GROBOGAN, KOMPAS.com - "Ibu mana yang tega melihat anaknya diperlakukan seperti itu hingga menjadi berubah kepribadiannya. Anak saya jadi pendiam, penakut dan tak mau sekolah," tutur Masrikah, warga Kelurahan Wirosari, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah saat ditemui Kompas.com, Selasa (8/10/2019) sore.
"Saya hanya berdoa semoga anak saya bisa kembali seperti semula," tutur Masrikah yang tak kuasa menahan tangis.
Tatapan mata Masrikah lebih sering berkaca-kaca saat menceritakan insiden bullying yang menimpa putra bungsunya, RS yang berusia dua belas tahun. Sesekali Masrikah pun mengusap air matanya yang menetes.
RS, Bocah kelas 6 SD itu seketika berubah drastis kepribadiannya usai menerima kekerasan fisik dan verbal dari teman-teman sebangkunya.
Ya... sejak menerima perlakuan tak pantas itu, RS mulai menutup diri dari lingkungan sekitar. Bahkan RS tak mau lagi sekolah karena ketakutan.
Baca juga: Kisah Pelajar SD Anak Penjual Kerupuk Jadi Korban Bullying, Takut Sekolah hingga Depresi
"Ya sejak saat itu tak mau sekolah. Dia juga tak mau bermain dan mengaji. Padahal nilainya baik. Kami tak tahu harus berbuat apalagi," kata Masrikah.
RS adalah putra kelima dari pasangan Kasnawi (54) dan Masrikah (49). Sejak kecil dikenal periang dan aktif bersekolah. Namun, saat memasuki kelas 4 SD, peringai RS mulai menunjukkan gelagat yang tidak beres.
Tak seperti biasanya, RS pun tiba-tiba merengek tak mau lagi bersekolah. Seakan tak punya gairah lagi untuk menuntut ilmu. Buruh bangunan dan penjual kerupuk itupun kebingungan dengan perubahan sikap putranya itu.
"Kami bingung dengan perubahan sikap anak kami. Setelah kami tanya dengan baik-baik, dia mengaku telah dibullying teman-temannya. Bahkan anak saya disekap di kelas, dijambak, diludahi, disiram air dan sebagainya. Kami menangis, marah mendengar pengakuan anak kami," ungkap Masrikah.
Dijelaskan Masrikah, persoalan awal hingga berujung anak bungsunya tersebut menjadi korban bullying terjadi pada saat RS duduk di bangku kelas 4 SD.
Ketika itu, saat jam pelajaran kosong, RS dan teman-temannya bermain sepakbola di dalam kelas.
Nahas, saat itu bola yang ditendang RS mengenai jam dinding kelas hingga terjatuh di lantai.
"Jam dinding pecah dan kami belum bisa ganti karena kata pihak sekolah harganya Rp 300 ribu. Sejak saat itu anak saya selalu dibully. Bahkan pernah disekap di kelas oleh teman-temannya sekelas. Rambutnya dijambak, diludahi, disiram air dan kekerasan lain. Kami sudah konfirmasi ke sekolah, namun respon tak baik. Bahkan suami saya diusir," tutur Masrikah.
Mulai saat itu, kepribadian RS pun berubah drastis. RS tak lagi bersemangat untuk menempa ilmu di sekolah. RS tak mau bersekolah lagi.
Baca juga: David Beckham Hibur dan Semangati Siswa Agen Anti Bullying
RS juga tak lagi rajin mengaji seperti dulu.