respon tak baik. Bahkan suami saya diusir," tutur Masrikah.

Mulai saat itu, kepribadian RS pun berubah drastis. RS tak lagi bersemangat untuk menempa ilmu di sekolah. RS tak mau bersekolah lagi. 

Baca juga: David Beckham Hibur dan Semangati Siswa Agen Anti Bullying

Tak mau sekolah, tak mau mengaji

RS juga tak lagi rajin mengaji seperti dulu.

Ujung-ujungnya RS sering mengeluh kesakitan pada bagian kepala.

Kejanggalan inilah yang membuat pihak keluarga terheran-heran. 

"Awalnya tak mengaku, setelah kami desak RS akhirnya mengaku telah dibully teman-temannya. Sejak saat itu RS sering tak masuk sekolah, apalagi harus periksa kesana kemari. Periksa ke dokter syaraf kepala hingga psikiater.  Kata dokter depresi," kata Masrikah.

"Kalau sakit kepala akibat dijambak dengan keras. Saat ini kondisi anak saya lumayan membaik, kami bawa ke kiai dan medis. Meski demikian anaknya masih ketakutan untuk sekolah," ungkap Masrikah sembari menunjukkan bukti surat-surat pemeriksaan medis RS.

Menurut Masrikah, sejak kelas 1 hingga 3 SD, aktivitas RS terhitung normal dan selazimnya.

Namun sejak kelas 4 SD, usai mengalami bullying, orangtuanya tak lagi melihat watak asli putra kelimanya itu.

"Jadi bullying itu terus terjadi di luar sepengetahuan. Orangtua mana yang tega melihat anaknya diperlakukan seperti itu, meski kami ini orang tak punya. Kami hanya berharap RS kembali seperti dulu," kata Masrikah.

Baca juga: Polres Sumedang Ajak Pelajar Jauhi Bullying dan Tidak Terpancing Kabar Hoaks

 

Hanya berselisih dengan teman

Sementara itu Kepala SDN 2 Wirosari, Ngadiman, membenarkan jika awal mula penyebab ketidakaktifan RS di sekolah lantaran muncul perselisihan dengan teman-teman sebangkunya.

Ngadiman membantah dan kurang berkenan jika apa yang dialami oleh RS merupakan bullying. "Mohon maaf tidak ada istilah bullying. Ini kejadian gaduh biasa antar siswa. Orangtua tidak tahu persis kejadiannya, hanya menerima laporan anaknya," kata Ngadiman.

Terlepas dari itu, Ngadiman mengamini jika semula kegaduhan antar pelajar sebangku itu gegara rusaknya jam dinding kelas akibat ulah RS.

Ngadiman pun berujar jika kerusakan jam dinding kelas tidak pernah dibebankan kepada orangtua RS untuk menggantinya.

"Iya awal mula dari rusaknya jam dinding, namun sudah kami ganti kok dan tidak dibebankan ke orangtua," ujar Ngadiman.

Pihak SDN 2 Wirosari juga membantah jika telah mengabaikan permasalahan RS. Mereka pun mempersilahkan orangtua RS untuk datang ke sekolah mencari solusi terbaik. 

"Silahkan dirembug ke sekolah. Kami siap mencarikan solusi. Jangan sampai ada masalah tanpa ketuntasan. Jadi kami terbuka dan tak pernah mengusir," pungkasnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com